Bismillaahirrahmaanirrahiim
“ARBA’IN”
ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para
Penentang)
Karya
Mirza Ghulam Ahmad
a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.
-- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)
Bagian 16
ARBA’ÎN KE II
HAKIKAT SEBUTAN IMAM MAHDI
A.S. DAN AL-MASIH MAU’UD A.S.
KEPADA RASUL AKHIR ZAMAN DALAM MEWUJUDKAN KEJAYAAN ISLAM KEDUA KALI TANPA KEKERASAN & HUBUNGAN "GURU" DAN "MURID" ANTARA ALLAH SWT. DENGAN ADAM (KHALIFAH ALLAH)
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
topik Hakikat
Pengucapan “Salam” (‘Alaihis- Salām)
& Penyampaian Ucapan “Salām” dari Nabi Besar Muhammad saw..
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. mengomentari penyebutan “salām” yang disalah-tafsirkan
oleh orang-orang yang fanatik buta
dan jahil:
“Sebagian orang juga tanpa pengetahuan apa-apa ikut
menentangku, mereka mengatakan “Jemaat
orang itu mengucapkan ‘alayhi shalatu wa salâm atasnya,
padahal perbuatan itu adalah haram!” Maka jawabnya karena aku adalah Masih Mau’ud a.s., dan orang-orang
mengucapkan doa dan salam, karena dari
satu segi adalah perintah Rasulullah
saw. bahwa, “Barangsiapa bertemu dengannya atau mengetahuinya (Masih Mau’ud)
maka sampaikanlah salamku kepadanya”.
Ratusan lafaz yang menerangkan salam dan doa kepada Masih Mau’ud terdapat
pada hadits-hadits dan riwayat para muhaddits. Kemudian jika kepada para nabi dikatakan ‘alayhi salâm, kepada para sahabah dikatakan radhiallâhu ‘anhu,
lalu jika Allah Sendiri mengucapkan
atasku nabi ‘alayhi salâm, lalu kenapa pula para pengikutku diharamkan mengucapkan lafaz tersebut?
Padahal di dalam Quran
Syarif atas semua mukmin umumnya lafaz salam
dan doa itu ada. Dan ketika Maulvi
Muhammad Hussain Batalwi -- pemimpin
para penentang -- menulis review
(tanggapan) tentang buku Barâhin-e-Ahmadiyyah,
cobalah tanyakan apakah ia membaca ilham berikut ini atau tidak,
yang tertulis pada halaman 242 dalam buku tersebut:
As-hābus- suffah wa mā
adrāka mā as-hābus- suffah,
tarā ‘ayunahum tahfīdhu mina dam-‘i yushallūna ‘alayka,
Rabbanā innanā sami’nā munādiyan- yunādi lil īmāni wa dā’iyan
ilallāhi, wa sirājan- munīrān.
Terjemah
bebasnya:
Ingatlah penghuni Suffah,
apakah yang engkau ketahui tentangnya? Betapa tinggi derajatnya dan betapa mulia iradahnya (kehendaknya).
Hai penghuni suffah, engkau akan
menyaksikan air mata mengalir dari mata mereka dan mereka akan mendoakan[1] engkau dan berkata, “Wahai Rabb-ku (Tuhan-ku), kami
telah mendengar seorang penyeru, yakni kami
telah beriman kepadanya dan taat
kepada ucapannya. Seruannya berbunyi: “Kuatkanlah
iman kamu pada Allah”. Dia adalah Penyeru
dari Allah, dan dia adalah Pelita penerang yang bercahaya.”
Allah Swt. dan Para Malaikat Mengirim “Shalawat”
Kepada Orang-orang Beriman
Perhatikanlah,
hamba yang baik adalah yang mengirimkan shalawat dan doa atasku, dan tanyakanlah
kepada Maulwi Muhammad Hussain Batalwi,
mengapa kalau memang hal itu harus
ditentang, tetapi ketika menulis review (tanggapan) tersebut ia tidak menyanggahnya? Bahkan satu protes yang lebih keras daripada itu bisa diajukan, yaitu kalimat “Penyeru dari Allah” dan “Pelita
penerang”, kedua gelar
tersebut adalah diberikan kepada Rasulullah
saw. di dalam Quran Syarif.
Kemudian kedua gelar itu pulalah
yang telah diberikan kepadaku.”
Ada pun yang dimaksud oleh Masih Mau’ud a.s. mengenai gelar kepada Nabi Besar Muhammad saw.
tersebut adalah dalam firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ یُصَلِّیۡ عَلَیۡکُمۡ وَ
مَلٰٓئِکَتُہٗ لِیُخۡرِجَکُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ ؕ وَ کَانَ
بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَحِیۡمًا ﴿﴾
تَحِیَّتُہُمۡ یَوۡمَ یَلۡقَوۡنَہٗ سَلٰمٌ ۖۚ وَ اَعَدَّ لَہُمۡ اَجۡرًا کَرِیۡمًا ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا
النَّبِیُّ اِنَّاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ شَاہِدًا وَّ مُبَشِّرًا وَّ نَذِیۡرًا ﴿ۙ﴾ وَّ دَاعِیًا اِلَی اللّٰہِ بِاِذۡنِہٖ وَ سِرَاجًا مُّنِیۡرًا ﴿﴾ وَ بَشِّرِ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ بِاَنَّ لَہُمۡ مِّنَ اللّٰہِ فَضۡلًا کَبِیۡرًا ﴿﴾ وَ لَا
تُطِعِ الۡکٰفِرِیۡنَ وَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ
وَ دَعۡ اَذٰىہُمۡ وَ
تَوَکَّلۡ عَلَی اللّٰہِ ؕ وَ
کَفٰی بِاللّٰہِ وَکِیۡلًا﴿﴾
Dia-lah Yang menganugerahkan rahmat-Nya kepada kamu, dan malaikat-malaikat-Nya pun berdoa bagi kamu,
supaya Dia mengeluarkan kamu dari
berbagai kegelapan kepada cahaya.
Dan Dia Maha Penyayang terhadap orang-orang yang beriman. تَحِیَّتُہُمۡ یَوۡمَ یَلۡقَوۡنَہٗ سَلٰمٌ ۖۚ
وَ اَعَدَّ لَہُمۡ اَجۡرًا کَرِیۡمًا -- Salam penghormatan mereka ketika mereka
menemui-Nya adalah: “Selamat
sejahtera.” Dan Dia menyediakan bagi
mereka ganjaran yang sangat mulia.
یٰۤاَیُّہَا
النَّبِیُّ اِنَّاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ شَاہِدًا وَّ مُبَشِّرًا وَّ نَذِیۡرًا -- Wahai Nabi,
sesungguhnya Ka-mi mengutus engkau
sebagai saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. وَّ دَاعِیًا اِلَی اللّٰہِ
بِاِذۡنِہٖ وَ سِرَاجًا مُّنِیۡرًا -- Dan sebagai penyeru kepada Allah dengan perintah-Nya, dan juga sebagai matahari yang memancarkan cahaya. وَ بَشِّرِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ بِاَنَّ لَہُمۡ مِّنَ اللّٰہِ فَضۡلًا
کَبِیۡرًا -- Dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang beriman bahwa
sesungguhnya bagi mereka ada karu-nia
yang besar dari Allah. وَ لَا تُطِعِ الۡکٰفِرِیۡنَ
وَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ دَعۡ
اَذٰىہُمۡ -- Dan janganlah mengikuti orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan janganlah menghiraukan gangguan mereka,
وَ
تَوَکَّلۡ عَلَی اللّٰہِ ؕ وَ
کَفٰی بِاللّٰہِ وَکِیۡلًا -- bertawakkallah kepada Allah, dan cukuplah Allah sebagai Pelindung.
(Al-Ahzāb
[33]:44-49).
Kata yushalli berarti mengirim shalawat
dan doa. Dalam ayat تَحِیَّتُہُمۡ یَوۡمَ یَلۡقَوۡنَہٗ سَلٰمٌ ۖۚ وَ اَعَدَّ لَہُمۡ اَجۡرًا کَرِیۡمًا -- Salam penghormatan mereka
ketika mereka menemui-Nya adalah:
“Selamat sejahtera” merupakan rujukan sabda Masih mau’ud a.s.
sebelum ini: “Padahal di dalam Quran
Syarif atas semua mukmin umumnya lafaz salam
dan doa itu ada.“
“Penyeru Kepada Allah” dan “Matahari yang Bercahaya” & Genapnya Wahyu-wahyu Ilahi Berisi Kabar Suka
Kemudian mengenai makna ayat: وَّ دَاعِیًا اِلَی اللّٰہِ
بِاِذۡنِہٖ وَ سِرَاجًا مُّنِیۡرًا -- “Dan sebagai penyeru kepada Allah dengan perintah-Nya, dan juga sebagai matahari yang memancarkan cahaya”. Sebagaimana matahari merupakan titik-pusat
alam semesta lahiriah, begitulah
pribadi Nabi Besar Muhammad saw.. pun merupakan titik-pusat alam keruhanian.
Nabi Besar Muhammad
saw. merupakan matahari dalam jumantara nabi-nabi
dan mujaddid-mujaddid, yang seperti
sekalian banyak bintang dan bulan berkeliling (beredar) di sekitar
beliau saw. serta meminjam cahaya dari beliau saw.. Nabi Besar Muhammad saw.. diriwayatkan pernah
bersabda: “Sahabat-sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang yang begitu banyak;
siapa pun di antara mereka kamu ikut, kamu akan mendapat petunjuk” (Shaghir).
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai wahyu-wahyu Ilahi lainnya yang terbukti
penggenapannya:
“Kemudian lebih dari itu, ilham kedua dari Barâhin-e-Ahmadiyyah bisa
dijadikan bahan untuk protes, yang mengenainya Maulwi Muhammad Hussain Batalwi menulis
di dalam review[2]
(tanggapannya), dan serta-merta mengakui
bahwa ilham ini datangnya dari Allah Ta’ala. Bahkan gurunya, Mian Nazir Hussain Dehlwi, di depan
beberapa maulvi (kiyai) memuji dengan sangat ilham-ilham dalam Barâhin-e-Ahmadiyyah dan berkata:
“Sejak mulai
adanya riwayat literatur Islam, belum pernah ada satu pun buku terbitan Islam yang seindah dan setinggi itu derajatnya.”
Tujuan dan maksud sanjungannya
adalah terhadap ilham-ilham dan kabar-kabar suka dalam Barâhin-e-Ahmadiyyah,
yang karenanya jawaban terhadap musuh-musuh
Islam telah sempurna.
Penghormatan dari Allah Swt.
Demikian
pula semua ulama India dan Punjab mengakui bahwa ilham-ilham tersebut adalah dari Tuhan, dan memang sebenarnya
adalah dari Allah. Sudah jelas bahwa di dalamnya adalah penghormatan
terhadapku, lebih dari itu tidak
mungkin, dan sebagai contoh adalah sebagai berikut:
Yaa ahmad barakallāhu fīka, ar-rahmānu ‘alamal-quran
litundzira qawma mā undzira āba-uhum wa litastabīna sabīlul-
mujrimīna. Qul inniy amirtu wa anā awwalul- mu’minīna. Yā ‘isā inniy
mutawaffīka wa rāfi’uka ilayya wa muthahhiruka minal- ladzīna kafarū wa jā’ilul- ladzīnat- taba-‘ūka fawqal- ladzīna kafarū ilā yawmil- qiyāmati, innakal- yawma ladaynā makīnun- amīnun. Ana minniy
bi-manzilati tawhīdiy wa tafrīdiy fahāna antu-‘anā wa tu’rana baynan- nāsi wa yu’allimukallāhu min ‘indihī tuqīmusy- syarī-‘ati wa tuhyīddīna, innā
ja-‘alnākal- masīha- bna maryama wa-
llāhu yashimuka min ‘indihī wa law lam ya’shimkan- nāsa wa- llāhu
yanshuruka wa law lam yanshurukan- nāsu. Alhaqqu min- rabbika falā takūnan
minal- muntarīna. Yā ahmadiy anta
murādiy wa ma-‘iy anta wajīhun fī hadhratiy ihtartuka linafsiy. Qul inkuntum
tuhibbūnallāha fat- tabi-‘ūniy yuhbibkumullāhu wa yaghfir lakum dzunūbakum wa
yarhamu ‘alaykum wa huwa arhāmur- rāhimīna.
Terjemah:
“Wahai Ahmad,
Allah memberkati engkau. Allah yang Maha Pemurah telah mengajarkan
Al-Quran kepada engkau, supaya engkau memberi peringatan kepada mereka yang
bapak-bapak (nenek-moyang) mereka tidak diberi peringatan, dan supaya jalan
orang-orang yang berdosa menjadi nyata, yakni dapat diketahui siapa-siapa yang
berdosa. Katakanlah, “Aku telah diutus dan aku adalah yang pertama di antara orang-orang beriman”. Ya Isa, Aku akan mematikan engkau dan akan
mengangkat engkau kepada-Ku dan akan membersihkan engkau dari anggapan
buruk orang kafir dan akan meninggikan
para pengikut engkau di atas orang-orang
ingkar sampai Hari Kiamat. Sesungguhnya engkau sejak hari ini engkau di sisi
Kami berada di kedudukan yang mapan dan yang mendapat kepercayaan Kami. Engkau
terhadap-Ku adalah seperti Tauhid-Ku dan Keistimewaan-Ku. Sudah tiba waktunya
engkau akan ditolong dan dikenal di kalangan manusia. Allah akan
menjaga engkau oleh-Nya Sendiri. Engkau akan menegakkan syariat dan
menghidupkan kembali agama. Kami telah menjadikan engkau sebagai Al-Masih ibnu
Maryam . Allah akan menjaga engkau sekali pun manusia tidak menjaga engkau.
Allah akan menolong engkau sekali pu
manusia tidak menolong engkau. Ini adalah kebenaran dari Tuhan engkau
maka janganlah engkau menjadi salah seorang yang ragu. Wahai Ahmad-Ku, engkau
adalah tujuan-Ku dan beserta-Ku. Engkau berkedudukan tinggi di hadhirat-Ku. Aku
memilih engkau oleh Aku Sendiri. Katakanlah, “Kalau kamu cinta kepada Allah
maka ikutilah aku, maka Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa
kamu serta akan mengasihi kamu dan Dia Yang Maha Penyayang di antara para
penyayang.”
Hakikat Gelar “Imam Mahdi” dan “Masih Mau’ud”
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengapa Rasul Akhir Zaman yang ditunggu-tunggu kedatangannya di Akhir Zaman ini oleh umat Islam mempunyai dua gelar --yakni Imam
Mahdi a.s. dan Masih Mau’ud a.s. -- yaitu sehubungan dengan firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ
رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ
دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai (Ash-Shaff [61]:10).
Sehubungan dengan ayat: ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ
رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ
دِیۡنِ الۡحَقِّ
-- “Dia-lah Yang mengutus
Rasul-Nya dengan petunjuk dan
dengan agama yang benar” tersebut Masih
Mau’ud a.s. bersabda:
“Dia-lah Tuhan Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan dua tugas: Pertama, adalah bahwa Tuhan telah menganugerahinya dengan nikmat hidayah (petunjuk), yakni memberikan mata ruhani untuk mengenal jalan-Nya, dan mengistimewakannya dengan ilmu-ilmu Ilahi serta menyinari
hatinya dengan kasyaf
dan ilham, dengan demikian ilmu-ilmu Ilahi dan kecintaan serta ibadat yang benar mendukung dan membimbingnya untuk memperlihatkan
kebenaran tersebut oleh karena itulah ia dinamakan Mahdi.
Kedua, adalah menyembuhkan penyakit-penyakit
ruhani dengan agama yang benar, yang bersamanya
ia diutus, yakni menjelaskan ratusan rahasia-rahasia pemahaman agama
dan pertentangan pendapat, serta menjauhkan segala keragu-raguan dari dalam hati, oleh karena itulah ia dinamakan Isa,[3] yakni penyembuh
orang-orang sakit.
Pendek
kata, dua kalimat yang terdapat pada
ayat itu, pertama bil-hudâ (dengan petunjuk), yang pertama kini sedang
menampak ke permukaan, bahwa Rasul itu adalah Mahdi,
dan dengan Tangan Tuhan nampak jelas bahwa Tuhan-lah Pengajarnya.
Dan kalimat yang kedua adalah dînil-haqq (agama yang benar),
yaitu Rasul itu
adalah Isa, dan untuk menyembuhkan orang yang sakit
maka beliau telah diberi ilmu-ilmu untuk menghilangkan penyakit-penyakit mereka, yaitu agama
yang benar, supaya dia dapat
menangani penyakit-penyakit
pada setiap agama, dan kemudian dapat
menyembuhkan serta dapat menunjukkan pengobatan menurut cara
Islam. Sebab apabila pengkhidmatan
ini telah diberikan kepadanya – yakni dia
telah membuktikan ketinggian
dan keindahan Islam dari segala segi -- maka perlu diberikan kepadanya ilmu pengetahuan
tentang keindahan dan keajaiban
agama-agama dan memperoleh ilham di dalam satu kerajaan
pemahaman serta kekuatan dalil, dan dapat meluruskan kedustaan-kedustaan setiap agama yang diakui, dan mampu membuktikan keindahan Islam dari segala segi, serta bisa mengobati penyakit ruhani
dari setiap keadaan.
Dua Mutiara
Milik Khātamul-Muslimīn (Muslim yang
Sempurna) Sebagai Mushlih (Pembaharu)
Pendek
kata, bagi Mushlih (Pembaharu)
yang akan datang ini -- yang disebut Khâtamul-Muslimin[4] -- telah
diberikan dua mutiara:
·
Pertama, adalah
ilmu hidayah
(petunjuk) yang ditujukan kepada nama Mahdi
sebagai penzahiran Muhammadiyyat, yakni walaupun butahuruf
(ummiyat) tetapi diberikan ilmu yang demikian tinggi.
· Kedua, adalah agama yang benar (dînil-haq),
yakni kemampuan menyembuhkan penyakit ruhani, yang mengisyaratkan kepada Masih, yaitu untuk menyembuhkan
penyakit ruhani.
Adapun nabi-nabi
lainnya mendapat pendidikan dari
manusia, buktinya Nabi Musa
a.s. dibawah pengawasan Fir’aun,
karena sebagai putra [angkat] raja beliau pasti mendapat pendidikan
juga. Kemudian gurunya Nabi Isa a.s. adalah
orang
Yahudi, yang darinya beliau mempelajari sepenuhnya kandungan Bible, bahkan cara menulisnyapun beliau pelajari.
Demikian
pula jika seorang manusia yang mendapat gelar sebagai Mahdi dan mengaku mendapat pendidikan
dari Tuhan, tetapi ia tidak
mendapat Ruhulqudus untuk menjauhkan penyakit-penyakit ruhani, maka sejauh itu ia tidak dapat
memberikan dalil dengan
sempurna kepada orang-orang. Dan keutamaan
dukungan Ruhulqudus pun diperlukan pada zamannya,
seperti contohnya Hadhrat Al-Masih.
Demikian pula
pada zaman sekarang pun dukungan Ruhulqudus dari segi akal
pun diperlukan, karena setiap insan secara fitrat terpengaruh dalil-dalil aqli (akal) dan naqli
(dalil yang tertulis), yaitu sekalipun
kepada musuh-musuh diperlihatkan suatu mukjizat
tetapi mereka tetap saja tidak
menghiraukan sedikitpun.”
“Guru” Nabi
Adam a.s. dan Imam Mahdi a.s. adalah
Allah Ta’ala
Kemudian dengan berdasarkan rujukan
firman Allah Swt. berkenaan pentingnya keberadaan “Adam” – sebagai Khalifah Allah
– dalam rangka membangun “langit baru”
dan “bumi baru” yang mendapat petunjuk dan pendidikan langsung dari Allah
Swt. (QS.2:32-35) selanjutnya Masih
Mau’ud a.s. bersabda:
“Oleh
karena untuk seorang Kamil Mushlih (Pembaharu yang
sempurna) selalu memerlukan syarat-syarat ini, yakni memiliki dua
sifat tersebut, yaitu bahwa dia adalah khusus murid Tuhan dan
kemudian mendapat dukungan Ruhulqudus
di dalam setiap medan perjuangannya.[5] Sedangkan untuk Mahdi Akhiruz-Zaman -- yang nama
lainnya adalah Masih Mau’ud
-- oleh karena ia merupakan bayangan
dari keduanya (dzul buruzain), maka merupakan keharusan kedua sifat itu
secara utuh terdapat padanya. Karena sebagaimana dimaklumi dari ayat tersebut
bahwa situasi zaman yang rusuh menghendaki yang demikian,
yaitu Imam Akhiruz-
Zaman untuk keadaan zaman
yang demikian kotornya adalah Mahdi
yang dari Allah Ta’ala. Dan dalam urusan agama, Mahdi bukanlah murid siapa-siapa melainkan murid Allah serta mendapat pendidikan
ilmu-ilmu umum dan ilmu Ilahi hanyalah dari Allah semata.
Mahdi Akhiruz-zaman
bukanlah murid seseorang dan bukan pula anak-didik seorang
manusia, baik dalam hal ilmu agama maupun ilmu
pikir. Dan demikian pula ia mendapat didikan dari Allah
serta mampu menyembuhkan setiap penyakit
ruhani di antara penyakit-penyakit
yang merajalela di dunia ini. Sebagian orang menderita penyakit
karena pengaruh kesalahan aqli
(akal/pemahaman), dan sebagian lainnya menjadi
sakit ruhani karena terjerumus ke dalam pengaruh kesalahan naqli
(penerjemahan/periwayatan kitab/agama).
Syarat
untuk menjadi Isa adalah
mampu menyembuhkan setiap penderita penyakit [ruhani] dengan bantuan kekuatan Ruhulqudus.
Jelas, jika seseorang tergelincir ke
dalam keraguan yang
disebabkan hanya karena satu kesalahan pemikiran saja,
kemudian untuk memperbaikinya dengan
keyakinan hanya dengan memperlihatkan suatu mukjizat belaka tidaklah cukup. Menyembuhkan orang
sakit [jasmani] di hadapannya, itu tidaklah cukup, sebab hanya
dengan mukjizat semacam itu ia
tidak akan dapat selamat dari tipu muslihat kesalahan akal.
Pokoknya,
selama kekeliruan itu belum
dikeluarkan dari jalan itu -- dimana ia mendapatkan kesalahan -- tidaklah bisa beres. Untuk itulah berulang kali aku katakan bahwa zaman
ini yang kita berada di dalamnya, kita
membutuhkan Masih
dan Mahdi. Dibutuhkannya
Mahdi adalah karena hubungan manusia yang ada sekarang dengan yang telah lalu telah terputus, karena itu diperlukan
orang yang akan datang itu, dia akan nampak sebagaimana zahirnya Adam a.s.,
yang Guru dan Penuntunnya hanya Allah semata, dan orang yang seperti itulah yang
dikatakan Mahdi, yakni khusus mendapat petunjuk
langsung dari Allah.
Semua wujud hanya akan memperoleh ilmu ruhani
darinya, dan dialah penabur ilmu-ilmu dan makrifat
yang telah dilupakan orang-orang.
Dan ini adalah sifat ke-Mahdi-an
yang lazim dan harus, dialah pembawa ilmu-ilmu makrifat yang telah hilang dari dunia ini, dia disebut Mahdi karena dia adalah Adam ruhani.
Demikian
pula halnya bahwa dialah yang membawa
kembali keyakinan terhadap Allah
Ta’ala melalui tanda-tanda istimewa. Dan iman
yang telah terbang ke langit dibawanya kembali melalui tanda-tanda [Ilahi], karena itulah ini pun merupakan sifat khas ke-Mahdi-an yang penting. Ketepatan dari segala segi bagi Mahdi adalah perlu.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 3 Mei 2017
[1] Berdoa pada saat menyaksikan kebesaran Tuhan dan
sesuatu yang menakjubkan adalah fitrat
Islam dan manusia. Lalu (yushallūna
‘alayka) mengisyaratkan, bahwa orang-orang yang tetap teguh pada setiap
langkahnya, mereka selalu melihat tanda-tanda yang kadang-kadang
pengaruhnya bisa mengalirkan air mata,
dan tanpa sengaja dari mulut mereka keluar doa-doa, dan demikianlah banyak
kenyataannya. Dan kabar suka ini berulang-ulang datangnya, dengan syarat setiap
pergaulan haruslah dengan orang-orang baik dan hal ini pasti bisa diperolehnya. (Pen).
[2] Di dalam kitab
(Barâhin-e-Ahmadiyyah) ini terdapat kabar-kabar suka yang telah bertahun-tahun
termaktub dan baru sekarang sempurnanya, seperti kabar suka ini: “Kami akan
memasyhurkan nama engkau ke seluruh
dunia dan nama engkau akan disanjung di
rumah-rumah hingga tak seorang pun yang tidak mengenal Engkau.” Kabar suka
ini adalah untuk masa mendatang ketika semua penduduk kampung itu (Qadian)
tidak ada yang mengenalku. Dan bersamanya juga ada kabar suka kedua: “Banyak
orang dari tempat-tempat yang jauh berbondong-bondong datang memberikan hadiah
kepada engkau. Kata-kata “dari
tempat jauh” ini juga suatu kabar suka karena pada suatu masa di
saat dari jarak 10 km saja tak seorang pun datang kepadaku dan tak sepeser pun
uang datang kepadaku. Kini semua kabar suka ini telah sempurna. Dari
jarak ribuan km jauhnya orang-orang datang kepadaku dan dengan ribuah rupees
orang-orang datang menolongku. Dan Allah telah menjadikan aku masyhur ke
seluruh dunia, dan tak satu bangsapun yang tidak mengenalku. Walhamdulillâh
‘ala dzâlik (dan segala puji atas semua itu). (Pen).
[3] Hal ini
menggambarkan khayalan para penentang
bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup di atas langit dan Mahdi masih berada di dalam suatu gua. Apakah
kedua khayalan ini melebihi tanda-tanda
kami yang penuh dengan ilmu dan falsafah yang benar? Sungguh
tak masuk akal. Tak ragu-ragu lagi memang, bahwa ilmu silsilah lebih
unggul, sebab bersamanya tersimpan hikmah yang di dalamnya terdapat kebaikan-kebaikan. (Pen).
[4] Dari segi banyaknya kebaikan maka aku dinamakan Masih,
atau adalah karena, pertama, aku bisa menyembuhkan penderita penyakit [ruhani].
Kedua, aku mampu menempuh perjalanan jarak jauh dengan cepat dan banyak
berjalan. Hal itu mengisyaratkan
kepada diriku bahwa dalam waktu singkat namaku
akan terkenal di Barat dan di Timur bagaikan cahaya listrik yang menerangi dari satu tempat ke tempat
lainnya. Demikianlah hari-hari ini, insya
Allah, akan terjadi.
Dan satu makna dari Masih juga adalah kebenaran. Dan kata [Masih]
ini berlawanan dengan dajjal dan
artinya adalah dajjal akan berusaha
untuk memenangkan kedustaan sedangkan
Masih akan berusaha untuk memenangkan kebenaran. Dan kata Masih disebutkan juga untuk Khalifatullah (Khalifah Allah)
sebagaimana kata dajjal disebut untuk
khalifatusy- syaitan (Khalifah Syaitan)
(Pen).
[5] Ingatlah,
walaupun pada setiap nabi terdapat sifat Mahdi -- karena setiap nabi adalah murid Tuhan -- dan juga walaupun pada setiap nabi
terdapat sifat Ruhulqudus, namun nama tersebut pada dua nabi mempunyai kelebihan yang khas, yakni Mahdi adalah khas dari Nabi kita Muhammad saw. sedangkan Masih adalah khas dari Isa
a.s.. Jadi seolah-olah Nabi kita
saw. dari segi nama itu mempunyai kelebihan,
karena beliau mendapat anugerah Syadîdul-quwâ untuk selama-lamanya sebagaimana nampak pada Quran Syarif nama Rasulullah saw. ummi Mahdi dan
firman-Nya kepada beliau, ‘allamahu
syadîdul quwâ (Yang Maha kuat-perkasa telah mengajarnya). Sedangkan derajat Ruhulqudus lebih
rendah daripada nilai Syadîdul Quwâ.
Hadhrat Masih diberikan
kekhususan yang sifat kedua. Hadhrat Isa
dijuluki Ruhulqudus, sebagaimana seorang penyair berkata [dalam bahasa
Farsi]: Fez Ruhulqudus arbaz madad firmayad hamah ankar kinand ancah
masihake kird artinya:
“Kabar suka para nabi adalah bahwa kedua sifat itu akan bersatu pada
diri Imam Akhiruzzaman”.
Jadi dengan demikian menjelaskan bahwa pada diri Imam Akhiruzzaman akan terdapat setengah
Israili dan setengah Ismaili. (Pen).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar