Selasa, 02 Mei 2017

Hakikat Sebutan "Imam Mahdi a.s." dan "Al-Masih Mau'ud a.s." Kepada "Rasul Akhir Zaman" Dalam Mewujudkan "Kejayaan Islam" Kedua Kali Tanpa Kekerasan & Hubungan "Guru" dan "Murid" Antara Allah Swt. dengan "Adam" (Khalifah Allah)



Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 16

ARBA’ÎN KE II

 HAKIKAT SEBUTAN IMAM MAHDI A.S. DAN AL-MASIH MAU’UD A.S. KEPADA RASUL AKHIR ZAMAN  DALAM   MEWUJUDKAN KEJAYAAN ISLAM KEDUA KALI  TANPA KEKERASAN  &  HUBUNGAN "GURU" DAN "MURID" ANTARA ALLAH SWT. DENGAN ADAM (KHALIFAH ALLAH)         

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya   telah dikemukakan topik  Hakikat Pengucapan “Salam” (‘Alaihis- Salām) & Penyampaian Ucapan  “Salām” dari Nabi Besar Muhammad saw..
         Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengomentari      penyebutan “salām” yang disalah-tafsirkan oleh orang-orang yang fanatik buta dan jahil:
     “Sebagian orang juga tanpa pengetahuan apa-apa ikut menentangku, mereka mengatakan “Jemaat orang itu mengucapkan ‘alayhi shalatu wa salâm atasnya, padahal perbuatan itu adalah haram!” Maka jawabnya  karena aku adalah Masih Mau’ud a.s., dan orang-orang mengucapkan doa dan salam, karena dari satu segi adalah perintah Rasulullah saw.  bahwa, “Barangsiapa bertemu dengannya atau mengetahuinya (Masih Mau’ud) maka sampaikanlah salamku kepadanya”.
      Ratusan lafaz yang menerangkan salam dan doa kepada Masih Mau’ud  terdapat  pada hadits-hadits dan riwayat para muhaddits. Kemudian jika kepada para nabi dikatakan ‘alayhi salâm, kepada para sahabah dikatakan radhiallâhu ‘anhu, lalu jika Allah Sendiri mengucapkan atasku nabi ‘alayhi salâm, lalu kenapa pula para pengikutku diharamkan mengucapkan lafaz  tersebut?
       Padahal di dalam  Quran Syarif atas semua mukmin umumnya lafaz salam dan doa itu ada. Dan ketika Maulvi Muhammad Hussain Batalwi -- pemimpin para penentang -- menulis review (tanggapan) tentang buku Barâhin-e-Ahmadiyyah, cobalah tanyakan apakah ia membaca ilham berikut ini atau tidak, yang tertulis pada halaman 242 dalam buku tersebut:
As-hābus- suffah wa mā  adrāka mā  as-hābus- suffah, tarā  ‘ayunahum  tahfīdhu mina dam-‘i yushallūna  ‘alayka,   Rabbanā innanā  sami’nā  munādiyan- yunādi lil īmāni wa dā’iyan ilallāhi, wa sirājan- munīrān.
Terjemah bebasnya:
Ingatlah penghuni Suffah, apakah yang  engkau ketahui tentangnya? Betapa tinggi derajatnya dan betapa mulia iradahnya (kehendaknya). Hai penghuni suffah, engkau  akan menyaksikan air mata mengalir dari mata mereka dan mereka akan mendoakan[1]  engkau dan berkata, “Wahai Rabb-ku (Tuhan-ku),  kami telah mendengar seorang penyeru, yakni kami telah beriman kepadanya dan taat kepada ucapannya. Seruannya berbunyi: “Kuatkanlah iman kamu pada Allah”. Dia adalah Penyeru dari Allah, dan  dia adalah Pelita penerang yang bercahaya.”

Allah Swt. dan Para Malaikat Mengirim “Shalawat” Kepada Orang-orang Beriman

         Perhatikanlah, hamba yang baik adalah yang mengirimkan shalawat dan doa atasku, dan tanyakanlah kepada Maulwi Muhammad Hussain Batalwi, mengapa kalau memang hal itu harus ditentang, tetapi ketika menulis review (tanggapan) tersebut ia tidak menyanggahnya? Bahkan satu protes yang lebih keras daripada itu bisa diajukan, yaitu kalimat  “Penyeru dari Allah” dan “Pelita penerang”, kedua gelar tersebut adalah diberikan kepada Rasulullah saw. di dalam Quran Syarif. Kemudian  kedua gelar itu pulalah yang telah diberikan kepadaku.”
       Ada pun yang dimaksud oleh Masih Mau’ud a.s. mengenai gelar kepada Nabi Besar Muhammad saw. tersebut  adalah dalam  firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ یُصَلِّیۡ عَلَیۡکُمۡ وَ مَلٰٓئِکَتُہٗ لِیُخۡرِجَکُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ ؕ وَ کَانَ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَحِیۡمًا ﴿﴾  تَحِیَّتُہُمۡ یَوۡمَ یَلۡقَوۡنَہٗ سَلٰمٌ ۖۚ وَ اَعَدَّ لَہُمۡ   اَجۡرًا کَرِیۡمًا ﴿﴾  یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  اِنَّاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ شَاہِدًا وَّ مُبَشِّرًا وَّ  نَذِیۡرًا ﴿ۙ﴾   وَّ دَاعِیًا اِلَی اللّٰہِ  بِاِذۡنِہٖ وَ سِرَاجًا مُّنِیۡرًا ﴿﴾ وَ بَشِّرِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ بِاَنَّ لَہُمۡ مِّنَ اللّٰہِ فَضۡلًا کَبِیۡرًا ﴿﴾ وَ لَا تُطِعِ  الۡکٰفِرِیۡنَ وَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ دَعۡ  اَذٰىہُمۡ  وَ  تَوَکَّلۡ  عَلَی اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ  وَکِیۡلًا﴿﴾
Dia-lah Yang menganugerahkan rahmat-Nya kepada kamu, dan malaikat-malaikat-Nya pun berdoa bagi kamu, supaya Dia mengeluarkan kamu dari berbagai kegelapan kepada  cahaya. Dan Dia Maha Penyayang terhadap orang-orang yang beriman. تَحِیَّتُہُمۡ یَوۡمَ یَلۡقَوۡنَہٗ سَلٰمٌ ۖۚ وَ اَعَدَّ لَہُمۡ   اَجۡرًا کَرِیۡمًا  --   Salam penghormatan mereka ketika mereka menemui-Nya adalah: Selamat sejahtera.” Dan Dia menyediakan bagi mereka ganjaran yang sangat mulia.  یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ  اِنَّاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ شَاہِدًا وَّ مُبَشِّرًا وَّ  نَذِیۡرًا  -- Wahai Nabi, sesungguhnya Ka-mi mengutus engkau sebagai saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.  وَّ دَاعِیًا اِلَی اللّٰہِ  بِاِذۡنِہٖ وَ سِرَاجًا مُّنِیۡرًا  --   Dan  sebagai penyeru kepada Allah dengan perintah-Nya, dan juga sebagai matahari yang memancarkan cahaya.  وَ بَشِّرِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ بِاَنَّ لَہُمۡ مِّنَ اللّٰہِ فَضۡلًا کَبِیۡرًا    -- Dan berilah kabar gembira  kepada orang-orang beriman  bahwa sesungguhnya bagi mereka ada karu-nia yang besar dari Allah.  وَ لَا تُطِعِ  الۡکٰفِرِیۡنَ وَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ دَعۡ  اَذٰىہُمۡ    --    Dan janganlah mengikuti orang-orang kafir dan orang-orang munafik,  dan janganlah menghiraukan gangguan mereka, وَ  تَوَکَّلۡ  عَلَی اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ  وَکِیۡلًا --  bertawakkallah kepada Allah, dan cukuplah Allah sebagai Pelindung. (Al-Ahzāb [33]:44-49).
          Kata yushalli berarti  mengirim shalawat dan doa. Dalam ayat  تَحِیَّتُہُمۡ یَوۡمَ یَلۡقَوۡنَہٗ سَلٰمٌ ۖۚ وَ اَعَدَّ لَہُمۡ   اَجۡرًا کَرِیۡمًا  --   Salam penghormatan mereka ketika mereka menemui-Nya adalah: Selamat sejahtera”   merupakan rujukan sabda Masih mau’ud a.s. sebelum ini: “Padahal di dalam  Quran Syarif atas semua mukmin umumnya lafaz salam dan doa itu ada.

Penyeru Kepada Allah” dan “Matahari yang Bercahaya”  & Genapnya Wahyu-wahyu  Ilahi Berisi Kabar Suka

       Kemudian mengenai makna ayat:  وَّ دَاعِیًا اِلَی اللّٰہِ  بِاِذۡنِہٖ وَ سِرَاجًا مُّنِیۡرًا  --   “Dan  sebagai penyeru kepada Allah dengan perintah-Nya, dan juga sebagai matahari yang memancarkan cahaya”. Sebagaimana matahari merupakan titik-pusat alam semesta lahiriah, begitulah pribadi Nabi Besar Muhammad saw.. pun merupakan titik-pusat alam keruhanian.
         Nabi Besar Muhammad saw.  merupakan matahari dalam jumantara nabi-nabi dan mujaddid-mujaddid, yang seperti sekalian banyak bintang dan bulan berkeliling (beredar) di sekitar beliau saw. serta  meminjam cahaya dari beliau saw..  Nabi Besar Muhammad saw.. diriwayatkan pernah bersabda: “Sahabat-sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang yang begitu banyak; siapa pun di antara mereka kamu ikut, kamu akan mendapat petunjuk” (Shaghir).
     Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai wahyu-wahyu Ilahi lainnya yang terbukti penggenapannya:
          “Kemudian lebih dari itu, ilham kedua dari  Barâhin-e-Ahmadiyyah bisa dijadikan bahan untuk protes, yang mengenainya Maulwi Muhammad Hussain Batalwi menulis di dalam review[2] (tanggapannya), dan serta-merta mengakui bahwa ilham ini datangnya dari Allah Ta’ala. Bahkan gurunya, Mian Nazir Hussain Dehlwi, di depan beberapa maulvi (kiyai)  memuji dengan sangat ilham-ilham  dalam Barâhin-e-Ahmadiyyah dan berkata:
“Sejak mulai adanya riwayat literatur  Islam, belum pernah ada satu pun buku terbitan Islam yang seindah dan setinggi itu derajatnya.”
Tujuan dan maksud sanjungannya adalah terhadap ilham-ilham dan kabar-kabar suka dalam Barâhin-e-Ahmadiyyah, yang karenanya jawaban terhadap musuh-musuh Islam telah sempurna.

Penghormatan dari Allah Swt.

      Demikian pula semua  ulama India dan Punjab mengakui bahwa ilham-ilham tersebut  adalah dari Tuhan, dan memang sebenarnya adalah dari Allah. Sudah jelas bahwa di dalamnya adalah penghormatan terhadapku, lebih dari itu tidak mungkin, dan sebagai contoh adalah sebagai berikut:
Yaa ahmad barakallāhu fīka, ar-rahmānu ‘alamal-quran litundzira qawma mā undzira āba-uhum wa litastabīna sabīlul- mujrimīna. Qul inniy amirtu wa anā awwalul- mu’minīna. Yā ‘isā inniy mutawaffīka  wa rāfi’uka ilayya wa muthahhiruka  minal- ladzīna kafarū  wa jā’ilul- ladzīnat- taba-‘ūka  fawqal- ladzīna kafarū ilā  yawmil- qiyāmati, innakal-  yawma ladaynā makīnun- amīnun. Ana minniy bi-manzilati tawhīdiy wa tafrīdiy fahāna antu-‘anā wa tu’rana baynan-  nāsi wa yu’allimukallāhu min ‘indihī  tuqīmusy- syarī-‘ati wa tuhyīddīna, innā ja-‘alnākal- masīha- bna maryama  wa- llāhu yashimuka   min ‘indihī   wa law lam ya’shimkan- nāsa wa- llāhu yanshuruka wa law lam yanshurukan- nāsu. Alhaqqu min- rabbika falā takūnan minal- muntarīna. Yā ahmadiy  anta murādiy wa ma-‘iy anta wajīhun fī hadhratiy ihtartuka linafsiy. Qul inkuntum tuhibbūnallāha fat- tabi-‘ūniy yuhbibkumullāhu wa yaghfir lakum dzunūbakum wa yarhamu ‘alaykum wa huwa arhāmur- rāhimīna.
Terjemah:
Wahai Ahmad,  Allah   memberkati engkau.  Allah yang Maha Pemurah telah mengajarkan Al-Quran kepada engkau, supaya engkau memberi peringatan kepada mereka yang bapak-bapak (nenek-moyang) mereka tidak diberi peringatan, dan supaya jalan orang-orang yang berdosa menjadi nyata, yakni dapat diketahui siapa-siapa yang berdosa. Katakanlah, “Aku telah diutus dan aku adalah yang pertama  di antara orang-orang beriman”.  Ya Isa, Aku akan mematikan engkau dan akan mengangkat engkau kepada-Ku dan akan membersihkan engkau dari anggapan buruk  orang kafir dan akan meninggikan para pengikut engkau  di atas orang-orang ingkar sampai Hari Kiamat. Sesungguhnya engkau sejak hari ini engkau di sisi Kami berada di kedudukan yang mapan dan yang mendapat kepercayaan Kami. Engkau terhadap-Ku adalah seperti Tauhid-Ku dan Keistimewaan-Ku. Sudah tiba waktunya engkau  akan ditolong  dan dikenal di kalangan manusia. Allah akan menjaga engkau oleh-Nya Sendiri. Engkau akan menegakkan syariat dan menghidupkan kembali agama. Kami telah menjadikan engkau sebagai Al-Masih ibnu Maryam . Allah akan menjaga engkau sekali pun manusia tidak menjaga engkau. Allah akan menolong engkau sekali pu  manusia tidak menolong engkau. Ini adalah kebenaran dari Tuhan engkau maka janganlah engkau menjadi salah seorang yang ragu. Wahai Ahmad-Ku, engkau adalah tujuan-Ku dan beserta-Ku. Engkau berkedudukan tinggi di hadhirat-Ku. Aku memilih engkau oleh Aku Sendiri. Katakanlah, “Kalau kamu cinta kepada Allah maka ikutilah aku, maka Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa kamu serta akan mengasihi kamu dan Dia Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

Hakikat Gelar “Imam Mahdi” dan “Masih Mau’ud”   

        Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengapa Rasul Akhir Zaman yang ditunggu-tunggu  kedatangannya di Akhir Zaman ini oleh umat Islam mempunyai dua gelar  --yakni Imam Mahdi a.s. dan Masih Mau’ud a.s.  -- yaitu sehubungan dengan firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai (Ash-Shaff [61]:10).
   Sehubungan dengan ayat: ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ  -- “Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar”  tersebut Masih Mau’ud a.s. bersabda:
     “Dia-lah Tuhan Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan dua tugas:  Pertama, adalah bahwa Tuhan telah menganugerahinya dengan nikmat hidayah (petunjuk), yakni memberikan mata ruhani untuk mengenal jalan-Nya, dan mengistimewakannya dengan ilmu-ilmu Ilahi  serta  menyinari hatinya dengan kasyaf dan ilham, dengan demikian ilmu-ilmu Ilahi dan kecintaan  serta ibadat yang benar mendukung dan membimbingnya untuk memperlihatkan kebenaran tersebut  oleh karena itulah ia dinamakan Mahdi
     Kedua, adalah menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani dengan agama yang benar, yang bersamanya ia diutus, yakni menjelaskan ratusan rahasia-rahasia pemahaman agama dan pertentangan pendapat, serta menjauhkan  segala keragu-raguan dari dalam hati, oleh karena itulah ia dinamakan Isa,[3] yakni penyembuh orang-orang sakit.
     Pendek kata, dua kalimat yang terdapat pada ayat itu, pertama bil-hudâ (dengan petunjuk), yang pertama kini sedang menampak ke permukaan, bahwa Rasul itu adalah Mahdi, dan dengan Tangan Tuhan nampak jelas bahwa Tuhan-lah Pengajarnya. Dan kalimat yang kedua adalah dînil-haqq (agama yang benar), yaitu Rasul itu adalah Isa, dan untuk menyembuhkan orang yang sakit maka beliau telah diberi ilmu-ilmu untuk menghilangkan penyakit-penyakit mereka, yaitu agama yang benar, supaya dia dapat menangani penyakit-penyakit pada setiap agama, dan kemudian dapat menyembuhkan serta dapat menunjukkan pengobatan menurut cara Islam. Sebab apabila pengkhidmatan ini telah diberikan kepadanya – yakni dia telah membuktikan ketinggian dan keindahan Islam dari segala segi --  maka perlu diberikan  kepadanya ilmu pengetahuan tentang keindahan dan keajaiban agama-agama dan memperoleh ilham di dalam satu  kerajaan pemahaman serta kekuatan dalil, dan dapat meluruskan kedustaan-kedustaan setiap agama yang diakui, dan mampu membuktikan keindahan Islam dari segala segi, serta bisa mengobati penyakit ruhani dari setiap keadaan.

Dua Mutiara Milik Khātamul-Muslimīn (Muslim yang Sempurna) Sebagai Mushlih (Pembaharu)

       Pendek kata,  bagi Mushlih (Pembaharu) yang akan datang ini -- yang disebut Khâtamul-Muslimin[4]  -- telah diberikan dua mutiara:
·        Pertama, adalah  ilmu hidayah (petunjuk) yang ditujukan kepada nama Mahdi sebagai penzahiran  Muhammadiyyat, yakni walaupun butahuruf (ummiyat) tetapi diberikan ilmu yang demikian tinggi.
· Kedua, adalah agama yang benar (dînil-haq), yakni kemampuan menyembuhkan penyakit ruhani, yang mengisyaratkan kepada Masih, yaitu untuk menyembuhkan penyakit ruhani.
    Adapun nabi-nabi lainnya mendapat pendidikan dari manusia, buktinya Nabi Musa a.s. dibawah pengawasan Fir’aun, karena sebagai putra [angkat] raja beliau pasti mendapat pendidikan juga.  Kemudian gurunya Nabi  Isa a.s. adalah orang Yahudi, yang darinya beliau mempelajari sepenuhnya kandungan Bible, bahkan cara menulisnyapun beliau pelajari.
      Demikian pula jika seorang manusia yang mendapat  gelar sebagai Mahdi dan mengaku mendapat pendidikan dari Tuhan, tetapi ia tidak mendapat Ruhulqudus untuk menjauhkan penyakit-penyakit ruhani, maka sejauh itu ia tidak dapat  memberikan dalil dengan sempurna kepada orang-orang. Dan keutamaan dukungan Ruhulqudus pun diperlukan pada zamannya, seperti contohnya Hadhrat Al-Masih.
     Demikian pula pada zaman sekarang pun dukungan Ruhulqudus dari segi akal  pun  diperlukan, karena setiap insan secara fitrat  terpengaruh dalil-dalil aqli (akal) dan naqli (dalil yang tertulis), yaitu sekalipun kepada musuh-musuh diperlihatkan suatu mukjizat tetapi mereka tetap saja tidak menghiraukan sedikitpun.”

“Guru”  Nabi Adam a.s. dan Imam Mahdi a.s.  adalah  Allah Ta’ala

     Kemudian dengan berdasarkan rujukan firman Allah Swt. berkenaan   pentingnya keberadaan “Adam” – sebagai Khalifah Allah – dalam rangka membangun “langit baru” dan “bumi baru” yang mendapat petunjuk dan pendidikan langsung dari Allah Swt. (QS.2:32-35) selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:
     “Oleh karena untuk seorang Kamil Mushlih (Pembaharu yang sempurna)  selalu memerlukan syarat-syarat ini, yakni memiliki dua sifat tersebut, yaitu bahwa dia adalah khusus murid Tuhan dan kemudian  mendapat dukungan Ruhulqudus di dalam setiap medan perjuangannya.[5]  Sedangkan untuk Mahdi Akhiruz-Zaman -- yang nama lainnya adalah Masih Mau’ud -- oleh karena ia merupakan  bayangan dari keduanya (dzul buruzain), maka merupakan keharusan kedua sifat itu secara utuh terdapat padanya. Karena sebagaimana dimaklumi dari ayat tersebut bahwa situasi zaman yang rusuh menghendaki yang demikian, yaitu Imam Akhiruz- Zaman untuk keadaan zaman yang demikian kotornya adalah Mahdi yang dari Allah Ta’ala. Dan dalam urusan agama, Mahdi bukanlah murid siapa-siapa melainkan  murid  Allah serta  mendapat pendidikan ilmu-ilmu umum dan  ilmu Ilahi hanyalah dari Allah semata.
      Mahdi Akhiruz-zaman bukanlah murid seseorang dan bukan pula anak-didik seorang manusia, baik dalam hal ilmu agama maupun ilmu pikir. Dan demikian pula ia mendapat didikan dari Allah serta mampu menyembuhkan setiap penyakit ruhani di antara penyakit-penyakit yang merajalela di dunia ini. Sebagian orang menderita penyakit  karena   pengaruh kesalahan aqli (akal/pemahaman), dan sebagian lainnya menjadi sakit ruhani karena terjerumus ke dalam pengaruh kesalahan  naqli (penerjemahan/periwayatan  kitab/agama).
    Syarat untuk menjadi Isa adalah mampu menyembuhkan setiap penderita penyakit [ruhani] dengan bantuan kekuatan Ruhulqudus. Jelas, jika seseorang tergelincir ke dalam keraguan yang disebabkan hanya karena satu kesalahan pemikiran saja, kemudian untuk memperbaikinya dengan keyakinan hanya dengan memperlihatkan suatu mukjizat belaka tidaklah cukup. Menyembuhkan orang sakit [jasmani] di hadapannya, itu tidaklah cukup, sebab hanya dengan mukjizat semacam itu ia tidak akan dapat selamat dari tipu muslihat kesalahan akal.
      Pokoknya, selama kekeliruan itu belum dikeluarkan dari jalan itu -- dimana ia mendapatkan kesalahan --  tidaklah bisa beres. Untuk itulah berulang kali aku katakan bahwa  zaman ini yang  kita berada di dalamnya, kita membutuhkan Masih dan Mahdi. Dibutuhkannya Mahdi adalah karena hubungan manusia yang ada sekarang dengan yang telah lalu telah terputus, karena itu diperlukan orang yang akan datang itu, dia akan nampak sebagaimana zahirnya Adam a.s., yang Guru dan Penuntunnya hanya Allah semata, dan orang yang seperti itulah yang dikatakan Mahdi, yakni khusus mendapat petunjuk langsung dari Allah.
    Semua wujud hanya akan memperoleh ilmu ruhani darinya, dan dialah penabur ilmu-ilmu dan makrifat yang telah dilupakan orang-orang. Dan  ini adalah sifat ke-Mahdi-an yang lazim dan harus, dialah pembawa ilmu-ilmu makrifat yang telah hilang dari dunia ini, dia disebut Mahdi karena dia adalah Adam  ruhani.
    Demikian pula halnya bahwa dialah yang membawa kembali  keyakinan terhadap Allah Ta’ala melalui tanda-tanda istimewa. Dan iman yang telah terbang ke langit dibawanya kembali melalui tanda-tanda [Ilahi], karena itulah  ini pun merupakan  sifat khas ke-Mahdi-an yang penting.  Ketepatan dari segala segi bagi Mahdi adalah perlu.

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  3  Mei     2017




[1] Berdoa pada saat menyaksikan kebesaran Tuhan dan sesuatu yang menakjubkan adalah fitrat Islam dan manusia. Lalu (yushallūna ‘alayka) mengisyaratkan, bahwa orang-orang yang tetap teguh pada setiap langkahnya,  mereka selalu melihat tanda-tanda yang kadang-kadang pengaruhnya bisa mengalirkan  air mata, dan tanpa sengaja dari mulut mereka keluar doa-doa, dan demikianlah banyak kenyataannya. Dan kabar suka ini berulang-ulang datangnya, dengan syarat setiap pergaulan haruslah dengan orang-orang baik dan hal ini pasti  bisa diperolehnya. (Pen).

[2] Di dalam kitab (Barâhin-e-Ahmadiyyah) ini terdapat kabar-kabar suka yang telah bertahun-tahun termaktub dan baru sekarang sempurnanya, seperti kabar suka ini: “Kami akan memasyhurkan  nama engkau ke seluruh dunia dan nama  engkau akan disanjung di rumah-rumah hingga tak seorang pun yang tidak mengenal Engkau.” Kabar suka ini adalah  untuk masa mendatang  ketika semua penduduk kampung itu (Qadian) tidak ada yang mengenalku. Dan bersamanya juga ada kabar suka kedua: “Banyak orang dari tempat-tempat yang jauh berbondong-bondong datang memberikan hadiah kepada engkau. Kata-kata “dari  tempat jauh” ini juga suatu kabar suka karena pada suatu masa di saat dari jarak 10 km saja tak seorang pun datang kepadaku dan tak sepeser pun uang datang kepadaku. Kini semua kabar suka ini telah sempurna. Dari jarak ribuan km jauhnya orang-orang datang kepadaku dan dengan ribuah rupees orang-orang datang menolongku. Dan Allah telah menjadikan aku masyhur ke seluruh dunia, dan tak satu bangsapun yang tidak mengenalku. Walhamdulillâh ‘ala dzâlik (dan segala puji atas semua itu). (Pen).

[3] Hal ini menggambarkan khayalan para penentang bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup di atas langit dan Mahdi masih berada di dalam suatu gua. Apakah kedua khayalan ini melebihi tanda-tanda kami yang penuh dengan ilmu dan falsafah yang benar? Sungguh tak masuk akal. Tak ragu-ragu lagi memang, bahwa ilmu silsilah lebih unggul, sebab bersamanya tersimpan hikmah yang di dalamnya terdapat kebaikan-kebaikan. (Pen).

[4]  Dari segi banyaknya kebaikan maka aku dinamakan Masih, atau adalah karena, pertama, aku bisa menyembuhkan penderita penyakit [ruhani]. Kedua, aku mampu menempuh perjalanan jarak jauh dengan cepat dan banyak berjalan. Hal itu  mengisyaratkan kepada diriku bahwa dalam waktu  singkat namaku akan terkenal di Barat dan di Timur bagaikan cahaya listrik yang menerangi dari satu tempat ke tempat lainnya. Demikianlah hari-hari ini, insya Allah, akan terjadi.
Dan satu makna dari Masih juga adalah kebenaran. Dan   kata [Masih] ini berlawanan dengan dajjal   dan artinya adalah dajjal akan berusaha untuk memenangkan kedustaan sedangkan Masih akan berusaha untuk memenangkan kebenaran. Dan kata Masih  disebutkan juga untuk Khalifatullah (Khalifah Allah) sebagaimana kata dajjal disebut untuk khalifatusy- syaitan (Khalifah Syaitan) (Pen).

[5]  Ingatlah, walaupun pada setiap nabi terdapat sifat Mahdi --  karena setiap nabi adalah murid Tuhan -- dan juga walaupun pada setiap nabi terdapat sifat Ruhulqudus, namun nama tersebut pada dua nabi mempunyai kelebihan yang khas, yakni Mahdi adalah khas  dari Nabi kita Muhammad  saw. sedangkan  Masih adalah khas dari Isa a.s..  Jadi seolah-olah Nabi kita saw.  dari segi   nama itu  mempunyai kelebihan, karena beliau mendapat anugerah Syadîdul-quwâ  untuk selama-lamanya  sebagaimana nampak pada Quran Syarif  nama Rasulullah saw. ummi Mahdi dan firman-Nya kepada beliau,  ‘allamahu syadîdul quwâ (Yang Maha kuat-perkasa telah mengajarnya).  Sedangkan derajat Ruhulqudus lebih rendah daripada nilai Syadîdul Quwâ.  Hadhrat Masih diberikan kekhususan  yang sifat kedua. Hadhrat Isa dijuluki Ruhulqudus, sebagaimana seorang penyair berkata [dalam bahasa Farsi]: Fez Ruhulqudus arbaz madad firmayad hamah ankar kinand ancah masihake kird  artinya: “Kabar suka para nabi adalah bahwa kedua sifat itu akan bersatu pada diri Imam Akhiruzzaman”. Jadi dengan demikian menjelaskan bahwa pada diri Imam Akhiruzzaman akan terdapat setengah Israili dan setengah Ismaili. (Pen).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...