Selasa, 16 Mei 2017

"Kedegilan hati" Para Penentang "Rasul Akhir Zaman" & Cara-cara "Melakukan Penentangan" Kepada Para "Rasul Allah" yang "Diwariskan iblis" di Berbagai "Zaman Kenabian"


Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 23

ARBA’ÎN KE III

KEDEGILAN HATI PARA PENENTANG RASUL AKHIR ZAMAN &    CARA-CARA MELAKUKAN PENENTANGAN  KEPADA PARA RASUL ALLAH YANG "DIWARISKAN IBLIS"  DI BERBAGAI ZAMAN KENABIAN

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya   telah dikemukakan topik  Dimangsa  Kutukan dan Kedustaan Sendiri Secara Hina. Sehubungan dengan hal tersebut Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai kematian orang-orang yang sebelumnya  meramalkan kehinaan dan kematian Masih Mau’ud a.s.:
      “Akan tetapi setelah terbit tulisan itu dan sudah meluas diketahui orang banyak, maka dalam waktu yang sangat singkat sekali ternyata dialah yang mati terlebih dulu. Dengan demikian kematiannya telah memberikan keputusan bahwa siapakah yang sebenarnya pendusta. Akan tetapi orang-orang itu tidak mengambil pelajaran dari peristiwa ini, apakah itu bukan merupakan satu mukjizat yang besar?
        Seorang jurnalis pembela agama menyiarkan berita kematianku, ternyata dia sendiri yang mati. Demikian pula Maulvi Ismail menerbitkan ramalan kematianku, ternyata dialah yang telah mati lebih dulu. Maulvi Ghulam Dastegir menerbitkan pula artikel ramalan bahwa kematianku akan terjadi lebih dulu daripadanya, tetapi kenyataannya dialah yang telah mati lebih dulu.
      Seorang pendeta bernama Hamidullah Peshwari meramalkan kematianku akan terjadi dalam 10 bulan lagi, diapun telah mati lebih dulu. Juga Lekh Ram memberitakan bahwa dalam waktu 3 tahun kematianku akan terjadi, ternyata dialah yang telah mati lebih dahulu. Dengan demikian jelaslah, bahwa Tuhan walau bagaimanapun Dia menyempurnakan Tanda-tanda-Nya dengan menampakkan semua kejadian itu.
     Adapun yang berkenaan dengan diriku, banyak sedikitnya apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang tinggi kedudukannya terhadap diriku, semua itu telah nyata, sedangkan sebagian orang-orang lain itu hanya ikut-ikutan saja. Kehancuran apakah yang mereka saksikan pada diriku?
      Rencana yang menyakiti hati yang model manakah yang belum sampai pada puncaknya? Apakah di dalam doa-doa busuk tersebut mengalami kemunduran, atau fatwa pembunuhan tidak sempurna, atau barangkali ejekan yang menyakiti hati belum sampai pada kenyataan? Kemudian Tangan manakah yang menyelamatkan diriku? Jika aku pendusta maka Tuhan sendiri yang akan menghancurkanku.

Makar Tandingan” Allah Swt. Senantiasa Menggungguli  “Makar Buruk” Para Penentang Rasul Allah

   Jadi, biarkanlah manusia yang membuatnya, sebab Tuhan selalu menghapuskannya.[1]  Inilah tanda-tanda pendusta yang Quran Syarif sendiri memberikan kesaksiannya, langit pun mendukungnya serta akal juga menerimanya. Mereka yang meramalkan kematian orang lain tetapi justru mereka sendiri yang mati.”
        Jadi, berkenaan dengan   wahyu-wahyu Ilahi yang diterima Masih Mau’ud a.s.   -- dalam kapasitasnya  sebagai Rasul Akhir Zaman  (QS.61:10) --  Allah Swt. menghindarkan atau mengecualikan  beliau a.s. dari ketentuan firman-Nya  berikut ini bagi para pendakwa palsu:
فَلَاۤ  اُقۡسِمُ بِمَا  تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَا  لَا تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  اِنَّہٗ  لَقَوۡلُ  رَسُوۡلٍ  کَرِیۡمٍ ﴿ۚۙ﴾ وَّ مَا ہُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍ ؕ قَلِیۡلًا  مَّا تُؤۡمِنُوۡنَ﴿ۙ﴾  وَ لَا بِقَوۡلِ کَاہِنٍ ؕ قَلِیۡلًا مَّا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا بَعۡضَ الۡاَقَاوِیۡلِ ﴿ۙ﴾ لَاَخَذۡنَا مِنۡہُ  بِالۡیَمِیۡنِ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ  لَقَطَعۡنَا مِنۡہُ  الۡوَتِیۡنَ ﴿۫ۖ﴾ فَمَا مِنۡکُمۡ  مِّنۡ اَحَدٍ عَنۡہُ حٰجِزِیۡنَ ﴿﴾     
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat, dan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar firman yang disampaikan seorang Rasul mulia,          dan bukanlah Al-Quran itu perkataan seorang penyair, sedikit sekali apa yang kamu percayai. Dan bukanlah ini perkataan ahlinujum, sedikit sekali kamu mengambil nasihatAl-Quran  adalah wahyu yang diturunkan dari  Rabb (Tuhan) seluruh alam. وَ لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا بَعۡضَ الۡاَقَاوِیۡلِ  -- Dan  seandainya ia mengada-adakan sebagian perkataan  atas nama Kami, لَاَخَذۡنَا مِنۡہُ  بِالۡیَمِیۡنِ  --   niscaya Kami akan menangkap dia dengan tangan kanan, ثُمَّ  لَقَطَعۡنَا مِنۡہُ  الۡوَتِیۡنَ  -- kemudian niscaya Kami memotong urat nadinya,  فَمَا مِنۡکُمۡ  مِّنۡ اَحَدٍ عَنۡہُ حٰجِزِیۡنَ --  dan tidak ada seorang pun di antara kamu dapat mencegah itu darinya (Al-Hāqqah   [69]:39-48). Lihat pula   QS.6:22 & 94; QS.7:38; QS.10:18;  QS.11:19; QS.40:29).

Kematian dan Kehinaan  Para Penentang yang Sangat Jelas & Kematian Deputy Abdullah  Atham

       Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menerangkan kematian Abdullah Atham, seorang pendeta Kristen yang sebelumnya seorang Muslim, yang karena   mulutnya yang sangat kotor dalam menghujat Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad saw. lalu ditantang melakukan “mubahalah” (tanding doa) oleh Masih Mau’ud a.s. tetapi ia menolak, namun demikian – dengan syarat ia bertaubat dari keburukannya – Masih Mau’ud a.s. atas petunjuk Allah Swt.  telah meramalkan kematiannya dalam jangka waktu  tertentu.
      Namun dalam kenyataan  ketika jangka-waktu yang ditentukan --  mengenai kematian Abdullah Atham telah lewat  --  ia  masih hidup,  lalu tersebar tuduhan (hujatan) bahwa nubuatan Masih Mau’ud a.s. tentang kematiannya terbukti gagal. Terhadap hujatan dusta tersebut Masih Mau’ud a.s. menjelaskan bahwa  penangguhan kematian  Abdullah Atham tersebut karena akibat ketakutannya oleh  nubuatan tersebut,  ia benar-benar berhenti dari melakukan hujatan  terhadap Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad saw.
        Namun demikian ‘Abdullah Atham – sekali pun diminta untuk bersumpah bahwa ia sementara waktu “telah bertaubat” dari melakukan hujatan – tetapi ia menolak melakukan pernyataan terbuka  mengenai “taubat sementaranya” tersebut, akhirnya  kematian mencengkram Abdullah Atham, yakni   seperti halnya dengan para penentang  sebelumnya  ia   lebih dulu mati daripada Masih Mau’ud a.s., sekali pun usianya jauh lebih muda. Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:
     “Sekali-kali aku  tidak yakin jika dikatakan,  bahwa ada musuh para AhluLlah dan Ahlulhaq  setelah zaman Rasulullah saw.,  mereka itu mendapat kehinaan serta kekalahan yang demikian jelas  dan terang, sebagaimana musuh-musuhku menerima kehinaan dan kekalahan. Jika mereka menghinaku maka mereka sendiri yang terhina. Jika mereka menyerangku dengan berkata, “Balasan kebenaran dan kedustaan orang ini adalah dia akan mati lebih dulu daripada kami” maka mereka sendiri yang telah mati lebih dulu.
      Tidak lama setelah buku Maulvi Ghulam Dastegir tersebar luas, maka lihatlah betapa beraninya ia menulis bahwa, “Di antara kami  berdua barangsiapa yang berdusta maka ia akan mati lebih dulu!” Dan bagaimana kenyataannya? Maulvi Ghulam Dastegir yang telah mati lebih dulu.
      Dari sini jelaslah bahwa barangsiapa meramalkan kematianku dengan berdoa kepada  Tuhan bahwa, “Barangsiapa di antara kami berdusta maka dia akan mati lebih dulu”, tetapi pada akhirnya mereka sendirilah yang telah mati. Bukan satu atau dua orang yang telah berkata demikian, bahkan lima orang, dan semuanya telah mati.
      Hasilnya bagi para maulvi yang ada seperti Maulvi Muhammad Hussain Batalwi, Maulvi Abdul Jabbar Ghaznawi tsuma Amrirsari, Maulvi Pir  Meher Alisyah Golrawi, Rasyid Ahmad Ganggohi, Nazir Hussain Dehlewi, Rasul Baba Amrisari, Mansya Ilahi Bakhs, akuntan, dan Hafiz Muhammad Yusuf Zillah Daru-Naher, mereka belum mengambil pelajaran dan rasa takut kepada Tuhan dan bertaubat. Memang benar, dengan adanya contoh kejadian semacam itu semangat orang-orang tersebut menjadi pudar dan takut dengan pernyataan tertulis semacam itu.
Falan- yaktub bimitsli hâdza bimâ qaddamatil- amtsâl
(Maka tidak pernah ada contoh seperti itu sebelum contoh   ini)
     Banyak mukjizat seperti ini. Mereka yang meramalkan kematianku ternyata mereka sendiri yang telah mati lebih dulu. Ketika mengadakan dialog dengan Deputy Atham di hadapan 60 orang aku berkata, “Di antara kita berdua, barangsiapa yang berdusta maka dia akan mati lebih dulu”, maka Atham pun telah memberikan kesaksian akan kebenaranku, ia telah mati lebih dulu dariku.”

Menentukan “Batas Waktu”  Kematian Sekehendak Hati

    Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menerangkan mengenai kejahilan lainnya dari para penentang beliau yang menuntut penetapan “batas waktu” yang pasti dari nubuatan yang beliau a.s. kemukakan mengenai kematian seseorang:
     “Aku prihatin akan keadaan mereka itu, dimanakah derajat mereka? Jika mereka meminta suatu tanda, mereka  seenaknya berkata, “Bacalah doa ini, semoga  di antara kita mati dalam waktu 7 hari ini”, mereka tidak mau mengerti dan tak peduli akan batas-batas waktu peraturan Tuhan, firman-Nya:
وَ لَا تَقۡفُ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ؕ  4
(Janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak mengetahui ilmu tentangnya - Qs.17:37). Dan Dia berfirman kepada Rasulullah saw.:
وَ لَا تَقُوۡلَنَّ لِشَایۡءٍ  اِنِّیۡ  فَاعِلٌ ذٰلِکَ غَدًا
(Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu,  "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok” – Qs.18:24).
      Kemudian, jika Nabi Muhammad saw. sendiri tidak dapat menentukan waktu dalam satu hari, maka bagaimana mungkin aku dapat menetapkan waktu 7 hari? Dalam hal ini Maulvi Ghulam Dategir masih lebih baik daripada orang-orang bodoh  tersebut, sebab dia tidak menulis ketentuan waktu di dalam bukunya, dia hanya berdoa, “Ya Tuhan jika aku ini tidak benar dalam mendustai Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani maka matikanlah aku lebih dulu daripadanya, dan seandainya Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dusta maka matkanlah dia lebih dulu daripadaku!”
      Tak lama sesudah itu Tuhan pun telah mencabut nyawanya. Lihatlah, betapa jelas dan bersihnya ketetapan Tuhan. Jika ada yang membantah keputusan itu silakan mengujinya. Ingatlah, jangan berbuat lancang  melakukan sesuatu yang berlawanan dengan ayat: وَ لَا تَقُوۡلَنَّ لِشَایۡءٍ   -- “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu”, sebab  keinginan berbuat curang  jelas berbau busuk keingkaran.
       Seperti itu pula Maulvi Muhammad Ismail berdoa kepada Tuhan, “Di antara kami berdua yang berdusta akan mati lebih dulu”, maka Tuhan pun telah mencabut nyawanya. Dan bagi seorang Muslim yang takut kepada Tuhan cukuplah untuk mereka kematian para maulvi  akibat doa semacam itu. Tetapi bagi yang berhati kotor hal semacam itu belumlah cukup.
      Tidak syak lagi bahwa mungkin Aligar memang cukup jauh  bagi penduduk Punjab, banyak yang tidak tahu nama Maulvi Ismail, akan tetapi penduduk daerah  Kasur, Lahore  tidaklah jauh, dan mereka pasti mengenal Maulvi Ghulam Dastegir  Kasuri,  dan mungkin telah membaca bukunya itu, lalu mengapa mereka tidak takut kepada Tuhan, apakah dia tidak mati? Dan apakah kematian Maulvi Ghulam Dastegir akan dijadikan tuduhan seperti kematian Lekh Ram? Laknat Tuhan bagi pendusta tidak hanya satu masa saja tetapi hingga Hari Kiamat.
      Dapatkah kutu-kutu busuk bakteri dunia memberikan suatu kabar gaib yang tak terbantahkan seperti halnya para Rasul Tuhan memberi kabar? Apakah yang diketahui oleh seorang pencuri ketika dia mencuri, apakah dia akan berhasil mencuri ataukah dia akan masuk penjara? Apakah dia memberi kabar gaib kepada dunia di hadapan musuh-musuh  akan keberhasilannya?
     Contohnya,  kabar tentang kematian Lekh Ram yang bersamanya diterangkan pula tanggal, hari, dan waktunya. Apakah itu pekerjaan orang jahat? Pendeknya, pikiran dan pengertian para  maulvi tersebut tertutup oleh batu. Mereka tidak mengambil pelajaran sedikitpun dari suatu tanda Ilahi itu.”

Tanda-tanda Kebenaran Masih Mau’ud a.s. &  Saling Mewasiatkan Cara Iblis Melakukan Penentangan Kepada Adam (Khalifah Allah - Rasul Allah)

      Sungguh benar  pernyataan Allah Swt. dalam berbagai ayat Al-Quran bahwa tanda utama kebenaran pendakwaan Rasul Allah adalah senantiasa mendapat penentangan dari kaumnya  --  termasuk Nabi Besar Muhammad saw.  (QS.15:12; QS.36:31; QS.43:8) – demikian juga di Akhir Zaman ini Sunnatullāh tersebut terjadi para Masih Mau’ud a.s., seakan-akan  para penentang rasul Allah di zaman purbakala tersebut  telah  mewasiatkan  kepada Bani Adam,   sebagaimana halnya wasiat  Allah Swt. mengenai kesinambungan kedatangan rasul Allah di kalangan Bani Adam (QS.7:35-37), sebagaimana firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾  اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾  فَتَوَلَّ عَنۡہُمۡ  فَمَاۤ   اَنۡتَ بِمَلُوۡمٍ  ﴿٭۫﴾  وَّ  ذَکِّرۡ فَاِنَّ  الذِّکۡرٰی تَنۡفَعُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  ﴿﴾
Demikianlah sekali-kali tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!” اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ  --   Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai itu? بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ -- Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka.   Maka berpalinglah dari mereka dan engkau tidak akan tercela.   Dan berilah selalu nasihat karena sesungguhnya nasihat itu bermanfaat bagi  orang-orang  beriman. (Adz-Dzāriyāt [51]:53-56).
     Makna ayat:  اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ -- “Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai itu?    Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka.”  Begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan terhadap  Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani (nabi-nabi Allah) lainnya oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa – termasuk di Akhir Zaman ini   --  sehingga nampaknya orang-orang kafir dari abad tertentu  mewasiatkan tuduhan-tuduhan itu kepada keturunan mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan  dusta   yang sama materinya dan sama cara melakukan kezalimannya  itu, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾     وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ ؕ حَتّٰۤی  اِذَا جَآءَتۡہُمۡ  رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡنَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا اَیۡنَ مَا  کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ  اَنَّہُمۡ  کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.   یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ  --  Wahai Bani Adam,  jika datang kepada kamu  rasul-rasul dari antara kamu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepada kamu, فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, maka tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ --  Dan  orang-orang yang men-dustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya.   فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ --  Maka   siapakah yang lebih zalim daripada  orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap  Allah atau mendustakan Ayat-ayat-Nya? Mereka  akan memperoleh bagian mereka sebagaimana telah ditetapkan, حَتّٰۤی  اِذَا جَآءَتۡہُمۡ  رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡنَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا اَیۡنَ مَا  کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ --  hingga apabila datang kepada mereka utusan-utusan Kami untuk mencabut nyawanya seraya berkata:  Di manakah apa yang biasa kamu seru selain Allah?” قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ  اَنَّہُمۡ  کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ --  Mereka berkata: “Mereka telah lenyap dari kami.” Dan mereka   memberi kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya  mereka adalah  orang-orang kafir. (Al-A’rāf [7]:25-28).

Tanda Langit: Gerhana Bulan dan Matahari Dalam  Bulan Ramadhan  & Tanda Bumi: Unta Akan Ditinggalkan

      Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengemukakan Tanda Ilahi yang terjadi di langit yang mendukung kebenaran pendakwaan beliau sebagai Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama yang berlainan (QS. 77:8-12) yakni misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), beliau a.s. bersabda:
    “Di dalam Barâhin-e-Ahmadiyyah kira-kira 16 tahun yang lalu telah dijelaskan, bahwa Tuhan akan menzahirkan gerhana bulan dan matahari untuk mendukung kebenaranku. Akan tetapi pada saat tanda  tersebut zahir yang sesuai dengan kitab-kitab hadits -- yaitu pada saat kedatangannya akan terjadi gerhana bulan dan matahari di bulan Ramadhan --  namun walaupun demikian para maulvi tetap menyia-nyiakan tanda itu dan mencemoohkannya serta tidak mempedulikan hadits tersebut. Hal berikut inipun terdapat di dalam hadits, bahwa di zaman Al-Masih unta-unta akan ditinggalkan, bahkan kabar ini juga termaktub di dalam Quran Syarif:
وَ  اِذَا الۡعِشَارُ عُطِّلَتۡ
 (dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan – QS.81:4)
      Kini orang-orang di Mekkah dan Madinah sedang menyaksikan satu perubahan hebat sekali, yaitu sedang dipersiapkan kereta api, dan ucapan “selamat tinggal” kepada unta-unta sudah tiba waktunya.  Tetapi mereka belum juga mengambil pelajaran dari Tanda-tanda itu.
      Berikut inipun termaktub di dalam hadits-hadits bahwa di zaman Masih Mau’ud akan tampak bintang  dzus-sinîn (bintang subuh/berekor). Silakan tanya kepada orang-orang  Inggris yang lebih berilmu tentang hal itu, sudah terbitkah bintang  tersebut? Berikut inipun tertulis di dalam hadits bahwa di zaman Masih akan berjangkit wabah tha’un (pes), terjadinya pelarangan haji ke Baitullah. Semuanya telah menjadi nyata.
     Kini, seandainya untukku tidak terjadi gerhana bulan dan matahari di langit maka pasti telah lahir Mahdi yang lain, yang mendakwakan dirinya dengan ilham Tuhan bahwa, “Telah terjadi gerhana bagiku.” Sungguh disesalkan keadaan mereka ini, mereka sedikitpun tidak menghormati firman Tuhan dan sabda Rasul-Nya. Abad kedatanganku telah berlalu 16 tahun, tetapi mujaddid mereka belum juga datang, masih bersembunyi di dalam gua. Mengapa mereka itu bakhil (kikir) padaku. Jika Tuhan tidak menghendaki maka akupun tidak akan datang.”
     Kadangkala terlintas di dalam hatiku, ingin memohon kepada Tuhan agar aku dijauhkan dari tugas ini, dan limpahkanlah urusan ini kepada orang lain. Namun hatiku telah penuh dengan perasaan, bahwa tidak ada dosa lebih berat daripada  menampakkan kepengecutan hati dalam mengemban tugas ini. Seberapa aku ingin mundur ke belakang, sedemikian pula Tuhan menarik aku maju ke depan. Tak semalam pun kulewati yang di dalamnya tidak ada ketenangan, yakni ilham, “Aku selalu berserta engkau dan lasykar Tuhan dari langit selalu menyertai engkau”.

Tuntutan Melakukan Mukjizat Sesuai Keinginan Para Penentang

       Ketakabburan para penentang Masih Mau’ud a.s.  – dalam mendustakan Tanda-tanda serta berbagai mukjizat Ilahi  yang diperlihatkan beliau a.s. -- telah  dilakukan pula sebelumnya oleh para penentang Nabi Besar Muhammad saw. yang mengemukakan berbagai tuntutan  kepada beliau saw. sesuai keinginan hawa-nafsu mereka yang jahil, sebagaimana firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَنۡ نُّؤۡمِنَ لَکَ حَتّٰی تَفۡجُرَ  لَنَا مِنَ  الۡاَرۡضِ  یَنۡۢبُوۡعًا ﴿ۙ﴾  اَوۡ تَکُوۡنَ لَکَ جَنَّۃٌ  مِّنۡ نَّخِیۡلٍ وَّ عِنَبٍ فَتُفَجِّرَ  الۡاَنۡہٰرَ  خِلٰلَہَا تَفۡجِیۡرًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ تُسۡقِطَ السَّمَآءَ کَمَا زَعَمۡتَ عَلَیۡنَا کِسَفًا اَوۡ تَاۡتِیَ بِاللّٰہِ  وَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  قَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾    اَوۡ  یَکُوۡنَ لَکَ بَیۡتٌ مِّنۡ زُخۡرُفٍ اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ ؕ وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ ؕ قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ  ہَلۡ کُنۡتُ  اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا ﴿٪﴾  
Dan mereka berkata: “Kami tidak akan pernah beriman kepada engkau sebelum engkau memancarkan dari bumi sebuah mata air untuk kami;     atau engkau mempunyai kebun kurma dan anggur lalu engkau mengalirkan sungai-sungai yang deras alirannya  di tengah-tengahnya;  atau engkau menjatuhkan ke-pingan-kepingan langit  atas kami sebagaimana telah engkau dakwakan; atau engkau mendatangkan Allah dan para malaikat berhadap-hadapan;  atau engkau mempunyai sebuah rumah dari emas atau engkau naik ke langit, tetapi kami tidak akan pernah mempercayai kenaikan engkau ke langit hingga engkau menurunkan kepada kami sebuah kitab yang kami dapat membacanya.” قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ  ہَلۡ کُنۡتُ  اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا --  Katakanlah: “Maha Suci Rabb-ku (Tuhan-ku), aku tidak lain melainkan seorang manusia  sebagai seorang rasul.”  (Bani Israil [17]:91-94).
          Ketika orang-orang kafir Mekkah terbungkam oleh jawaban-jawaban Al-Quran mengenai pertanyaan-pertanyaan dan keberatan-keberatan mereka  mengenai hakikat ruh dan lain-lain (QS.17:86-90), lalu mereka berputar balik dan menuntut kepada Nabi Besar Muhammad saw.  bahwa jika benar Al-Quran meliputi segala macam ilmu dan  kemajuan,  beliau saw. harus dapat memperlihatkan mukjizat-mukjizat — misalnya membuat beberapa mata air memancar keluar dari bumi, membuat kebun-kebun serta membangun rumah-rumah dari emas bagi diri beliau saw. sendiri, dan sebagainya.
      Sebagai jawaban terhadap tuntutan-tuntutan mereka  yang jauh dari kesopanan itu, orang-orang kafir diberitahu  bahwa tuntutan-tuntutan itu bertalian dengan Allah Swt.  atau  Nabi Besar Muhammad saw.   Tuntutan yang pertama adalah asal omong dan bunyi belaka, sedang Allah Swt.   adalah di atas segala hal yang serampangan semacam itu.

Kelumpuhan Fungsi Indera-indera Ruhani  Orang-orang Kafir

    Adapun mengenai tuntutan-tuntutan mereka yang bertalian dengan  Nabi Besar Muhammad saw.,   tuntutan-tuntutan mereka itu bertentangan dengan kemampuan-kemampuan beliau saw. yang terbatas sebagai seorang manusia dan tidak selaras dengan tugas beliau saw. sebagai seorang rasul Allah, firman-Nya:  قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ  ہَلۡ کُنۡتُ  اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا  -- Katakanlah: “Maha Suci Rabb-ku (Tuhan-ku), aku tidak lain melainkan seorang manusia  sebagai seorang rasul.”  (Bani Israil [17]:91-94).
    Tidak  pernah  ada seorang rasul Allah pun yang  -- dengan izin Allah Swt. – tidak  memperlihatkan Tanda-tanda Ilahi atau mukjizat, terutama Nabi Besar Muhammad saw.,   dan    masalahnya  bukan pada ketidakberadaan mukjizat-mukjizat Ilahi tersebut melainkan terletak pada “kebutaan mata ruhani” para penentang  Rasul Allah (QS.17:73), firman-Nya:
فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ  مُّعَطَّلَۃٍ   وَّ  قَصۡرٍ  مَّشِیۡدٍ ﴿﴾ اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ  اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ فَاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ ﴿﴾ وَ  یَسۡتَعۡجِلُوۡنَکَ بِالۡعَذَابِ وَ لَنۡ یُّخۡلِفَ اللّٰہُ وَعۡدَہٗ ؕ وَ اِنَّ یَوۡمًا عِنۡدَ رَبِّکَ  کَاَلۡفِ  سَنَۃٍ   مِّمَّا  تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾  
Dan berapa banyak kota yang Kami telah  membinasakannya, yang penduduknya sedang berbuat zalim  lalu  dinding-dindingnya  jatuh atas atapnya, dan sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang menjulang tinggi.    Maka apakah mereka tidak berpesiar di bumi, lalu  menjadikan hati mereka memahami dengannya   atau menjadikan telinga  mereka mendengar dengannya? Maka sesungguhnya bukan mata yang buta  tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada.      (Al-Hājj [22]:46-47). 
        Dari ayat ini jelas bahwa orang-orang mati, orang-orang buta, dan orang-orang tuli, yang dibicarakan dalam ayat ini  atau di tempat lain dalam Al-Quran (QS.17:72; QS.20:125-129) adalah orang-orang yang ditilik dari segi ruhani telah mati, buta, dan tuli, firman-Nya:
صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Mereka  tuli, bisu, buta, maka mereka tidak akan kembali.  (Al-Baqarah [2]:19)
Firman-Nya lagi:
وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا کَمَثَلِ الَّذِیۡ یَنۡعِقُ بِمَا لَا یَسۡمَعُ اِلَّا دُعَآءً  وَّ  نِدَآءً ؕ صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ  فَہُمۡ  لَا  یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan perumpamaan  keadaan orang-orang kafir itu seperti  seseorang yang berteriak kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar kecuali hanya panggilan dan seruan belaka.  Mereka tuli, bisu, dan buta, karena itu  mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah [2]:172).  

Para “Penyembah Hawa-nafsunya

         Nabi Besar Muhammad saw.  – dan juga para rasul Allah sebelum beliau  saw.   --   menyampaikan Amanat Allah Swt. kepada orang-orang kafir. Beliau saw. itu penyeru dan mereka mendengar suara beliau saw. tetapi tidak berusaha menangkap maknanya. Kata-kata (seruan) beliau saw. seolah-olah sampai kepada telinga orang tuli dengan berakibat bahwa kemampuan ruhani mereka menjadi sama sekali rusak dan martabat mereka jatuh sampai ke taraf keadaan hewan dan binatang buas (QS.7:180; QS.25:44-45) yang hanya mendengar teriakan si pengembala, tetapi tak mengerti apa yang dikatakannya, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ ذَرَاۡنَا لِجَہَنَّمَ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ۫ۖ  لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah  menjadikan  untuk penghuni  Jahannam  banyak di antara jin dan ins (manusia),   mereka memiliki hati tetapi mereka tidak mengerti dengannya, mereka  memiliki   mata tetapi  mereka tidak melihat dengannya, mereka memiliki telinga  tetapi mereka tidak mendengar dengannya,   اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ    --  mereka itu  seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’raf [7]:180).
   Huruf lam  dalam kalimat لِجَہَنَّمَ  di sini lam ‘aqibat yang menyatakan kesudahan atau akibat. Dengan demikian ayat ini tidak ada hubungannya dengan tujuan kejadian manusia melainkan hanya menyebutkan kesudahan yang patut disesalkan mengenai kehidupan kebanyakan ins (manusia) dan jin (kata jin itu juga mempunyai arti golongan manusia yang istimewa, yakni penguasa-penguasa atau pemuka-pemuka atau orang-orang besar).
   Dari cara mereka menjalani hidup mereka dalam berbuat dosa dan kedurhakaan kepada Allah Swt, dan Rasul Allah nampak seolah-olah mereka telah diciptakan untuk masuk neraka. Firman-Nya lagi:
اَمۡ تَحۡسَبُ اَنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَسۡمَعُوۡنَ اَوۡ یَعۡقِلُوۡنَ ؕ اِنۡ ہُمۡ اِلَّا کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ سَبِیۡلًا ﴿﴾
Ataukah engkau menyangka  bahwa sesungguhnya kebanyakan dari mereka mendengar atau mengerti?  Mereka tidak lain melainkan seperti hewan ternak  bahkan mereka lebih sesat dari jalannya. (Al-Furqān [25]:45).  
         Keinginan-keinginan, lamunan-lamunan, dan khayalan-khayalannya sendiri itulah yang pada umumnya orang puja lebih dari apa pun, dan inilah yang menjadi batu penghalang bagi orang-orang kafir untuk menerima kebenaran. Dalam intelek atau akal   boleh manusia jadi telah jauh maju, sehingga ia tidak membungkukkan diri di hadapan batu-batu dan bintang-bintang,   tetapi ia belum mengatasi pemujaannya terhadap cita-cita, prasangka-prasangka, dan khayalan-khayalannya yang palsu yakni “menyembah hawa-nafsunya”  sendiri (QS.25:44-45; QS.45:24-27).
        Pemujaan berhala-berhala yang bersemayam dalam hatinya itulah yang dicela di sini. Daripada ia memanfaatkan kemampuan-kemampuannya yang dianugerahkan Allah Swt  untuk  berpikir dan mendengar  -- dan yang seharusnya membantu manusia mengenal dan menyadari kebenaran  -- malah ia meraba-raba  dalam kegelapan. Pada saat itu jatuhlah ia ke taraf hidup bagaikan hewan ternak, bahkan lebih rendah daripada itu, sebab hewan ternak tidak diberi kemampuan memilih dan membedakan, sedang manusia diberi daya itu.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  14  Mei     2017








[1] Lihatlah Maulvi Abu Said Muhammad Hussain Batalwi, usaha apa yang telah dilakukan kaki-tangannya untuk melenyapkan aku, dan itu hanyalah pekerjaan yang sia-sia belaka melawan Tuhan. Orang yang telah menyatakan bahwa, “Akulah yang mengangkatnya maka aku pulalah yang menjatuhkannya.”  Tetapi ia pun tahu apa balasan perbuatan yang sia-sia itu. Sungguh disesalkan bahwa dia telah mengucapkan hal-hal yang berkenaan dengan waktu, lalu dalam satu ucapan bohongnya dan mengumandangkan berita  bohong berkenaan masa datang. Siapakah yang telah mengangkat derajatku? Ini adalah suatu ihsanat (kebaikan) Tuhan atas diriku,  tak ada kebaikan seseorang selain itu. Pertama, Dia telah melahirkan aku dalam suatu keturunan yang baik dan menyelamatkan diriku dari setiap keaiban. Kemudian, Dia Sendiri telah berdiri tengah-tengah Jemaatku. Sangat disesalkan, di manakah letak pikiran mereka yang mengucapkan kata-kata yang bertentangan dengan kenyataan, kata-kata yang palsu? Sebenarnya begini,  orang yang bernasib sial itu telah berulang kali menyerangku dari segala penjuru tetapi tak pernah berhasil. Dia menghalang-halangi orang yang hendak bai’at, tetapi kenyataannya beribu-ribu orang telah baiat di tanganku. Dia berusaha menjatuhkan martabatku dengan mengorbankan  dirinya sebagai saksi bagi pendeta-pendeta dalam pengadilan atas tuduhan dusta [berencana melakukan pembunuhan].  Tetapi di saat itu juga dia telah merasakan akibat dari niatnya itu, yaitu menyebarkan berita-berita kotor berkenaan dengan diriku, dan  jawabannya Tuhan Sendirilah yang telah  memberikannya lebih dulu, bukan kehendakku. (Pen).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...