Rabu, 17 Mei 2017

Mengenali "Rasul Allah" yang Dijanjikan Merupakan "Tanda" Ketajaman "Penglihatan Ruhani Hamba-hamba Allah yang hakiki & "Doa Buruk" Abu Jahal di Perang Badar yang Menimpa Dirinya Sendiri


Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 24

ARBA’ÎN KE III

  MENGENALI RASUL ALLAH  YANG DIJANJIKAN MERUPAKAN TANDA KETAJAMAN “PENGLIHATAN RUHANIHAMBA-HAMBA ALLAH YANG HAKIKI  & “DOA BURUK” ABU JAHAL DI PERANG BADAR YANG MENIMPA DIRINYA SENDIRI   

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya   telah dikemukakan topik   Para “Penyembah Hawa-nafsunya sehubungan firman Allah Swt.: 
فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ  مُّعَطَّلَۃٍ   وَّ  قَصۡرٍ  مَّشِیۡدٍ ﴿﴾ اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ  اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ فَاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ ﴿﴾ وَ  یَسۡتَعۡجِلُوۡنَکَ بِالۡعَذَابِ وَ لَنۡ یُّخۡلِفَ اللّٰہُ وَعۡدَہٗ ؕ وَ اِنَّ یَوۡمًا عِنۡدَ رَبِّکَ  کَاَلۡفِ  سَنَۃٍ   مِّمَّا  تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾  
Dan berapa banyak kota yang Kami telah  membinasakannya, yang penduduknya sedang berbuat zalim  lalu  dinding-dindingnya  jatuh atas atapnya, dan sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang menjulang tinggi.    Maka apakah mereka tidak berpesiar di bumi, lalu  menjadikan hati mereka memahami dengannya   atau menjadikan telinga  mereka mendengar dengannya? Maka sesungguhnya bukan mata yang buta  tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada.      (Al-Hājj [22]:46-47). 
        Dari ayat ini jelas bahwa orang-orang mati, orang-orang buta, dan orang-orang tuli, yang dibicarakan dalam ayat ini  atau di tempat lain dalam Al-Quran (QS.17:72; QS.20:125-129) adalah orang-orang yang ditilik dari segi ruhani telah mati, buta, dan tuli, firman-Nya:
صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Mereka  tuli, bisu, buta, maka mereka tidak akan kembali.  (Al-Baqarah [2]:19)
Firman-Nya lagi:
وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا کَمَثَلِ الَّذِیۡ یَنۡعِقُ بِمَا لَا یَسۡمَعُ اِلَّا دُعَآءً  وَّ  نِدَآءً ؕ صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ  فَہُمۡ  لَا  یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan perumpamaan  keadaan orang-orang kafir itu seperti  seseorang yang berteriak kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar kecuali hanya panggilan dan seruan belaka.  Mereka tuli, bisu, dan buta, karena itu  mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah [2]:172).  

Manusia Menzalimi Dirinya Sendiri, Bukan Allah Swt.

         Nabi Besar Muhammad saw.  – dan juga para rasul Allah sebelum beliau  saw.   --   menyampaikan Amanat Allah Swt. kepada orang-orang kafir. Beliau saw. itu penyeru dan mereka mendengar suara beliau saw. tetapi tidak berusaha menangkap maknanya. Kata-kata (seruan) beliau saw. seolah-olah sampai kepada telinga orang tuli dengan berakibat bahwa kemampuan ruhani mereka menjadi sama sekali rusak dan martabat mereka jatuh sampai ke taraf keadaan hewan dan binatang buas (QS.7:180; QS.25:44-45) yang hanya mendengar teriakan si pengembala, tetapi tak mengerti apa yang dikatakannya, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ ذَرَاۡنَا لِجَہَنَّمَ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ۫ۖ  لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah  menjadikan  untuk penghuni  Jahannam  banyak di antara jin dan ins (manusia),   mereka memiliki hati tetapi mereka tidak mengerti dengannya, mereka  memiliki   mata tetapi  mereka tidak melihat dengannya, mereka memiliki telinga  tetapi mereka tidak mendengar dengannya,   اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ    --  mereka itu  seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’rāf [7]:180).
   Huruf lam  dalam kalimat لِجَہَنَّمَ  di sini lam ‘aqibat yang menyatakan kesudahan atau akibat. Dengan demikian ayat ini tidak ada hubungannya dengan tujuan kejadian manusia melainkan hanya menyebutkan kesudahan yang patut disesalkan mengenai kehidupan kebanyakan ins (manusia) dan jin (kata jin itu juga mempunyai arti golongan manusia yang istimewa, yakni penguasa-penguasa atau pemuka-pemuka atau orang-orang besar).
   Dari cara mereka menjalani hidup mereka dalam berbuat dosa dan kedurhakaan kepada Allah Swt, dan Rasul Allah nampak seolah-olah mereka telah diciptakan untuk masuk neraka. Firman-Nya lagi:
اَمۡ تَحۡسَبُ اَنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَسۡمَعُوۡنَ اَوۡ یَعۡقِلُوۡنَ ؕ اِنۡ ہُمۡ اِلَّا کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ سَبِیۡلًا ﴿﴾
Ataukah engkau menyangka  bahwa sesungguhnya kebanyakan dari mereka mendengar atau mengerti?  Mereka tidak lain melainkan seperti hewan ternak  bahkan mereka lebih sesat dari jalannya. (Al-Furqan [25]:45).  
         Keinginan-keinginan, lamunan-lamunan, dan khayalan-khayalannya sendiri itulah yang pada umumnya orang puja lebih dari apa pun, dan inilah yang menjadi batu penghalang bagi orang-orang kafir untuk menerima kebenaran. Dalam intelek atau akal   boleh manusia jadi telah jauh maju, sehingga ia tidak membungkukkan diri di hadapan batu-batu dan bintang-bintang,   tetapi ia belum mengatasi pemujaannya terhadap cita-cita, prasangka-prasangka, dan khayalan-khayalannya yang palsu yakni “menyembah hawa-nafsunya”  sendiri (QS.25:44-45; QS.45:24-27).
        Pemujaan berhala-berhala yang bersemayam dalam hatinya itulah yang dicela di sini. Daripada ia memanfaatkan kemampuan-kemampuannya yang dianugerahkan Allah Swt  untuk  berpikir dan mendengar  -- dan yang seharusnya membantu manusia mengenal dan menyadari kebenaran  -- malah ia meraba-raba  dalam kegelapan. Pada saat itu jatuhlah ia ke taraf hidup bagaikan hewan ternak, bahkan lebih rendah daripada itu, sebab hewan ternak tidak diberi kemampuan memilih dan membedakan, sedang manusia diberi daya itu.

Benarnya  Dugaan Iblis Mengenai Penghuni Neraka

      Kenyataan seperti itu membuktikan kebenaran dugaan Iblis  mengenai orang-orang yang akan menjadi penghuni neraka jahannam, sebagaimana firman-Nya berkenaan kedurhakaan kaum Saba’: 
وَ لَقَدۡ صَدَّقَ عَلَیۡہِمۡ  اِبۡلِیۡسُ ظَنَّہٗ فَاتَّبَعُوۡہُ  اِلَّا فَرِیۡقًا مِّنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾  وَ مَا کَانَ لَہٗ  عَلَیۡہِمۡ  مِّنۡ سُلۡطٰنٍ اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یُّؤۡمِنُ بِالۡاٰخِرَۃِ  مِمَّنۡ ہُوَ مِنۡہَا فِیۡ شَکٍّ ؕ وَ رَبُّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ حَفِیۡظٌ ﴿٪﴾
Dan  sungguh  iblis benar-benar telah menggenapi sangkaannya mengenai mereka,  maka  mereka mengikutinya, kecuali segolongan dari orang-orang yang beriman.    Tetapi ia sekali-kali tidak memiliki kekuasaan atas mereka,  melainkan supaya Kami dapat mengetahui orang-orang yang beriman kepada akhirat dari orang-orang yang masih dalam keraguan mengenainya, dan Rabb (Tuhan) engkau adalah Pemelihara atas segala sesuatu. (As-Sabā’ [34]:21-22). Lihat pula QS.7:17-19;  QS.17:63.
        Orang-orang Saba’ dengan perbuatan durhaka mereka menggenapi sangkaan iblis bahwa ia akan berhasil menyesatkan mereka. Penyebutan mengenai sangkaan iblis mengenai orang-orang durhaka dan perbuatan jahat mereka ini dapat dijumpai di dalam QS.17:63; di tempat itu iblis disebut mengatakan bahwa ia akan menyebabkan keturunan Adam binasa, kecuali beberapa dari antara mereka.
       Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa iblis atau syaitan  tidak mempunyai kekuasaan atas manusia, adalah akibat kepercayaan sesat dan perbuatannya yang  buruk saja manusia mendatangkan kehancuran dalam kehidupan ruhaninya, yakni terjadi kebutaan mata ruhani serta kelumpuhan indera-indera ruhani lainnya, firman-Nya:
وَ مَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡ ذِکۡرِیۡ فَاِنَّ لَہٗ مَعِیۡشَۃً ضَنۡکًا وَّ نَحۡشُرُہٗ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ  اَعۡمٰی ﴿﴾ قَالَ رَبِّ  لِمَ حَشَرۡتَنِیۡۤ  اَعۡمٰی وَ قَدۡ کُنۡتُ  بَصِیۡرًا﴿﴾ قَالَ  کَذٰلِکَ اَتَتۡکَ اٰیٰتُنَا فَنَسِیۡتَہَا ۚ  وَکَذٰلِکَ  الۡیَوۡمَ  تُنۡسٰی ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِیۡ مَنۡ اَسۡرَفَ وَ لَمۡ  یُؤۡمِنۡۢ بِاٰیٰتِ رَبِّہٖ ؕ وَ لَعَذَابُ الۡاٰخِرَۃِ اَشَدُّ وَ اَبۡقٰی﴿﴾   اَفَلَمۡ یَہۡدِ لَہُمۡ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ یَمۡشُوۡنَ فِیۡ مَسٰکِنِہِمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ  لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی  النُّہٰی﴿﴾٪
Dan barangsiapa ber­paling dari mengingat Aku maka sesungguhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.  Ia berkata: "Ya Rabb-ku (Tuhan­-ku), mengapa Engkau mem­bangkitkan aku dalam keadaan buta, padahal sesungguhnya dahulu aku dapat melihat?” Dia  berfirman: "Demi­kianlah telah datang kepada engkau Tanda-tanda Kami, tetapi engkau melupakannya  dan demikian pula engkau dilupakan pada hari ini."  Dan demikianlah Kami memberi balasan orang yang me­langgar dan ia tidak beriman kepada Tanda-tanda Rabb-nya (Tuhan-nya), dan  niscaya azab - akhirat itu lebih keras dan lebih kekal.  Maka apakah tidak  mem­beri petunjuk kepada mereka    berapa banyak generasi yang telah Kami bina-sakan sebelum mereka, mereka berjalan-jalan di tempat-tempat tinggal mereka yang telah hancur? Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu benar-benar ada Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Thā Hā [20]:125-129). 
    
Kebutaan Ruhani di Dunia dan di Akhirat

 Seseorang yang sama sekali tidak ingat kepada Allah Swt. di dunia serta menjalani cara hidup yang menghalangi dan menghambat perkembangan ruhaninya, dan dengan demikian membuat dirinya tidak layak menerima nur dari Allah   Swt. akan dibangkitkan di akhirat   dalam keadaan buta di waktu. Hal itu menjadi demikian  karena ruhnya di dunia ini --  yang akan berperan sebagai tubuh bagi ruh yang lebih maju ruhaninya di alam akhirat -- telah menjadi buta, sebab ia telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa di dunia ini.
  Makna ayat selanjutnya:  قَالَ  کَذٰلِکَ اَتَتۡکَ اٰیٰتُنَا فَنَسِیۡتَہَا ۚ  وَکَذٰلِکَ  الۡیَوۡمَ  تُنۡسٰی -- “Dia  berfirman: "Demi­kianlah telah datang kepada engkau Tanda-tanda Kami, tetapi engkau melupakannya  dan demikian pula engkau dilupakan pada hari ini."    Sebagai jawaban terhadap keluhan orang kafir mengapa ia dibangkitkan buta padahal dalam kehidupan sebelumnya ia memiliki penglihatan, Allah Swt.  
akan mengatakan bahwa ia telah menjadi buta ruhani dalam kehidupannya di
dunia
sebab telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa, dan karena itu ruhnya — yang akan berperan sebagai tubuh untuk ruh lain yang ruhaninya jauh lebih berkembang di akhirat maka    ia  dibangkitkan  dalam keadaan buta.
    Ayat ini dapat pula berarti bahwa karena orang kafir di dalam kehidupan di dunia ini tidak mengembangkan dalam dirinya Sifat-sifat Ilahi  -- yang merupakan tujuan dari melakukan ibadah kepada Allah Swt. (QS.51:57)  -- dan tetap asing dari Sifat-sifat Ilahi  itu, maka pada Hari Kebangkitan — ketika Sifat-sifat Ilahi  itu  akan dinampakkan  dengan segala keagungan dan kemuliaan — ia sebagai seseorang yang terasing dari penampakan Sifat­-sifat Ilahi tersebut  serta tidak akan mampu mengenalnya,  dan dengan demikian akan berdiri seperti orang buta yang tidak mempunyai ingatan atau kenangan sedikit pun kepada Sifat-sifat itu:   وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِیۡ مَنۡ اَسۡرَفَ وَ لَمۡ  یُؤۡمِنۡۢ بِاٰیٰتِ رَبِّہٖ ؕ وَ لَعَذَابُ الۡاٰخِرَۃِ اَشَدُّ وَ اَبۡقٰی -- “Dan demikianlah Kami memberi balasan orang yang me­langgar dan ia tidak beriman kepada Tanda-tanda Rabb-nya (Tuhan-nya), dan  niscaya azab - akhirat itu lebih keras dan lebih kekal.”
          Ayat selanjutnya menerangkan azab Ilahi yang menimpa  kaum-kaum purbakala – yang karena  mata ruhani mereka  dalam keadaan buta – melakukan pendustaan dan penentangan terhadap para rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka,  lalu Allah Swt. mengazab mereka sebagai hujjah (dalil)  pamungkas,  karena  berbagai  hujjah (dalil) yang dikemukakan rasul-rasul Allah kepada mereka tidak juga membuat mereka mengertiاَفَلَمۡ یَہۡدِ لَہُمۡ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ یَمۡشُوۡنَ فِیۡ مَسٰکِنِہِمۡ ؕ      -- “Maka apakah tidak  mem­beri petunjuk kepada mereka    berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, mereka berjalan-jalan di tempat-tempat tinggal mereka yang telah hancur? اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ  لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی  النُّہٰی -- Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu benar-benar ada Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Ketajaman  Penglihatan Ruhani Orang-orang Suci di Dunia dan di Akhirat  & Tantangan Untuk Memanjatkan Doa Buruk

       Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan berkenaan orang-orang yang indera-indera ruhaninya berfungsi dengan baik, yang bahkan di dalam kehidupan  di dunia ini pun mereka  “melihat” Allah Swt.: 
      “Orang yang berhati suci setelah mati akan melihat Tuhan, tetapi aku adalah   bersumpah dengan Dia   bahwa aku saat ini sedang melihat Tuhan. Dunia tidak mengenalku tetapi Dia Yang mengutusku mengenalku. Semua ini adalah kesalahan mereka, dan semua itu merupakan nasib sial yakni mereka yang menghendaki kehancuranku. Aku adalah sebatang pohon yang ditanam oleh Tangan yang hakiki, barangsiapa ingin memotongku maka akibatnya adalah jangan mengharap akan berhasil, bahkan akan bernasib seperti Qarun dan Yehuda juga Abu Jahil.
      Setiap hari aku berdoa dengan mencucurkan air mata. Datanglah ke suatu tempat dan berikanlah keputusan atasku mengenai nubuwatan (kabar gaib), mintalah kepada Tuhan, kemudian  lihatlah  Tuhan bersama siapa. Tampil di medan laga bukanlah pekerjaan banci. Ghulam Dastegir di daerah Punjab kita adalah seorang prajurit lasykar kufur yang datang untuk bekerja. Kini orang semacamnya satupun tak ada yang tampil.
      Hai manusia! Ketahuilah, bersamaku ada kekuatan Tangan Yang menjaga diriku hingga waktu terakhir. Walaupun semua kaum lelaki kalian, perempuan-perempuan kalian, pemuda-pemuda kalian, kakek-kakek kalian, anak-anak kalian, yang dewasa dan yang kecil, semua berkumpul berdoa kepada Tuhan untuk  menghancurkanku, walau hidung kalian sampai memar kemerahan karena banyak bersujud dan kalian menjadi lecet, tetapi Tuhan tidak akan menerima doa-doa kalian,  Dia tidak akan berhenti sebelum pekerjaan-Nya sempurna.
     Seandainya  saja tak seorang manusia pun bersamaku namun para malaikat Tuhan selalu bersamaku. Dan jika kalian menyembunyikan kesaksian maka tak lama lagi batu-batu akan memberikan kesaksian bagiku, karena itu  janganlah berbuat zalim (aniaya) atas diri sendiri. Mulut para pendusta lain dan ucapan orang yang benar pun lain pula. Tuhan tidak akan meninggalkan suatu perkara tanpa keputusan.
      Aku melaknat kehidupan orang-orang yang bersamanya ada kebohongan dan kedustaan, berani mengabaikan perintah Tuhan karena takut kepada manusia. Pengkhidmatan yang telah diberikan kepadaku oleh Tuhan Yang Gagah Perkasa dan yang karenanya aku dilahirkan, sekali-kali aku tidak akan berpangku tangan bermalas-malasan, walaupun matahari dari satu arah dan bumi dari arah yang lain bertemu menjepitku tetap aku tidak akan tinggal diam.
      Apalah itu insan sekedar kromosom, dan apa itu basyar (manusia) hanya sekedar gumpalan darah, kenapa meski takut, bagaimana mungkin aku harus menyingkirkan hukum Tuhan Yang Hayyul-Qayyum. Sebagaimana Tuhan  dahulu memberikan keputusan di antara  Rasul-Nya dengan para pendusta maka sekarangpun Dia akan memberikan keputusan.
      Untuk kedatangan Rasul-rasul Tuhan ada masanya dan demikian pula kepergiannya, karena itu ketahuilah bahwa aku datang pada waktunya dan akan pergi pada waktunya pula. Janganlah melawan Tuhan, sebab hal ini bukanlah pekerjaan kalian menghancurkan aku.”

Jaminan Pertolongan Allah Swt. Kepada Para Rasul Allah

          Keyakinan  luarbiasa Masih Mau’ud a.s. tersebut  sesuai dengan dengan janji Allah Swt. kepada para rasul Allah dalam firman-Nya berikut ini:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾   کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina.  Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan me-nang.” Sesungguhnya Allaāh Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujadalah [58]:21-22).
   Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran senantiasa menang terhadap kepalsuan. Dalam surah lain Allah Swt. berfirman mengenai nasib buruk para penentang rasul Allah:
وَّ سَکَنۡتُمۡ فِیۡ مَسٰکِنِ الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ وَ تَبَیَّنَ لَکُمۡ  کَیۡفَ فَعَلۡنَا بِہِمۡ  وَ ضَرَبۡنَا  لَکُمُ  الۡاَمۡثَالَ ﴿﴾ وَ قَدۡ مَکَرُوۡا مَکۡرَہُمۡ وَ عِنۡدَ اللّٰہِ مَکۡرُہُمۡ ؕ وَ اِنۡ کَانَ مَکۡرُہُمۡ لِتَزُوۡلَ مِنۡہُ  الۡجِبَالُ ﴿﴾ فَلَا تَحۡسَبَنَّ اللّٰہَ مُخۡلِفَ وَعۡدِہٖ  رُسُلَہٗ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  عَزِیۡزٌ  ذُو انۡتِقَام﴿ؕ﴾
Dan kamu menetap di tempat tinggal orang-orang yang telah menzalimi  diri sendiri, dan telah menjadi nyata bagi kamu  bagaimana Ka-mi berlaku terhadap mereka, dan Kami telah mengemukakan  kepada kamu perumpamaan-perumpamaan.وَ قَدۡ مَکَرُوۡا مَکۡرَہُمۡ وَ عِنۡدَ اللّٰہِ مَکۡرُہُمۡ ؕ    -- Dan  sungguh  mereka telah melakukan makar mereka, tetapi makar mereka ada di sisi Allah, وَ اِنۡ کَانَ مَکۡرُہُمۡ لِتَزُوۡلَ مِنۡہُ  الۡجِبَالُ  --   dan  jika sekali pun  makar mereka dapat memindahkan gunung-gunung. فَلَا تَحۡسَبَنَّ اللّٰہَ مُخۡلِفَ وَعۡدِہٖ  رُسُلَہٗ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  عَزِیۡزٌ  ذُو انۡتِقَام  --  Maka janganlah engkau sama sekali menyangka  bahwa  Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-ra-sul-Nya, sesungguhnya  Allah Maha Perkasa, Yang memiliki pembalasan.  (Ibrahim [14]:46-48).
    Makna ayat:   وَ قَدۡ مَکَرُوۡا مَکۡرَہُمۡ وَ عِنۡدَ اللّٰہِ مَکۡرُہُمۡ ؕ وَ اِنۡ کَانَ مَکۡرُہُمۡ لِتَزُوۡلَ مِنۡہُ  الۡجِبَالُ  -- “Dan  sungguh  mereka telah melakukan makar mereka, tetapi makar mereka ada di sisi Allah, dan  ji-ka sekali pun  makar mereka dapat me-mindahkan gunung-gunung.”  Allah Swt.  sungguh-sungguh mengetahui  makar buruk mereka, dan Dia akan menggagalkannya, karena dalam setiap “duel makar”  di setiap zaman  kenabian  “makar tandingan” Allah Swt. senantiasa  mengungguli “makar buruk” yang dilakukan para penentang rasul Allah (QS.3:53; QS.8:31; QS.27:51-54).

Tujuan  Adanya Hadiah Uang Untuk Menyempurnakan Dalil  (Hujjah) & “Doa Buruk” Abu Jahal di Perang Badar yang Menimpa Dirinya

      Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai tujuan disediakannya “hadiah uang” bersama “selebaran” (risalah) yang beliau a.s. kirimkan kepada para ulama penentang beliau:
         “Maksud selebaran ini adalah menyempurnakan dalil ayat  sebagaimana Tuhan telah menyempurnakan dalil dan tanda-tanda-Nya atas para mukhalifin[1] (penentang).  Oleh karena itu aku terbitkan selebaran ini beserta hadiahnya sebesar Rs 500. Dan jika belum siap bisa saja uang ini aku simpan dulu di suatu bank negara.
         Jika Tuan Hafiz Muhammad Yusuf dan teman-temannya yang nama-namanya telah kutulis di dalam selebaran ini benar dalam pendakwaannya, yakni jika hal itu benar bahwa seorang yang mendakwakan dirinya nabi dan rasul, ma’mur minallâh (orang yang diperintah Allah), dan dengan bersumpah atas nama Allah padahal dia adalah dusta, tetapi dapat hidup selama 23 tahun, sesuai wahyu yang diterima oleh Rasulullah saw., maka aku akan memberikan hadiah kepada yang sanggup mengajukan tantangan semacam itu, yang sesuai dengan kebenaranku dan Quran Syarif. Dan jika jumlah mereka banyak, terserah kepada mereka untuk membagi-bagikannya. Temponya 15 hari semenjak terbitnya selebaran ini adalah waktu bagi mereka untuk mencari contoh  seorang pendakwa palsu di seluruh dunia dan bawalah dia.
       Satu hal yang sangat disesali berkenaan dengan pendakwaanku, yaitu ketika aku mendakwakan sebagai Masih Mau’ud, para penentang tidak mengambil faedah baik dari tanda-tanda langit maupun dari tanda-tanda bumi. Tuhan telah menzahirkan dari berbagai macam tanda, tetapi penduduk dunia ini masih belum menerimanya.
     Sekarang, ada dua bahtera, satu bahtera manusia dan satu lagi bahtera Tuhan. Yakni Tuhan menghendaki bahwa hamba-Nya yang telah diutus-Nya menzahirkan kebenaran dengan dalil-dalil yang terang dan tanda-tanda yang jelas. Sedangkan orang-orang yang menentang menghendaki agar orang yang telah diutus (rasul) itu hancur serta balasannya adalah keburukan.
      Mereka mengharapkan utusan (rasul) itu mati di hadapan mereka, Jemaatnya berpecah-belah dan lenyap, setelah itu mereka akan bergembira dan tertawa sambil mengejeknya, dan hati mereka berkata “Mubaraklah atas kalian! Kalian telah menyaksikan  Jemaat utusan Tuhan itu berantakan, dan musuh kalian telah mati!”
      Namun apakah angan-angan mereka akan terbukti dan hari kebahagian mereka akan tiba kepada mereka? Jawabnya adalah, cari dulu contoh semacam itu jika memang ada, barulah kebahagiaan  akan tiba kepada  mereka. Pada perang Badar pun Abu Jahal berdoa:
Allāhumma, man kāna minnā  kādziban fa-ahnahu fiy hādza mawātini
“Ya Allah,  barangsiapa  di antara kami berdua dalam pandangan Engkau berdusta,   maka matikanlah dia dalam peperangan ini!”
     Coba lihat, apakah dia pada saat berdoa mengaku pendusta? Begitu pula  pada waktu Lekh Ram berkata, “Ramalanku mengenai Mirza Ghulam Ahmad sama sebagaimana kabar gaibnya, tetapi ramalanku akan sempurna lebih dulu, dia akan mati![2]” Apakah di saat  itu ia mengakui dirinya bahwa, “Aku sebenarnya berdusta?

Kebinasaan Abu Jahal-jahal dan Kawan-kawan   di Perang Badar & Jaminan Pertolongan Allah Swt. Kepada Masih Mau’ud a.s.
    
      Doa buruk dan takabbur yang dipanjatkan dalam Perang Badar tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Quran berikut ini:
وَ  اِذۡ  قَالُوا اللّٰہُمَّ  اِنۡ کَانَ ہٰذَا ہُوَ الۡحَقَّ مِنۡ عِنۡدِکَ فَاَمۡطِرۡ عَلَیۡنَا حِجَارَۃً مِّنَ السَّمَآءِ اَوِ ائۡتِنَا بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿﴾ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ  لِیُعَذِّبَہُمۡ  وَ اَنۡتَ فِیۡہِمۡ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ مُعَذِّبَہُمۡ وَ ہُمۡ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ ﴿﴾

Dan ingatlah ketika mereka berkata: “Ya Allah, jika  Al-Quran ini  benar-benar   kebenaran dari Engkau  maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.”  Tetapi Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau berada di tengah-tengah mereka  dan  Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan  mereka  meminta ampun. (Al-Anfāl [8]:33-34).
     Kira-kira seperti kata-kata itu jugalah Abu Jahal mendoa di medan perang Badar (Bukhari — Kitab Tafsir). Doa itu dikabulkan secara harfiah. Abu Jahal bersama 7 orang  pemimpin Quraisy yang lain  -- seperti halnya para pemimpin kafir kaum Nabi Shalih a.s. (QS.27:46-54) --  terbunuh dan mayat-ayat mereka dilemparkan ke dalam sebuah lubang.
         Orang-orang kafir Mekkah mendapat hukuman Ilahi dalam perang Badar setelah Nabi Besar Muhammad saw.  meninggalkan Mekkah hijrah ke Madinah. Berdasarkan ayat 35 keberadaan  Rasul-rasul  Allah  di satu tempat berfungsi semacam perisai terhadap hukuman-hukuman dari langit. Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan:
          “Memang banyak orang yang ingkar di  dunia ini,  tetapi seorang yang munkar yang sangat merugi adalah yang tidak tahu akan  dirinya sendiri sebelum matinya bahwa dia itu dusta. Apakah Tuhan   di waktu itu berkuasa dan sekarang tidak lagi? Na’udzubillâh, sekali-kali tidak demikian, bahkan setiap yang hidup Dia melihatnya, dan pada akhirnya Tuhan-lah yang akan menang.
“Seorang Pemberi peringatan telah datang ke dunia,  tetapi dunia tidak menerimanya, namun Tuhan akan menerimanya, dan dengan serangan-Nya yang hebat akan dizahirkan-Nya kebenarannya.
     Dia-lah Tuhan Yang memiliki Tangan kuat, kapankah langit dan bumi beserta isi-isinya    pernah tunduk kepada kehendak manusia? Satu hari akan tiba yang Dia Sendiri menentukannya. Inilah tanda orang yang benar, ujian dan cobaan selalu ada pada mereka. Tuhan dengan penampakkan kebesaran-Nya turun pada hati mereka. Bagaimanakah bangunan itu akan runtuh sedangkan di dalamnya duduk bertahta Raja Yang Hakiki?
      Ejeklah dan tertawakanlah sepuas kalian, caci-makilah semau kalian, buatlah hal yang menyakiti hati sekemampuan  kalian, buatlah setiap macam rencana untuk membasmiku hingga ke akar-akarnya sekuat  tenaga kalian. Tetapi ingatlah, tak lama lagi Tuhan akan menampakkan, bahwa Tangan Tuhan tidak pernah terkalahkan. Orang bodoh berkata, “Aku akan sukses dengan rencanaku!” tetapi Tuhan berfirman, “Hai manusia yang kena laknat! Perhatikanlah, Aku akan menghancurkan semua rencana kalian di atas tanah!”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  16 Mei     2017








[1] Sebagian orang-orang bodoh masa kini telah beberapa kali mengalami kekalahan tetapi masih juga ingin berdebat denganku masalah hadits. Atau mereka ingin menyuruh orang lain berdebat denganku. Sungguh disesalkan, mereka tidak mau mengerti. Ada beberapa macam hadits yang dalam beberapa hal perlu ditinggalkan mereka tetapi tidak mau melepaskannya, padahal itu  hanya menambah beban pikiran dan  persoalan saja (majruh) serta menambah keragu-raguan saja. Ada pula hadits-hadits mereka yang oleh Quran Syarif dinyatakan dusta. Lalu bagaimana mungkin aku akan meninggalkan  bukti-bukti terang dan yang didukung oleh Quran Syarif dan dibenarkan oleh hadits shahih, dan Kalam Tuhan yang turun padaku adalah saksi-saksinya, dan kitab-kitab dahulupun membenarkannya serta akalpun menerimanya, ratusan tanda-tanda yang ada padaku membuktikannya. Oleh sebab itu memperdebatkan hadits bukanlah cara mencari penyelesaian. Tuhan memberitahuku bahwa semua hadits yang mereka ajukan itu dari segi makna dan lafaznya tidak bersih dan telah diubah-ubah, telah jauh melantur dari maksud sebenarnya. Orang yang datang dengan kebenaran telah dipersiapkan  bahwa dari khazanah  hadits-hadits yang diperlukan dia menerimanya dari Tuhan setelah mendapat petunjuk, apakah itu untuk kebaikan ataupun untuk masalah keburukan. Jika memang itu keburukan  maka ia menolaknya. (Pen).

[2]  Demikian pula Maulvi Ghulam Dastegir Kasuri telah mempropagandakan bukunya di Punjab dan berkata, “Aku telah mengambil keputusan ini bahwa di antara kami berdua yang berdusta akan mati lebih dulu”. Apakah dia tahu bahwa keputusan itulah yang akan menimpa berupa laknat atas dirinya dan dia telah mati lebih dulu, dia telah mencoreng muka sahabat-sahabatnya yang lain. Dan membungkam mulut mereka serta membuat hati mereka menjadi ciut jika menghadapi pertarungan seperti itu di masa datang (Pen).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...