Bismillaahirrahmaanirrahiim
“ARBA’IN”
ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para
Penentang)
Karya
Mirza Ghulam Ahmad
a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.
-- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)
Bagian 23
ARBA’ÎN KE III
KEDEGILAN HATI PARA PENENTANG RASUL AKHIR ZAMAN & CARA-CARA MELAKUKAN PENENTANGAN KEPADA
PARA RASUL ALLAH YANG "DIWARISKAN IBLIS" DI BERBAGAI ZAMAN KENABIAN
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan topik Dimangsa
Kutukan dan Kedustaan Sendiri Secara Hina. Sehubungan dengan hal tersebut Masih
Mau’ud a.s. bersabda mengenai kematian
orang-orang yang sebelumnya meramalkan kehinaan dan kematian Masih Mau’ud a.s.:
“Akan
tetapi setelah terbit tulisan itu
dan sudah meluas diketahui orang banyak,
maka dalam waktu yang sangat singkat
sekali ternyata dialah yang mati terlebih
dulu. Dengan demikian kematiannya telah memberikan
keputusan bahwa siapakah yang sebenarnya pendusta.
Akan tetapi orang-orang itu tidak
mengambil pelajaran dari peristiwa ini, apakah itu bukan merupakan satu mukjizat
yang besar?
Seorang jurnalis
pembela agama menyiarkan berita kematianku,
ternyata dia sendiri yang mati. Demikian pula Maulvi Ismail menerbitkan ramalan kematianku, ternyata dialah yang
telah mati lebih dulu. Maulvi Ghulam Dastegir menerbitkan pula artikel ramalan bahwa kematianku
akan terjadi lebih dulu daripadanya, tetapi kenyataannya dialah yang telah
mati lebih dulu.
Seorang pendeta bernama Hamidullah Peshwari
meramalkan kematianku akan
terjadi dalam 10 bulan lagi, diapun telah mati lebih dulu. Juga Lekh Ram memberitakan bahwa dalam waktu 3
tahun kematianku akan terjadi,
ternyata dialah yang telah mati lebih dahulu. Dengan demikian jelaslah,
bahwa Tuhan walau bagaimanapun Dia
menyempurnakan Tanda-tanda-Nya
dengan menampakkan semua kejadian itu.
Adapun yang
berkenaan dengan diriku, banyak
sedikitnya apa yang telah dilakukan oleh
orang-orang yang tinggi kedudukannya terhadap diriku, semua itu telah nyata,
sedangkan sebagian orang-orang lain itu hanya ikut-ikutan saja. Kehancuran apakah yang mereka
saksikan pada diriku?
Rencana yang menyakiti hati yang model manakah yang belum sampai pada
puncaknya? Apakah di dalam doa-doa busuk tersebut mengalami
kemunduran, atau fatwa pembunuhan tidak sempurna,
atau barangkali ejekan yang menyakiti
hati belum sampai pada kenyataan? Kemudian Tangan manakah yang
menyelamatkan diriku? Jika aku pendusta maka Tuhan sendiri yang akan menghancurkanku.
“Makar Tandingan”
Allah Swt. Senantiasa Menggungguli “Makar Buruk” Para Penentang Rasul Allah
Jadi, biarkanlah manusia yang membuatnya, sebab Tuhan selalu
menghapuskannya.[1] Inilah tanda-tanda
pendusta yang Quran Syarif sendiri memberikan kesaksiannya, langit pun mendukungnya serta akal juga
menerimanya. Mereka yang meramalkan kematian orang lain tetapi justru mereka sendiri yang mati.”
Jadi, berkenaan
dengan wahyu-wahyu
Ilahi yang diterima Masih Mau’ud a.s. -- dalam kapasitasnya sebagai Rasul
Akhir Zaman (QS.61:10) -- Allah Swt. menghindarkan
atau mengecualikan beliau a.s. dari ketentuan firman-Nya berikut
ini bagi para pendakwa palsu:
فَلَاۤ اُقۡسِمُ بِمَا تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ
مَا لَا تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ اِنَّہٗ لَقَوۡلُ رَسُوۡلٍ
کَرِیۡمٍ ﴿ۚۙ﴾ وَّ مَا ہُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍ ؕ
قَلِیۡلًا مَّا تُؤۡمِنُوۡنَ﴿ۙ﴾ وَ لَا بِقَوۡلِ کَاہِنٍ ؕ قَلِیۡلًا مَّا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ
مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
وَ لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا بَعۡضَ
الۡاَقَاوِیۡلِ ﴿ۙ﴾ لَاَخَذۡنَا مِنۡہُ بِالۡیَمِیۡنِ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ لَقَطَعۡنَا مِنۡہُ الۡوَتِیۡنَ ﴿۫ۖ﴾ فَمَا
مِنۡکُمۡ مِّنۡ اَحَدٍ عَنۡہُ حٰجِزِیۡنَ
﴿﴾
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat,
dan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya
Al-Quran itu benar-benar firman
yang disampaikan seorang Rasul
mulia, dan bukanlah Al-Quran itu
perkataan seorang penyair, sedikit sekali apa yang kamu percayai. Dan bukanlah
ini perkataan ahlinujum, sedikit sekali kamu mengambil nasihat. Al-Quran
adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb
(Tuhan) seluruh alam. وَ لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا بَعۡضَ
الۡاَقَاوِیۡلِ -- Dan seandainya
ia mengada-adakan sebagian perkataan
atas nama Kami, لَاَخَذۡنَا مِنۡہُ
بِالۡیَمِیۡنِ -- niscaya
Kami akan menangkap dia dengan tangan
kanan, ثُمَّ لَقَطَعۡنَا مِنۡہُ الۡوَتِیۡنَ -- kemudian niscaya Kami memotong urat nadinya, فَمَا مِنۡکُمۡ مِّنۡ اَحَدٍ
عَنۡہُ حٰجِزِیۡنَ -- dan tidak
ada seorang pun di antara kamu dapat mencegah itu darinya (Al-Hāqqah [69]:39-48). Lihat pula QS.6:22 & 94; QS.7:38;
QS.10:18; QS.11:19; QS.40:29).
Kematian dan
Kehinaan Para Penentang yang Sangat
Jelas & Kematian Deputy Abdullah
Atham
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menerangkan kematian
Abdullah Atham, seorang pendeta Kristen yang sebelumnya seorang Muslim, yang karena mulutnya yang sangat kotor dalam menghujat
Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad saw.
lalu ditantang melakukan “mubahalah” (tanding doa) oleh Masih Mau’ud a.s. tetapi ia menolak, namun demikian – dengan syarat
ia bertaubat dari keburukannya – Masih Mau’ud a.s. atas petunjuk Allah Swt. telah meramalkan kematiannya dalam jangka waktu
tertentu.
Namun dalam kenyataan ketika jangka-waktu
yang ditentukan -- mengenai kematian
Abdullah Atham telah lewat -- ia
masih hidup, lalu tersebar tuduhan (hujatan) bahwa nubuatan
Masih Mau’ud a.s. tentang kematiannya
terbukti gagal. Terhadap hujatan dusta tersebut Masih Mau’ud a.s.
menjelaskan bahwa penangguhan kematian Abdullah
Atham tersebut karena akibat ketakutannya
oleh nubuatan
tersebut, ia benar-benar berhenti dari melakukan hujatan terhadap Al-Quran
dan Nabi Besar Muhammad saw.
Namun demikian ‘Abdullah Atham – sekali
pun diminta untuk bersumpah bahwa ia
sementara waktu “telah bertaubat”
dari melakukan hujatan – tetapi ia menolak melakukan pernyataan terbuka mengenai
“taubat sementaranya” tersebut,
akhirnya kematian mencengkram Abdullah Atham, yakni seperti halnya dengan para penentang sebelumnya
ia lebih dulu mati daripada Masih
Mau’ud a.s., sekali pun usianya
jauh lebih muda. Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:
“Sekali-kali
aku tidak
yakin jika dikatakan, bahwa ada musuh
para AhluLlah dan Ahlulhaq setelah zaman
Rasulullah saw., mereka itu mendapat
kehinaan
serta kekalahan yang demikian jelas dan terang,
sebagaimana musuh-musuhku menerima kehinaan
dan kekalahan. Jika mereka menghinaku
maka mereka sendiri yang terhina.
Jika mereka menyerangku dengan
berkata, “Balasan kebenaran dan
kedustaan orang ini adalah dia akan
mati lebih dulu daripada kami” maka mereka sendiri yang telah mati lebih dulu.
Tidak lama
setelah buku Maulvi Ghulam Dastegir
tersebar luas, maka lihatlah betapa beraninya ia menulis bahwa, “Di antara kami berdua barangsiapa yang berdusta maka ia akan
mati lebih dulu!” Dan bagaimana kenyataannya? Maulvi Ghulam Dastegir yang telah mati lebih dulu.
Dari sini jelaslah bahwa barangsiapa meramalkan kematianku dengan berdoa kepada Tuhan bahwa, “Barangsiapa di antara kami berdusta maka dia akan mati lebih dulu”,
tetapi pada akhirnya mereka sendirilah
yang telah mati. Bukan satu atau
dua orang yang telah berkata
demikian, bahkan lima orang, dan semuanya telah mati.
Hasilnya
bagi para maulvi yang ada seperti Maulvi Muhammad Hussain Batalwi, Maulvi Abdul Jabbar Ghaznawi tsuma
Amrirsari, Maulvi Pir Meher Alisyah Golrawi, Rasyid Ahmad Ganggohi, Nazir Hussain Dehlewi, Rasul Baba Amrisari, Mansya Ilahi Bakhs, akuntan, dan Hafiz Muhammad Yusuf Zillah Daru-Naher,
mereka belum mengambil pelajaran dan rasa
takut kepada Tuhan dan bertaubat. Memang benar, dengan
adanya contoh kejadian semacam itu semangat
orang-orang tersebut menjadi pudar dan takut
dengan pernyataan tertulis semacam itu.
Falan-
yaktub bimitsli hâdza bimâ qaddamatil- amtsâl
(Maka tidak
pernah ada contoh seperti itu sebelum contoh
ini)
Banyak mukjizat
seperti ini. Mereka yang meramalkan kematianku ternyata mereka sendiri yang telah mati lebih dulu.
Ketika mengadakan dialog dengan Deputy Atham di hadapan 60 orang aku
berkata, “Di antara kita berdua,
barangsiapa yang berdusta maka dia akan mati lebih dulu”, maka Atham pun telah memberikan kesaksian akan kebenaranku, ia telah mati lebih dulu dariku.”
Menentukan “Batas Waktu” Kematian
Sekehendak Hati
Selanjutnya Masih
Mau’ud a.s. menerangkan mengenai kejahilan
lainnya dari para penentang beliau
yang menuntut penetapan “batas waktu” yang pasti dari nubuatan yang beliau a.s. kemukakan
mengenai kematian seseorang:
“Aku prihatin akan keadaan mereka itu,
dimanakah derajat mereka? Jika
mereka meminta suatu tanda, mereka seenaknya
berkata, “Bacalah doa ini,
semoga di antara kita mati dalam waktu 7 hari ini”, mereka tidak mau
mengerti dan tak peduli akan batas-batas waktu peraturan Tuhan,
firman-Nya:
وَ
لَا تَقۡفُ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ؕ 4
(Janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak mengetahui ilmu tentangnya - Qs.17:37).
Dan Dia berfirman kepada Rasulullah saw.:
وَ
لَا تَقُوۡلَنَّ لِشَایۡءٍ اِنِّیۡ فَاعِلٌ ذٰلِکَ غَدًا
(Dan jangan
sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu,
"Sesungguhnya aku akan
mengerjakan ini besok” – Qs.18:24).
Kemudian, jika Nabi Muhammad saw. sendiri tidak
dapat menentukan waktu dalam satu hari, maka bagaimana mungkin aku dapat menetapkan waktu 7 hari? Dalam hal ini Maulvi Ghulam Dategir masih lebih baik daripada orang-orang bodoh tersebut, sebab dia tidak menulis ketentuan waktu di dalam bukunya, dia hanya
berdoa, “Ya Tuhan jika aku ini tidak
benar dalam mendustai Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani maka matikanlah aku lebih
dulu daripadanya, dan seandainya Mirza Ghulam Ahmad Qadiyani dusta maka
matkanlah dia lebih dulu daripadaku!”
Tak lama
sesudah itu Tuhan pun telah mencabut nyawanya. Lihatlah, betapa jelas dan bersihnya ketetapan Tuhan. Jika ada yang membantah keputusan itu silakan mengujinya.
Ingatlah, jangan berbuat lancang melakukan sesuatu yang berlawanan dengan
ayat: وَ
لَا تَقُوۡلَنَّ لِشَایۡءٍ -- “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan
tentang sesuatu”, sebab keinginan
berbuat curang jelas berbau busuk keingkaran.
Seperti
itu pula Maulvi Muhammad Ismail
berdoa kepada Tuhan, “Di antara kami
berdua yang berdusta akan mati lebih dulu”, maka Tuhan pun telah mencabut nyawanya. Dan bagi seorang Muslim yang takut kepada Tuhan cukuplah untuk mereka kematian para maulvi akibat doa
semacam itu. Tetapi bagi yang
berhati kotor hal semacam itu belumlah cukup.
Tidak syak
lagi bahwa mungkin Aligar memang
cukup jauh bagi penduduk Punjab, banyak
yang tidak tahu nama Maulvi Ismail,
akan tetapi penduduk daerah Kasur,
Lahore tidaklah jauh, dan mereka pasti
mengenal Maulvi Ghulam Dastegir Kasuri,
dan mungkin telah membaca bukunya
itu, lalu mengapa mereka tidak takut kepada Tuhan, apakah dia tidak mati? Dan apakah kematian Maulvi Ghulam Dastegir akan dijadikan tuduhan seperti kematian Lekh Ram? Laknat Tuhan bagi pendusta tidak hanya satu masa saja tetapi hingga Hari Kiamat.
Dapatkah kutu-kutu busuk bakteri dunia memberikan suatu kabar gaib yang
tak terbantahkan seperti halnya para
Rasul Tuhan memberi kabar? Apakah yang diketahui oleh seorang pencuri ketika dia mencuri, apakah dia akan berhasil mencuri ataukah dia akan masuk penjara? Apakah dia memberi kabar gaib kepada dunia di hadapan musuh-musuh akan
keberhasilannya?
Contohnya, kabar tentang kematian Lekh
Ram yang bersamanya diterangkan
pula tanggal, hari,
dan waktunya. Apakah itu pekerjaan
orang jahat? Pendeknya, pikiran
dan pengertian para maulvi
tersebut tertutup oleh batu. Mereka tidak mengambil pelajaran sedikitpun dari suatu tanda Ilahi itu.”
Tanda-tanda
Kebenaran Masih Mau’ud a.s. & Saling Mewasiatkan
Cara Iblis Melakukan Penentangan Kepada
Adam (Khalifah Allah - Rasul Allah)
Sungguh
benar pernyataan Allah Swt. dalam
berbagai ayat Al-Quran bahwa tanda utama kebenaran pendakwaan Rasul Allah adalah senantiasa mendapat penentangan dari kaumnya -- termasuk Nabi
Besar Muhammad saw. (QS.15:12;
QS.36:31; QS.43:8) – demikian juga di Akhir
Zaman ini Sunnatullāh tersebut
terjadi para Masih Mau’ud a.s.,
seakan-akan para penentang rasul Allah di
zaman purbakala tersebut telah mewasiatkan kepada Bani
Adam, sebagaimana halnya wasiat Allah Swt. mengenai kesinambungan kedatangan rasul Allah di kalangan Bani Adam (QS.7:35-37), sebagaimana firman-Nya
kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
کَذٰلِکَ مَاۤ اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا
قَالُوۡا سَاحِرٌ اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾ اَتَوَاصَوۡا
بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾ فَتَوَلَّ
عَنۡہُمۡ فَمَاۤ اَنۡتَ بِمَلُوۡمٍ ﴿٭۫﴾ وَّ ذَکِّرۡ فَاِنَّ الذِّکۡرٰی تَنۡفَعُ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Demikianlah
sekali-kali tidak pernah datang kepada
orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!” اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ
طَاغُوۡنَ -- Adakah
mereka saling mewasiatkan mengenai
itu? بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ -- Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka. Maka berpalinglah dari mereka dan engkau tidak akan tercela. Dan berilah selalu nasihat karena sesungguhnya nasihat itu bermanfaat
bagi orang-orang beriman. (Adz-Dzāriyāt [51]:53-56).
Makna ayat: اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ -- “Adakah mereka saling
mewasiatkan mengenai itu? Tidak,
bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka.” Begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani (nabi-nabi Allah) lainnya
oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa
– termasuk di Akhir Zaman ini -- sehingga nampaknya orang-orang kafir dari abad
tertentu mewasiatkan tuduhan-tuduhan itu kepada keturunan mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan dusta yang sama
materinya dan sama cara melakukan
kezalimannya itu, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ فَاِذَا جَآءَ
اَجَلُہُمۡ لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ
سَاعَۃً وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ
اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ
ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ
﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی
اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ
ؕ اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ ؕ حَتّٰۤی اِذَا جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡنَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا
اَیۡنَ مَا کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ اَنَّہُمۡ
کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan
bagi tiap-tiap umat ada batas waktu,
maka apabila telah datang batas
waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.
یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ
یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ -- Wahai Bani
Adam, jika datang kepada kamu rasul-rasul dari antara kamu
yang menceritakan Ayat-ayat-Ku kepada kamu, فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ
عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ
-- maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, maka tidak akan ada ketakutan menimpa mereka
dan tidak pula mereka akan bersedih hati.
وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا
وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ
اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- Dan orang-orang yang men-dustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling darinya,
mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی
اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ
ؕ اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ -- Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah atau mendustakan Ayat-ayat-Nya? Mereka
akan memperoleh bagian mereka sebagaimana telah ditetapkan, حَتّٰۤی اِذَا جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡنَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا
اَیۡنَ مَا کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ -- hingga apabila datang kepada mereka utusan-utusan Kami untuk mencabut nyawanya
seraya berkata: ”Di manakah apa yang biasa kamu seru
selain Allah?” قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی
اَنۡفُسِہِمۡ اَنَّہُمۡ کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ -- Mereka berkata: “Mereka telah lenyap dari kami.” Dan mereka memberi kesaksian terhadap diri
mereka sendiri bahwa sesungguhnya mereka adalah
orang-orang kafir. (Al-A’rāf [7]:25-28).
Tanda Langit: Gerhana Bulan dan Matahari Dalam Bulan Ramadhan & Tanda Bumi: Unta Akan Ditinggalkan
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengemukakan Tanda
Ilahi yang terjadi di langit yang
mendukung kebenaran pendakwaan beliau
sebagai Rasul Akhir Zaman yang
kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama yang berlainan (QS. 77:8-12) yakni misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), beliau a.s. bersabda:
“Di dalam Barâhin-e-Ahmadiyyah
kira-kira 16 tahun yang lalu telah dijelaskan, bahwa Tuhan akan menzahirkan gerhana bulan dan matahari untuk mendukung kebenaranku.
Akan tetapi pada saat tanda
tersebut zahir yang sesuai dengan kitab-kitab hadits -- yaitu pada saat kedatangannya akan
terjadi gerhana bulan dan matahari di bulan Ramadhan -- namun walaupun
demikian para maulvi tetap
menyia-nyiakan tanda itu
dan mencemoohkannya serta tidak
mempedulikan hadits tersebut. Hal berikut inipun terdapat di dalam hadits, bahwa di zaman Al-Masih
unta-unta akan ditinggalkan, bahkan kabar ini juga termaktub di dalam
Quran Syarif:
وَ
اِذَا الۡعِشَارُ عُطِّلَتۡ
(dan
apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan – QS.81:4)
Kini orang-orang di Mekkah dan Madinah sedang menyaksikan satu perubahan hebat sekali, yaitu sedang dipersiapkan kereta api,
dan ucapan “selamat tinggal” kepada unta-unta sudah tiba
waktunya. Tetapi mereka belum juga mengambil pelajaran dari Tanda-tanda itu.
Berikut
inipun termaktub di dalam hadits-hadits bahwa di zaman Masih Mau’ud
akan tampak bintang dzus-sinîn (bintang
subuh/berekor). Silakan tanya kepada
orang-orang Inggris yang lebih berilmu tentang hal
itu, sudah terbitkah bintang tersebut? Berikut inipun tertulis di dalam hadits bahwa di zaman Masih akan
berjangkit wabah tha’un
(pes), terjadinya pelarangan haji ke Baitullah.
Semuanya telah menjadi nyata.
Kini,
seandainya untukku tidak terjadi
gerhana bulan dan matahari
di langit maka pasti telah lahir Mahdi
yang lain, yang mendakwakan dirinya dengan ilham
Tuhan bahwa, “Telah terjadi
gerhana bagiku.” Sungguh disesalkan
keadaan mereka ini, mereka sedikitpun
tidak menghormati firman Tuhan dan sabda
Rasul-Nya. Abad kedatanganku
telah berlalu 16 tahun, tetapi mujaddid mereka belum juga datang,
masih bersembunyi di dalam gua.
Mengapa mereka itu bakhil (kikir)
padaku. Jika Tuhan tidak menghendaki
maka akupun tidak akan datang.”
Kadangkala terlintas di dalam hatiku, ingin memohon kepada Tuhan agar aku dijauhkan dari tugas ini, dan limpahkanlah
urusan ini kepada orang lain. Namun hatiku
telah penuh dengan perasaan, bahwa tidak
ada dosa lebih berat daripada menampakkan
kepengecutan hati dalam
mengemban tugas ini.
Seberapa aku ingin mundur ke belakang,
sedemikian pula Tuhan menarik aku maju ke depan. Tak semalam pun kulewati yang di
dalamnya tidak ada ketenangan, yakni ilham,
“Aku
selalu berserta engkau dan lasykar Tuhan dari langit selalu menyertai engkau”.
Tuntutan Melakukan Mukjizat
Sesuai Keinginan Para Penentang
Ketakabburan
para penentang Masih Mau’ud a.s. – dalam mendustakan
Tanda-tanda serta berbagai mukjizat Ilahi yang diperlihatkan
beliau a.s. -- telah dilakukan pula sebelumnya oleh para penentang Nabi Besar Muhammad saw. yang mengemukakan
berbagai tuntutan kepada beliau saw. sesuai keinginan hawa-nafsu mereka yang jahil, sebagaimana firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَنۡ نُّؤۡمِنَ لَکَ حَتّٰی
تَفۡجُرَ لَنَا مِنَ الۡاَرۡضِ
یَنۡۢبُوۡعًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ
تَکُوۡنَ لَکَ جَنَّۃٌ مِّنۡ نَّخِیۡلٍ
وَّ عِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الۡاَنۡہٰرَ خِلٰلَہَا تَفۡجِیۡرًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ تُسۡقِطَ
السَّمَآءَ کَمَا زَعَمۡتَ عَلَیۡنَا کِسَفًا اَوۡ تَاۡتِیَ بِاللّٰہِ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ قَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ یَکُوۡنَ لَکَ بَیۡتٌ مِّنۡ زُخۡرُفٍ اَوۡ
تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ ؕ وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ
عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ ؕ قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ ہَلۡ کُنۡتُ
اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا ﴿٪﴾
Dan mereka
berkata: “Kami tidak akan pernah beriman
kepada engkau sebelum engkau
memancarkan dari bumi sebuah mata air untuk kami; atau engkau
mempunyai kebun kurma dan anggur lalu engkau
mengalirkan sungai-sungai yang deras alirannya di tengah-tengahnya; atau engkau
menjatuhkan ke-pingan-kepingan langit
atas kami sebagaimana telah
engkau dakwakan; atau engkau
mendatangkan Allah dan para malaikat berhadap-hadapan; atau engkau
mempunyai sebuah rumah dari emas atau engkau
naik ke langit, tetapi kami tidak akan
pernah mempercayai kenaikan engkau ke langit hingga engkau menurunkan kepada kami sebuah kitab
yang kami dapat membacanya.” قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ ہَلۡ کُنۡتُ
اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا -- Katakanlah: “Maha Suci Rabb-ku (Tuhan-ku), aku tidak lain melainkan seorang manusia sebagai seorang rasul.” (Bani
Israil [17]:91-94).
Ketika orang-orang kafir Mekkah terbungkam oleh jawaban-jawaban Al-Quran mengenai pertanyaan-pertanyaan dan keberatan-keberatan
mereka mengenai hakikat ruh dan lain-lain (QS.17:86-90), lalu mereka berputar balik dan menuntut kepada Nabi Besar Muhammad saw. bahwa jika benar Al-Quran meliputi segala macam ilmu dan kemajuan,
beliau saw. harus dapat
memperlihatkan mukjizat-mukjizat —
misalnya membuat beberapa mata air memancar keluar dari bumi, membuat
kebun-kebun serta membangun rumah-rumah dari emas bagi diri beliau saw. sendiri,
dan sebagainya.
Sebagai jawaban
terhadap tuntutan-tuntutan mereka yang jauh dari kesopanan itu, orang-orang kafir diberitahu bahwa tuntutan-tuntutan
itu bertalian dengan Allah Swt. atau Nabi Besar Muhammad saw. Tuntutan yang pertama adalah asal omong dan bunyi belaka, sedang Allah Swt. adalah di atas segala hal yang serampangan semacam itu.
Kelumpuhan Fungsi Indera-indera Ruhani Orang-orang Kafir
Adapun mengenai tuntutan-tuntutan mereka yang bertalian dengan Nabi Besar Muhammad saw., tuntutan-tuntutan mereka itu bertentangan dengan kemampuan-kemampuan beliau saw. yang terbatas sebagai seorang manusia
dan tidak selaras dengan tugas beliau saw. sebagai seorang rasul Allah, firman-Nya: قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ ہَلۡ کُنۡتُ
اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا -- Katakanlah: “Maha Suci Rabb-ku (Tuhan-ku), aku
tidak lain melainkan seorang manusia
sebagai seorang rasul.” (Bani Israil [17]:91-94).
Tidak pernah
ada seorang rasul Allah pun
yang -- dengan izin Allah Swt. –
tidak memperlihatkan Tanda-tanda Ilahi atau mukjizat, terutama Nabi Besar Muhammad saw.,
dan masalahnya bukan pada
ketidakberadaan mukjizat-mukjizat Ilahi tersebut
melainkan terletak pada “kebutaan mata
ruhani” para penentang Rasul Allah (QS.17:73), firman-Nya:
فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ
بِئۡرٍ مُّعَطَّلَۃٍ وَّ
قَصۡرٍ مَّشِیۡدٍ ﴿﴾ اَفَلَمۡ
یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ فَاِنَّہَا
لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ وَ لٰکِنۡ تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ
﴿﴾ وَ یَسۡتَعۡجِلُوۡنَکَ
بِالۡعَذَابِ وَ لَنۡ یُّخۡلِفَ اللّٰہُ وَعۡدَہٗ ؕ وَ اِنَّ یَوۡمًا عِنۡدَ
رَبِّکَ کَاَلۡفِ سَنَۃٍ
مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dan berapa banyak kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya
sedang berbuat zalim lalu dinding-dindingnya jatuh
atas atapnya, dan sumur yang
telah ditinggalkan dan istana
yang menjulang tinggi. Maka apakah mereka tidak berpesiar di bumi, lalu menjadikan
hati mereka memahami dengannya atau
menjadikan telinga mereka mendengar dengannya? Maka sesungguhnya bukan mata yang buta tetapi yang
buta adalah hati yang ada dalam dada. (Al-Hājj
[22]:46-47).
Dari ayat ini jelas bahwa orang-orang mati, orang-orang buta, dan orang-orang tuli,
yang dibicarakan dalam ayat ini atau di
tempat lain dalam Al-Quran (QS.17:72; QS.20:125-129) adalah orang-orang yang ditilik dari segi ruhani telah mati, buta, dan tuli, firman-Nya:
صُمٌّۢ
بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ۙ﴾
Mereka tuli, bisu, buta, maka mereka tidak akan kembali. (Al-Baqarah
[2]:19)
Firman-Nya lagi:
وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا
کَمَثَلِ الَّذِیۡ یَنۡعِقُ بِمَا لَا یَسۡمَعُ اِلَّا دُعَآءً وَّ نِدَآءً ؕ صُمٌّۢ بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan perumpamaan
keadaan orang-orang kafir itu seperti seseorang yang berteriak kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar
kecuali hanya panggilan dan
seruan belaka. Mereka
tuli, bisu, dan buta,
karena itu mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah [2]:172).
Para “Penyembah Hawa-nafsunya”
Nabi Besar Muhammad saw. – dan juga para rasul Allah sebelum beliau
saw. -- menyampaikan Amanat Allah Swt. kepada orang-orang
kafir. Beliau saw. itu penyeru dan mereka mendengar suara beliau saw. tetapi tidak berusaha menangkap maknanya. Kata-kata (seruan)
beliau saw. seolah-olah sampai kepada telinga
orang tuli dengan berakibat bahwa kemampuan
ruhani mereka menjadi sama sekali rusak
dan martabat mereka jatuh sampai ke taraf keadaan hewan dan binatang buas (QS.7:180; QS.25:44-45)
yang hanya mendengar teriakan si pengembala, tetapi tak mengerti apa yang dikatakannya, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ ذَرَاۡنَا لِجَہَنَّمَ
کَثِیۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ۫ۖ
لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا
یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ
بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah menjadikan untuk penghuni Jahannam
banyak di antara jin dan
ins (manusia), mereka memiliki hati tetapi mereka
tidak mengerti dengannya, mereka memiliki
mata tetapi mereka tidak melihat dengannya, mereka memiliki telinga tetapi mereka tidak mendengar dengannya, اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ
اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ -- mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’raf [7]:180).
Huruf lam
dalam kalimat لِجَہَنَّمَ di sini lam ‘aqibat yang
menyatakan kesudahan atau akibat. Dengan demikian ayat ini tidak
ada hubungannya dengan tujuan kejadian
manusia melainkan hanya menyebutkan kesudahan yang patut disesalkan mengenai
kehidupan kebanyakan ins
(manusia) dan jin (kata jin itu juga mempunyai arti golongan manusia
yang istimewa, yakni penguasa-penguasa atau pemuka-pemuka atau orang-orang
besar).
Dari cara
mereka menjalani hidup mereka dalam berbuat dosa dan kedurhakaan kepada Allah Swt, dan Rasul Allah nampak seolah-olah mereka telah diciptakan untuk masuk neraka. Firman-Nya lagi:
اَمۡ تَحۡسَبُ
اَنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَسۡمَعُوۡنَ اَوۡ یَعۡقِلُوۡنَ ؕ اِنۡ ہُمۡ اِلَّا
کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ سَبِیۡلًا ﴿﴾
Ataukah engkau menyangka bahwa sesungguhnya kebanyakan dari mereka mendengar atau mengerti? Mereka tidak lain melainkan seperti hewan ternak bahkan mereka
lebih sesat dari jalannya. (Al-Furqān [25]:45).
Keinginan-keinginan, lamunan-lamunan, dan khayalan-khayalannya sendiri itulah yang pada umumnya orang puja lebih dari apa pun, dan inilah yang
menjadi batu penghalang bagi
orang-orang kafir untuk menerima kebenaran. Dalam intelek atau akal boleh manusia jadi telah jauh maju, sehingga
ia tidak membungkukkan diri di
hadapan batu-batu dan bintang-bintang, tetapi ia belum mengatasi pemujaannya terhadap cita-cita, prasangka-prasangka, dan khayalan-khayalannya
yang palsu yakni “menyembah hawa-nafsunya” sendiri (QS.25:44-45; QS.45:24-27).
Pemujaan berhala-berhala yang bersemayam dalam hatinya itulah yang dicela
di sini. Daripada ia memanfaatkan
kemampuan-kemampuannya yang dianugerahkan
Allah Swt untuk berpikir dan mendengar -- dan yang seharusnya membantu manusia mengenal dan menyadari
kebenaran -- malah ia meraba-raba dalam kegelapan.
Pada saat itu jatuhlah ia ke taraf hidup
bagaikan hewan ternak, bahkan lebih rendah daripada itu, sebab hewan ternak tidak diberi kemampuan memilih dan membedakan, sedang manusia diberi daya itu.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 14 Mei 2017
[1] Lihatlah Maulvi
Abu Said Muhammad Hussain Batalwi, usaha apa yang telah dilakukan
kaki-tangannya untuk melenyapkan aku, dan itu hanyalah pekerjaan yang sia-sia
belaka melawan Tuhan. Orang yang telah menyatakan bahwa, “Akulah yang mengangkatnya maka aku pulalah yang menjatuhkannya.” Tetapi ia pun tahu apa balasan perbuatan yang
sia-sia itu. Sungguh disesalkan bahwa dia telah mengucapkan hal-hal yang
berkenaan dengan waktu, lalu dalam satu
ucapan bohongnya dan mengumandangkan berita bohong berkenaan masa datang. Siapakah
yang telah mengangkat derajatku? Ini adalah suatu ihsanat
(kebaikan) Tuhan atas diriku, tak ada kebaikan seseorang selain itu.
Pertama, Dia telah melahirkan aku dalam suatu keturunan yang baik dan
menyelamatkan diriku dari setiap keaiban. Kemudian, Dia Sendiri telah berdiri
tengah-tengah Jemaatku. Sangat disesalkan, di manakah letak pikiran mereka yang
mengucapkan kata-kata yang bertentangan dengan kenyataan, kata-kata yang palsu?
Sebenarnya begini, orang yang bernasib
sial itu telah berulang kali menyerangku dari segala penjuru tetapi tak pernah
berhasil. Dia menghalang-halangi orang yang hendak bai’at, tetapi kenyataannya
beribu-ribu orang telah baiat di tanganku. Dia berusaha menjatuhkan martabatku
dengan mengorbankan dirinya sebagai saksi
bagi pendeta-pendeta dalam pengadilan atas tuduhan dusta [berencana
melakukan pembunuhan]. Tetapi di saat
itu juga dia telah merasakan akibat dari niatnya itu, yaitu menyebarkan
berita-berita kotor berkenaan dengan diriku, dan jawabannya Tuhan Sendirilah yang
telah memberikannya lebih dulu, bukan
kehendakku. (Pen).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar