Minggu, 07 Mei 2017

Tidak Pernah Ada "Bahasa Nubuatan" (Kabar-gaib) yang "Bermakna Harfiah" & Tujuan Pengutusan "Rasul Allah" Antara Lain Untuk Membedakan yang "Baik" (Benar) dari yang "Buruk" (Salah) di Kalangan "Umat Beragama" yang Berselisih



Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 19

ARBA’ÎN KE II

 TIDAK PERNAH ADA BAHASA  NUBUATAN (KABAR-GAIB) YANG BERMAKNA HARFIAH  &   TUJUAN PENGUTUSAN  RASUL ALLAH ANTARA LAIN  UNTUK MEMBEDAKAN YANG BAIK (BENAR) DARI YANG BURUK  (SALAH) DI KALANGAN UMAT BERAGAMA YANG BERSELISIH

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya   telah dikemukakan wahyu-wahyu Ilahi yang diterima Masih Mau’ud a.s.   dalam topik   Orang yang Dijanjikan Allah Swt. Telah Datang. Beliau a.s. bersabda:
      “Wahai saudara-saudaraku yang kucintai! Ketahuilah bahwa orang yang akan datang itu kini telah datang. Dan abad yang pada permulaannya akan turun Al-Masih telah berlalu 17 tahun, dan  hal itu telah sempurna. Tetapi   di dalam abad yang tentang kedatangannya    telah  kabarkan oleh para wali berdasarkan ucapan-ucapan anda sekalian  bahwa satupun   dari yang sekecil-kecilnya mujaddid  tidak lahir (muncul) di dalamnya, kecuali satu dajjal.  Apakah dosa semacam itu tidak akan ditanyakan tanggungjawabnya di hadapan Tuhan?
         Walau bagaimanapun kerasnya hati, namun hendaknya anda sekalian takut kepada Tuhan. Janganlah tergesa-gesa mendustai orang semacam itu, yang kelahirannya (kemunculannya) pada awal abad telah dibenarkan oleh peristiwa terjadinya gerhana bulan dan matahari pada bulan Ramadhan.
        Selain itu, kelemahan Islam dan serangan musuh-musuh Islam yang gencar sekali telah menuntut perlunya kedatangannya. Juga para Sahabah yang telah lalu pun telah memberikan kepastian yang tak terbantahkan. Dengan terjadinya gerhana itu maka jelaslah bahwa dia (Al-Masih Mau’ud) akan lahir pada awal abad ke 14, dan hal itu  telah terjadi di Punjab.
     Pada akhirnya, satu saat maut (kematian) pun akan datang dan semuanya akan ditinggalkan di sana. Ketahuilah, aku datang dari Allah tetapi  anda sekalian mendustakanku dan mengkafirkanku serta menyebutku dajjal. Lalu jawaban apakah yang akan anda sekalian berikan di hadapan Tuhan?

Menunggu Genapnya Nubuatan Dalam Segala Segi &  Cara “Menghakimi“  Keshahihah Hadits-hadits

       Apakah jawaban anda sekalian seperti jawaban yang diberikan oleh kaum Yahudi ketika mereka menolak pendakwaan Rasulullah saw., yang semuanya itu termaktub di dalam Kitab mereka, yakni mereka menjawab  bahwa semua tanda yang telah ada di dalam Taurat tidak sempurna dan sebagiannya masih tertinggal (belum genap)?
     Maka kini sudah waktunya Tuhan memberikan jawabannya, bahwa semua apa yang ada di tangan anda sekalian tidak benar, dan apa-apa yang sedang anda sekalian kerjakan semuanya tidak benar. Dengar dan taatilah apa-apa yang disampaikan oleh orang yang diutus sebagai Hakim yang adil! Itulah jawaban dari Tuhan.
     Sekarang terserah pada anda sekalian, jika anda sekalian mau  maka terimalah. Kehendak anda sekalian memang berpegang pada contoh kaum Yahudi dan Nasrani, yakni “Kami tidak akan beriman kepada Hadhrat Isa  a.s. dan kepada Hadhrat Muhammad saw. selama tanda-tandanya belum sempurna (genap).”
    Oleh karena nasibnya yang sial -- akibat panjangnya waktu dan perkembangan serta perubahan -- maka hal yang demikian tidaklah mungkin, karena itu mereka mati dalam kekufuran. Oleh sebab itu janganlah anda sekalian bernasib seperti itu, sebagaimana yang dialami kaum Yahudi dan Nasrani. Jika yang anda sekalian miliki segala-galanya benar, maka apa perlunya kedatangan mujaddid yang Hakaman ‘adalan (hakim yang adil)? Setiap golongan mengatakan, bahwa ”Apa yang kami miliki itulah yang benar”, oleh sebab itu yang benar adalah yang keluar dari mulut Sang Hakam (hakim). Jika  anda sekalian beriman, maka dengan hukum Tuhan yang hakam (bijaksana) telah tetapkan, untuk meninggalkan sebagian hadits dan menakwilkannya  bukanlah suatu hal sulit.
     Berikut ini adalah usul (pendapat) dari para pemimpin  anda sekalian, bahwa hadits anu shahih dan yang anu benar serta yang anu masyhur, lalu yang anu maudhu (dibuat-buat). Semuanya itu bukanlah perintah Tuhan dan bukan  pula dari wahyu untuk mengklarifikasikannya. Kemudian  mengapa pula suatu hadits yang sebenarnya bertentangan dengan hadits hadits lain serta bertentangan pula  dengan hukum Tuhan tidak ditolak? Apakah menjadi suatu keharusan bahwa setiap datang seorang utusan (rasul) Tuhan maka wajib mentaati setiap fatwa umat di waktu itu,  dimana fatwa  itu ditujukan kepada utusan tersebut?”

“Penghakiman” Perselisihan Umat Beragama Selalui Melalui Pengutusan Rasul Allah   Yang Dijanjikan

      Sabda Masih Mau’ud a.s.  tersebut sesuai dengan firman Allah Swt, mengenai cara Allah Swt. “menghakimi” perselisihan masalah agama di kalangan umat beragama, sejak Nabi Adam a.s. sampai dengan  zaman Nabi Besar Muhammad saw., yaitu melalui pengutusan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan di kalangan Bani Adam (QS.7:35-37), demikian juga  di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya  hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Âli ‘Imran [3]:180).
Firman-Nya lagi:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا﴿ۙ﴾   لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak men-zahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya baris-an pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyam-paikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka,  dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
       Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib,” berarti diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.  Ayat 28  merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Allah  dengan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang mukmin bertakwai lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib  yakni  penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
Tambahan pula wahyu Ilahi  yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.

Perlu Menakwilkan Bahasa Nubuatan  & Makna Pengutusan Kedua Kali Seorang Rasul Allah

       Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan  berbahayanya  jika menafsirkan bahasa nubuatan  secara harfiah:
     “Kalau memang inilah ukuran standarnya maka tiada suatu nubuwatan (kabar gaib)  tentang Hadhrat Al-Masih akan terbukti, dan tidak pula nubuwatan tentang Hadhrat Muhammad saw. akan nyata. Misalnya, bagi Al-Masih terdapat tanda-tanda di dalam kitab nabi-nabi yang ada pada tangan orang-orang Yahudi, bahwa selama Nabi Elia belum datang kedua kalinya maka Al-Masih tidak akan datang. Dalam tanda kedua adalah bahwa Al-Masih akan datang sebagai seorang raja, dan akan membebaskan kaum Yahudi dari cengkraman bangsa lain.
     Tetapi bagaimana buktinya? Apakah Al-Masih datang dalam wujud seorang raja? Atau sebelum kedatangan Al-Masih terlebih dulu Nabi Elia telah turun kedua kalinya  dari langit?  Bahkan kedua kabar  tersebut tidak tepat, dan tidak ada tanda yang benar seperti itu untuk Al-Masih. Pada akhirnya sesuai dengan takwil tersebut Hadhrat Al-Masih menunaikan tugas, walaupun hingga sekarang orang-orang Yahudi tetap tidak menerimanya.  Bahkan membuatnya tertawaan dan ejekan, dan – na’udzubillāh -- mereka menganggapnya pembohong. Dan mereka berkata  bahwa, “Di dalam kitab nabi-nabi jelas dikatakan bahwa Nabi Elia sendirilah yang akan datang kedua kalinya. Tidak dikatakan  bahwa seseorang yang menyerupainya yang akan datang”.
     Dilihat dari segi ibarat (perumpamaan) nampaknya Yahudi memang benar, karena  Al-Masih yang akan datang itu yang tertera di dalam kitab-kitab mereka akan zahir sebagai seorang raja. Dan dalam makna-makna harfiah tersebut juga Yahudi  tampaknya benar,  tetapi  di dalam kenyataannya meragukan.”
     Berikut ini kesaksian Bible mengenai penafsiran Yesus berkenaan makna  nubuatan kedatangan Nbai Elia a.s. kedua kali:
 11:7 Setelah murid-murid Yohanes    pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: "Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun?  Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari? 11:8 Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian halus itu tempatnya di istana raja. 11:9 Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi?   Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. 11:10 Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau,   ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.   11:11 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar 2  dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya. 11:12 Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya. 11:13 Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes    11:14 dan -- jika kamu mau menerimanya -- ialah Elia yang akan datang itu.  11:15 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!  11:16 Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: 11:17 Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. 11:18 Karena Yohanes datang, ia tidak makan, d  dan tidak minum, e  dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. 11:19  Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum 4 , sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.  Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya." (Matius 11:7-19).
      Jadi, menurut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang dimaksud dengan  kedatangan kedua kali Nabi Elia  a.s. sebelum beliau maksudnya adalah  nabi yang seperti Nabi Elia a.s. yaitu  Yahya Pembaptis atau Nabi  Yahya a.s. putra Nabi Zakaria a.s..
    Demikian juga Al-Quran pun menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. oleh Nabi Besar Muhammad saw. adalah kedatangan nabi Allah di kalangan umat Islam yang seperti Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yaitu misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  sebagaimana firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan  terhadapnya, (Az-Zukhruf [43]:58).

Setiap Rasul Allah Sebagai Hakam (Hakim)

        Jadi, pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Imam Mahdi a.s. dan juga sebagai Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih yang Dijanjikan)  -- berkenaan makna  pengutusan kedua kali seorang rasul Allah  --  didukung oleh kesaksian  Bible dan Al-Quran.    Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:
        “Jadi apa lagi yang masih ada (tersisa) bahwa Hadhrat Al-Masih adalah nabi yang benar? Sebab hakikat yang sebenarnya adalah bahwa mengenai kabar suka bisa termasuk secara kiasan dan samaran, dimana  perubahan dan pertukarannya bisa juga terjadi, karena itu setiap nabi atau pembawa kabar suka yang datang sebagai Hakam (hakim), dia menggenapi sebagian ucapan-ucapan umat dan membatalkan sebagian lainnya. Dan apa-apa yang dipastikan oleh mereka itu sebagian ada benarnya dan sebagian lagi ada salahnya, karena  di dalamnya ada yang bercampur-aduk dan ada pula yang salah serta  terbalik mengartikannya.
    Oleh karena itu  barangsiapa berkeras kepala terhadap diriku dengan  berpendirian bahwa, “Kami tidak akan beriman kepadanya selama tanda-tanda yang diberikan oleh Syiah dan Sunni belum sempurna (genap) semuanya”,  maka orang itu benar-benar aniaya. Orang-orang itu jika hidup di zaman Rasulullah saw., mereka  sekali-kali  tidak akan beriman kepada beliau saw..
     Demikian pula seandainya mereka hidup di zaman Nabi Isa a.s.   mereka pun tidak akan menerimanya. Untuk itu bagi pencari jalan kebenaran, inilah satu sarana yang bersih dan  aman, bahwa untuk mendukung bahwa seseorang itu benar dalam pendakwaannya, jika tanda-tandanya telah nyata dalam tanda-tanda langit maka dia takut  untuk mendustakannya, sebab pernyataan-pernyataan tertulis dari hadits-hadits yang dipegang oleh setiap mazhab  untuk menguatkan dalil-dalilnya merupakan  satu khazanah baginya.
     Pada dasarnya semua itu tidak lebih dari syakwasangka yang buruk, bahwa Masih Mau’ud akan turun dari langit, dan hanya akan merupakan keragu-raguan belaka yang tidak mempunyai dasar, sebab yang demikian itu mendustakan Quran Syarif dan hadits mi’raj, karena Rasulullah saw. pun naik ke langit  tetapi tidak ada yang melihat beliau benar-benar naik ke langit biru.”

Akibat  Buruk Masa Fathrah (Masa Jeda) Pengutusan Rasul Allah

   Penjelasan yang dikemukakan Masih Mau’ud a.s. mengenai terjadinya penyimpangan makna nubuatan-nubuatan   dan penyimpangan makna ayat-ayat Kitab-kitab suci di kalangan berbagai umat  beragama  tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾   اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ --  dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ  -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka? اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا --  Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).

Berbagai Tuduhan Buruk   & Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Telah  Wafat

      Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda mengenai semakin degilnya hati para penentang beliau dengan melontarkan berbagai tuduhan keji dan fitnah:
     “Walhasil, wahai  para pemimpin kaum yang mengatakan diriku dajjal, kafir dan  menganggapku pendusta,  renungkan dan perhatikanlah apa yang  anda sekalian miliki, sehingga demikian beraninya berbuat dusta. Apakah tidak benar bahwa Hadhrat Al-Masih a.s. telah wafat  menurut ayat-ayat suci Quran Syarif dengan bukti-bukti yang jelas? Sebagaimana firman-Nya yang tegas bahwa beliau a.s. telah wafat: فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ  -- “maka tatkala Engkau telah mewafatkanku”  (Al-Māidah [5]:118) adalah merupakan  saksi. Kamu semua tahu  bahwa tawafa selain mencabut nyawa tidak ada arti lain[1].
        Kemudian ayat yang kedua: وَ مَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوۡلٌ ۚ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِہِ الرُّسُلُ     -- “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah wafat sebelumnya rasul-rasul”     (Âli ‘Imran [3]:145).  Ayat inilah yang ketika Rasulullah saw. wafat dibacakan oleh Hadhrat Abu Bakar Shiddiq r.a. dalam pemecahan suatu masalah bahwa semua nabi yang lalu telah wafat, dan semua sahabat sepakat membenarkannya.
       Demikian pula di dalam mikrajHadhrat Rasulullah saw. melihat Nabi Isa a.s. berada dalam  kumpulan nabi-nabi yang telah wafat. Kemudian beliau saw. bersabda pula bahwa umur Nabi Isa a.s. hanya 120 tahun. Dan beliau saw. bersabda lagi bahwa, “Seandainya Musa a.s. dan Isa a.s.  masih hidup pasti keduanya akan mengikuti aku.” Di dalam Quran Syarif Rasulullah saw. disebut Khâtamul Anbiyya.

Berbagai Tanda Dukungan dari Langit dan Bumi  & Perlu Membuat Pernyataan tertulis Bersedia Menerima Kebenaran

     Kini, katakanlah! Keragu-raguan apa lagi yang masih tertinggal mengenai kewafatan Nabi Isa a.s. setelah mengetahui penjelasan-penjelasan ayat tersebut? Masalah pendakwaanku, itupun bukan tanpa bukti. Di dalam  kitab Bukhari dan Muslim jelas tertulis bahwa Masih Mau’ud akan lahir dari antara umat ini (umat Islam) juga. Dan Tuhan telah menjadikan gerhana bulan dan matahari pada bulan Ramadhan untukku. Demikian pula di bumi ini banyak tanda-tanda yang terjadi, dan sesuai dengan Sunnatullah semua dalil-dalil itu telah sempurna.
     Aku bersumpah demi Dzat yang  nyawaku berada di Tangan-Nya, jika anda sekalian ingin menyaksikan tanda-tanda Tuhan yang lainnya setelah membersihkan hati  anda sekalian, maka itulah Dia Tuhan Yang Maha Kuasa, yang tanpa bimbingan-Nya  anda sekalian bisa menjadi pengikut yang  salah.
     Dia  itu Maha berkuasa  untuk memperlihatkan tanda-tanda-Nya  dengan kehendak[2] dan kewenangan-Nya sendiri tanpa harus mengikuti suatu usulan (saran) dari anda sekalian.  Dan aku yakin,  jika  anda sekalian dengan hati yang bersih meminta kepadaku dan berjanji kepada Tuhan    bahwa “Seandainya ada kemampuan yang melebihi kemampuan manusia dapat zahir, kami berjanji akan melepaskan semua kedengkian, dan dengan keridhaan Tuhan  semata kami akan masuk ke dalam silsilah Jemaat ini”, pastilah Tuhan akan memperlihatkan tanda.
      Tetapi tiada kekuatan padaku menentukan waktu 2 atau 3 hari untuk dapat  memperlihatkan suatu tanda, atau seenaknya aku mengikuti kehendak anda sekalian, sebab ini semua ada pada kekuasaan  Tuhan. Jika Dia menghendaki tanggalnya maka Dia akan menentukannya.
    Jika ada yang mencari kebenaran dengan niat bersih maka hal ini tidak akan mendapatkan kesulitan, sebab jika Tuhan hendak memperlihatkan suatu tanda baru pada zaman ini, tidak mungkin Dia menentukan barang 50 atau 60 tahun, bahkan dalam waktu yang tidak lama, seperti orang pada waktu sidang pengadilan atau dalam urusan bisnis menentukan waktu baginya.
      Penyelesaian perkara semacam ini bisa dengan cara pernyataan tertulis, jika segala macam kotoran dibersihkan dari hati anda sekalian, dan betul-betul menghendaki keputusan dari Tuhan. Dan di dalam cara-cara semacam ini perlu sekurang-kurangnya ada  40 orang  maulvi  kenamaan, seperti Maulvi Muhammad Hussain Batalwi, Maulwi Muhammad Nazir Hussain Akhlewi, Maulwi Abdul Jabbar Gaznawi, Maulwi Rasyid Ahmad Ganggohi serta Maulwi  Meher Ali Syah Golrawi, mereka membuat  suatu pernyataan tertulis lalu muat di dalam suatu suratkabar Islam yang terkenal bahwa, “Kami akan meninggalkan perlawanan dan akan masuk baiat dengan ketakwaan kepada Allah Yang Maha Gagah, apabila suatu tanda yang luar biasa dapat zahir sebenar-benarnya”.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  7  Mei     2017





[1] Sebagaimana di dalam kamus arti dari tawafa jika Tuhan sebagai pelakunya dan manusia sebagai obyeknya maka tidak ada artinya yang lain selain mematikan. Demikian pula di dalam Quran Syarif dari awal sampai akhir lafaz tawafa itu hanya digunakan untuk mewafatkan dan mencabut nyawa. Selain arti itu di seluruh isi Quran Syarif tidak mempunyai arti lain lagi.
[2] Kini telah zahir satu tanda bagi penduduk Mekkah yang tak dapat dipungkiri lagi, demikian pula bagi penduduk Madinah. Yaitu   1300   yang lalu untuk  bepergian dari Makkah ke Madinah banyak digunakan unta-unta sebagai kendaraan. Setiap tahun ratusan ribu unta-unta dari Mekkah ke Madinah dan sebaliknya datang dan pergi. Dan mengenai unta-unta tersebut secara tak disengaja terdapat kabar gaib di dalam Quran Syarif dan hadits, bahwa di suatu waktu unta-unta ini bakal ditinggalkan orang (tak digunakan lagi sebagai kendaraan) dan tak seekorpun akan mengendarainya. Dan demikianlah berikut ini Allah berfirman: وَ  اِذَا الۡعِشَارُ عُطِّلَت   --  (dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan -  Qs.81:5), dan bunyi haditsnya: yatrakul- qalama falā yasa’ ‘alayha (unta akan ditinggalkan maka tidak akan berlari atasnya). Keduanya adalah saksi. Betapa besarnya kabar suka ini yang merupakan tanda  bagi Masih pada masanya dan tanda bagi kedatangan Masih Mau’ud, hal ini telah sempurna dengan munculnya kereta api, mobil dll.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...