Bismillaahirrahmaanirrahiim
“ARBA’IN”
ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para
Penentang)
Karya
Mirza Ghulam Ahmad
a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.
-- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)
Bagian 3
PERSAMAAN KEBAIKAN DAN
KEBURUKAN BANI ISRAIL DENGAN BANI
ISMA’IL BAGAIKAN PERSAMAAN SEPASANG SEPATU & KETIDAK-BERSYUKURAN KEPADA NIKMAT ALLAH SWT. MENGUNDANG AZAB ILAHI
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya
telah dikemukakan topik Kedahsyatan Cengkraman Azab
Ilahi yang Berulang, sehubungan dengan firman Allah Swt.
dalam surah Al-Burūj, selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai akibat buruk yang pasti akan dialami oleh para pembuat “parit api” yang sangat zalim tersebut:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ فَتَنُوا الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ ثُمَّ لَمۡ یَتُوۡبُوۡا فَلَہُمۡ عَذَابُ جَہَنَّمَ
وَ لَہُمۡ عَذَابُ الۡحَرِیۡقِ ﴿ؕ﴾ اِنَّ
الَّذِیۡنَ ٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَہُمۡ جَنّٰتٌ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۬ؕؑ ذٰلِکَ
الۡفَوۡزُ الۡکَبِیۡرُ ﴿ؕ﴾ اِنَّ بَطۡشَ رَبِّکَ لَشَدِیۡدٌ ﴿ؕ﴾ اِنَّہٗ ہُوَ یُبۡدِئُ وَ یُعِیۡدُ ﴿ۚ﴾ وَ
ہُوَ الۡغَفُوۡرُ الۡوَدُوۡدُ ﴿ۙ﴾ ذُو
الۡعَرۡشِ الۡمَجِیۡدُ ﴿ۙ﴾ فَعَّالٌ
لِّمَا یُرِیۡدُ ﴿ؕ﴾ ہَلۡ
اَتٰىکَ حَدِیۡثُ الۡجُنُوۡدِ ﴿ۙ﴾ فِرۡعَوۡنَ
وَ ثَمُوۡدَ ﴿ؕ﴾ بَلِ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فِیۡ تَکۡذِیۡبٍ ﴿ۙ﴾ وَّ
اللّٰہُ مِنۡ وَّرَآئِہِمۡ
مُّحِیۡطٌ ﴿ۚ﴾ بَلۡ ہُوَ قُرۡاٰنٌ
مَّجِیۡدٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ لَوۡحٍ مَّحۡفُوۡظٍ ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang menyiksa orang-orang
beriman laki-laki dan perempuan kemudian mereka
tidak bertaubat, فَلَہُمۡ عَذَابُ جَہَنَّمَ وَ لَہُمۡ عَذَابُ
الۡحَرِیۡقِ -- maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab yang membakar. اِنَّ الَّذِیۡنَ ٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَہُمۡ جَنّٰتٌ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۬ؕؑ ذٰلِکَ الۡفَوۡزُ الۡکَبِیۡرُ -- Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal
saleh bagi mereka ada kebun-kebun
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, yang demikian itu merupakan keberhasilan besar. اِنَّ بَطۡشَ رَبِّکَ لَشَدِیۡدٌ
-- Sesungguhnya cengkraman
Rabb (Tuhan) engkau sangat keras. اِنَّہٗ ہُوَ یُبۡدِئُ وَ یُعِیۡدُ -- Sesungguhnya Dia-lah Yang memulai penciptaan dan mengulanginya. Dan Dia
Maha Pengampun, Maha Pencinta. Pemilik ‘Arasy, Yang Maha Mulia, فَعَّالٌ
لِّمَا یُرِیۡدُ -- Yang melakukan
apa yang Dia kehendaki. ہَلۡ
اَتٰىکَ حَدِیۡثُ الۡجُنُوۡدِ
-- Apakah telah datang kepada engkau cerita
lasykar-lasykar? فِرۡعَوۡنَ وَ
ثَمُوۡدَ -- Yaitu lasykar Fir’aun dan Tsamud. بَلِ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فِیۡ تَکۡذِیۡبٍ -- Bahkan orang-orang kafir selalu mendustakan, وَّ اللّٰہُ
مِنۡ وَّرَآئِہِمۡ مُّحِیۡطٌ
-- padahal Allah
mengepung mereka dari belakang mereka. بَلۡ ہُوَ
قُرۡاٰنٌ مَّجِیۡدٌ ﴿ -- Bahkan yang didustakan ia adalah Al-Quran yang sangat mulia, فِیۡ لَوۡحٍ مَّحۡفُوۡظٍ -- yang
tersimpan dalam
papan yang terjaga. (Al-Burūj
[85]:11-23).
Makna ayat "Sesungguhnya cengkraman
Rabb (Tuhan) engkau sangat keras. اِنَّہٗ ہُوَ یُبۡدِئُ وَ یُعِیۡدُ -- Sesungguhnya Dia-lah Yang memulai penciptaan dan mengulanginya.” Allah Swt. pasti menghukum
orang-orang yang berlaku zalim
terhadap orang-orang yang beriman kepada
para rasul
Allah di dunia dan juga di akhirat.
Makna Lain Mendustakan Al-Quran
Makna ayat: "Bahkan yang didustakan ia adalah Al-Quran yang sangat mulia, فِیۡ لَوۡحٍ مَّحۡفُوۡظٍ -- yang
tersimpan dalam
papan yang terjaga”
mengandung suatu nubuatan yang bernadakan tantangan,
bahwa Al-Quran dijaga terhadap segala
macam campur tangan dan upaya pemutarbalikkan oleh manusia
(QS.15:10), demikian juga berbagai Sunnatullah
nubuatan yang terdapat di dalamnya pasti akan terjadi, baik berkenaan dengan
para rasul Allah serta orang-orang
yang beriman maupun para penentangnya yang zalim.
Namun sayang di Akhir Zaman ini tidak sedikit dari para
pemuka agama Islam yang menganggap kisah
-kisah kaum-kaum purbakala -- yang dibinasakan Allah Swt. karena menentang para
rasul Allah -- dalam Al-Quran sebagai “dongeng” belaka (QS.6:6:26; QS.8:32;
QS.16:25), padahal di dalamnya bukan saja penuh dengan petunjuk tetapi juga berupa nubuatan yang akan terulang kembali,
firman-Nya:
اِذَا
تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾ کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا
کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾ کَلَّاۤ
اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ اِنَّہُمۡ
لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ ﴿ؕ﴾
ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Apabila Tanda-tanda Kami dibacakan kepadanya ia berkata: اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ -- “Inilah dongeng orang-orang dahulu!”
کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ -- Sekali-kali
tidak, bahkan apa yang mereka usahakan telah menjadi karat
pada hati mereka. کَلَّاۤ
اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ -- Sekali-kali tidak, bahkan sesungguhnya pada hari itu mereka benar-benar
terhalang dari Rabb
(Tuhan) mereka. ثُمَّ
اِنَّہُمۡ لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ -- Kemudian
sesungguhnya mereka pasti masuk ke dalam Jahannam ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ
تُکَذِّبُوۡنَ -- Kemudian
dikatakan: “Inilah apa yang
senantiasa kamu dustakan.” (Al-Muthaffifīn [
Makna ayat: کَلَّاۤ اِنَّہُمۡ عَنۡ
رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ -- “Sekali-kali
tidak, bahkan sesungguhnya pada hari itu
mereka benar-benar terhalang dari Rabb
(Tuhan) mereka” bahwa nikmat
melihat “Wajah” Allah Swt.
dianugerahkan kepada orang beriman melalui dua tingkat:
Tingkat
pertama ialah tingkat keimanan,
ketika memperoleh keyakinan teguh
kepada Sifat-sifat sempurna Allah
Swt..
Tingkat kedua atau tingkat lebih tinggi berupa anugerah kenyataan mengenai Dzat Ilahi.
Orang-orang berdosa
disebabkan dosa-dosa mereka akan
tetap luput dari makrifat Dzat Ilahi
pada Hari Pembalasan mereka tidak
akan melihat Wajah Allah Swt., bahkan luput dari
memahami hikmah-hikmah halus Al-Quran,
yang dianugerahkan Allah Swt. kepada
orang-orang yang disucikan-Nya
(QS.56:76-81), terutama kepada Rasul Allah yang dijanjikan (QS.3:180; QS.72:27-29). Sebab para rasul Allah adalah bukti
yang paling nyata mengenai keberadaan dan kekuasaan Allah Swt., Tuhan
Yang Maha Gaib.
Ancaman Pemurtadan Melalui Kekerasan
Sehubungan dengan
kenyataan tersebut berikut ini ancaman zalim yang dilakukan para pemuka kaum Nabi
Syu’aib a.s. terhadap orang-orang
yang beriman kepada beliau,
firman-Nya:
قَالَ الۡمَلَاُ الَّذِیۡنَ اسۡتَکۡبَرُوۡا
مِنۡ قَوۡمِہٖ لَنُخۡرِجَنَّکَ یٰشُعَیۡبُ وَ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا مَعَکَ مِنۡ قَرۡیَتِنَاۤ اَوۡ لَتَعُوۡدُنَّ فِیۡ مِلَّتِنَا ؕ قَالَ اَوَ لَوۡ کُنَّا
کٰرِہِیۡنَ ﴿۟﴾ قَدِ افۡتَرَیۡنَا عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا اِنۡ عُدۡنَا فِیۡ مِلَّتِکُمۡ بَعۡدَ
اِذۡ نَجّٰنَا
اللّٰہُ مِنۡہَا ؕ وَ مَا یَکُوۡنُ لَنَاۤ اَنۡ نَّعُوۡدَ فِیۡہَاۤ
اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ
رَبُّنَا ؕ وَسِعَ رَبُّنَا کُلَّ شَیۡءٍ عِلۡمًا ؕ عَلَی اللّٰہِ تَوَکَّلۡنَا ؕ
رَبَّنَا افۡتَحۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ قَوۡمِنَا بِالۡحَقِّ وَ اَنۡتَ خَیۡرُ الۡفٰتِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ قَالَ الۡمَلَاُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَوۡمِہٖ لَئِنِ اتَّبَعۡتُمۡ
شُعَیۡبًا اِنَّکُمۡ اِذًا لَّخٰسِرُوۡنَ
﴿﴾ فَاَخَذَتۡہُمُ الرَّجۡفَۃُ فَاَصۡبَحُوۡا فِیۡ دَارِہِمۡ
جٰثِمِیۡنَ ﴿ۚۖۛ﴾ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا شُعَیۡبًا کَاَنۡ لَّمۡ یَغۡنَوۡا فِیۡہَا ۚۛ اَلَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا شُعَیۡبًا کَانُوۡا ہُمُ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾ فَتَوَلّٰی عَنۡہُمۡ وَ قَالَ یٰقَوۡمِ لَقَدۡ اَبۡلَغۡتُکُمۡ
رِسٰلٰتِ رَبِّیۡ وَ نَصَحۡتُ لَکُمۡ ۚ فَکَیۡفَ اٰسٰی عَلٰی قَوۡمٍ کٰفِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Pemuka-pemuka kaumnya yang
sombong
berkata: “Hai Syu’aib, niscaya kami
akan mengusir engkau, dan juga orang-orang
yang telah beriman beserta engkau dari kota kami, atau kamu harus kembali ke dalam agama kami.” Ia berkata: “Apakah walaupun kami benar-benar tidak menyukainya?
Jika demikian, sungguh kami telah mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah,
seandainya kami kembali ke dalam agama kamu, setelah Allah menyelamatkan kami
darinya.
Dan sekali-kali tidak layak bagi kami kembali ke dalamnya
kecuali jika Allah Tuhan kami menghendaki. Ilmu Tuhan kami meliputi segala sesuatu,
kepada Allah-lah kami bertawakal. Ya Rabb
(Tuhan) kami, berilah keputusan di antara kami dan kaum kami dengan haq dan Engkau
adalah sebaik-baik Pemberi Keputusan.” Dan pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Jika kamu mengikuti Syu’aib, jika demikian pasti kamu akan menjadi orang-orang yang rugi.”
Lalu mereka
ditimpa gempa bumi, maka mereka bergelimpangan binasa di
dalam rumah-rumahnya. Orang-orang yang mendustakan Syu’aib, mereka seperti tidak pernah tinggal di dalamnya.
Orang-orang yang mendustakan Syu’aib mereka
itu benar-benar orang-orang yang rugi. Lalu ia berpaling dari mereka seraya berkata: ”Hai kaumku, sungguh aku benar-benar telah menyampaikan
kepadamu risalah-risalah Rabb-ku
(Tuhan-ku), dan aku telah memberikan nasihat kepada kamu, karena
itu bagai-mana mungkin aku harus
bersedih hati terhadap orang-orang kafir.” (Al-A’rāf [7]:89-94).
Kata-kata
“Ia berkata: “Apakah walaupun kami benar-benar tidak menyukainya? Jika demikian, sungguh kami
telah mengada-adakan kedustaan terhadap
Allah, seandainya kami kembali ke dalam agama kamu, setelah Allah menyelamatkan kami
darinya”. Ayat
itu menunjukkan bahwa di sepanjang masa orang-orang yang baik dan cendekia
telah berkeyakinan bahwa kekerasan dan paksaan tidak seyogianya digunakan dalam hal-hal yang berhubungan
dengan kata-hati manusia (QS.2:257;
QS.9:6; QS.18:30).
Persamaan Kebaikan dan
keburukan Bani Isma’il dengan Bani
Israil Bagaikan “Persamaan Sepasang Sepatu”
Makna ayat:
“Lalu ia berpaling dari mereka seraya berkata: ”Hai
kaumku, sungguh aku benar-benar telah menyampaikan
kepada kamu risalah-risalah
Rabb-ku (Tuhan-ku), dan aku
telah memberikan nasihat kepada kamu,
karena itu bagaimana mungkin aku harus bersedih hati terhadap orang-orang kafir.” Kata-kata itu penuh dengan kesedihan yang sangat. Nabi Syu’aib a.s.
-- seperti halnya tiap nabi Allah yang benar, terutama Nabi Besar Muhammad saw.
(QS.9:128; QS.21:108) -- merasa sedih
dan cemas mengenai kaum beliau yang ditimpa azab
Ilahi akibat mendustakan dan menentang beliau.
Demikian pula
dengan Rasul Allah yang dibangkitkan Allah Swt di Akhir Zaman ini -- “burung”
Nabi Ibrahim a.s. ke-4 (QS.2:261) -- yakni
Masih Mau’ud a.s, padahal beliau
diutus Allah Swt. dalam rangka menggenapi
terwujudnya nubuatan kejayaan
Islam kedua kali di Akhir Zaman
ini, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
me-reka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam ke-sesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ -- dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara me-reka,
yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
(Al-Jumu’ah
[62]:3-4).
Sesuai Sunnatullāh, perlakuan zalim
yang dilakukan para pemuka Yahudi
terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan para pengikut beliau (QS.3:53-55;
QS.4:158-159) kembali terulang di Akhir
Zaman ini terhadap misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) dan para pengikut beliau, sehingga dengan demikian lengkaplah persamaan antara Bani Israil dengan Bani
Isma’il bagaikan persamaaan sepasang
sepatu, padahal Allah Swt. telah memerintahkan umat Islam untuk beriman dan membantu perjuangan suci beliau di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا اَنۡصَارَ
اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ
مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ
اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ ؕ
قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ
اللّٰہِ فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ مِّنۡۢ
بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ وَ
کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا عَلٰی
عَدُوِّہِمۡ فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, jadilah
kamu penolong-penolong Allah sebagaimana Isa Ibnu Maryam berkata kepada pengikut-pengikutnya, مَنۡ
اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ --“Siapakah penolong-penolongku di jalan Allah?”
قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ اللّٰہِ -- Pengikut-pengikut
yang setia itu berkata: “Kamilah
penolong-penolong Allah.” قَالَ
الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ
اللّٰہِ -- Maka segolongan dari Bani Israil beriman sedangkan segolongan lagi kafir, فَاَیَّدۡنَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا عَلٰی
عَدُوِّہِمۡ فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ -- kemudian Kami membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka
lalu mereka menjadi orang-orang yang menang (Ash-Shaff [61]:15).
Dari ketiga golongan agama di antara kaum Yahudi, yang terhadap mereka Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. menyampaikan tablighnya (QS.61:7) – kaum Parisi,
kaum Saduki, dan kaum Essenes – Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
termasuk kaum Essenes sebelum beliau diutus sebagai rasul Allah. Kaum Essenes
adalah kaum yang sangat bertakwa,
hidup jauh dari kesibukan dan keramaian dunia, dan melewatkan waktu
mereka dalam berzikir dan berdoa, dan berbakti kepada sesama manusia. Dari kaum
Essenes inilah berasal bagian besar dari para pengikut (hawari) beliau di masa permulaan (“The Dead Sea Community,” oleh Kurt Schubert, dan “The Crucifixion by an Eye-Witness”).
Mereka disebut “Para Penolong” oleh
Eusephus.
Menentang Rasul Allah Mengundang Turunnya Berbagai
Azab Ilahi
Kata-kata penutup Surah As-Shaff ini sungguh sarat
dengan nubuatan. Sepanjang zaman para
pengikut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah menikmati kekuatan dan kekuasaan atas musuh abadi
mereka – kaum Yahudi. Mereka telah menegakkan
dan memerintah kerajaan-kerajaan luas
dan perkasa, sebaliknya, kaum Yahudi
tetap merupakan kaum yang cerai-berai
di berbagai pelosok dunia sehingga
mendapat julukan “the Wandering Jew”
(“Yahudi Pengembara”).
Ada pun kembalinya orang-orang Yahudi ke Palestina dan -- dengan
bantuan negara-negara Kristen dari
barat, terutama Kerajaan Inggris
melalui “Balfour Declaration” --
mendirikan “negara Israel” selain
sebagai penggenapan nubuatan dalam Al-Quran (QS.17:105), juga merupakan
bagian dari puncak “penghinaan” dari
Allah Swt. yang diterima umat Islam
di Timur Tengah melalui merajalelanya kembali Ya’juj (Gog)
dan Ma’juj (Magog) setelah mengalami
masa pemenjaraan selama 1000 tahun (Wahyu 20:7-10; QS,17:5-9;
QS.21:95), sebagai akibat pendustaan
dan penentangan terhadap Rasul Akhir Zaman yakni Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58) atau “burung” keempat Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261) yang pada hakikatnya
merupakan pengutusan kedua kali Nabi
Besar Muhammad saw. secara ruhani
di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
me-reka Kitab dan Hikmah وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ -- walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ -- Dan juga akan membangkitkan-nya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Jadi, menurut ayat-ayat tersebut dibangkitkan-Nya Masih Mau’ud a.s. atau misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) --
yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- di kalangan umat Islam di Akhir Zaman ini benar-benar merupakan karunia Allah Swt. yang sangat
besar: ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar.”
Ketidak-bersyukuran kepada
Allah Swt. Mengundang Azab Ilahi &
Lemahnya Sarang Laba-laba
Dengan demikian jelaslah bahwa orang-orang yang beriman kepada Masih Mau’ud
a.s. adalah orang-orang yang bersyukur kepada Allah Swt., sedangkan mereka yang
mendustakan serta menentang beliau a.s. merupakan orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah Swt., dan masing-masing akan menerima akibat baik dan akibat buruk dari sikap
mereka itu, sebagaimana yang dikemukakan Nabi Musa a.s kepada kaum beliau dalam
firman-Nya:
وَ اِذۡ تَاَذَّنَ
رَبُّکُمۡ لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ
لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Rabb (Tuhan) kamu
mengumumkan: ”Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya
akan Ku-limpahkan lebih banyak
karunia kepadamu, وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ -- tetapi jika kamu
benar-benar tidak bersyukur sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat keras.”
(Ibrahim
[14]:8).
Firman-Nya
lagi:
مَا یَفۡعَلُ
اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ
اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman?
Dan Allah
benar-benar Maha Menghargai, Maha
Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).
Sunnatullāh
membuktikan bahwa bagaimana pun hebatnya
kekuasaan duniawi para penentang rasul Allah di berbagai zaman kenabian
tetapi semua yang mereka
bangga-banggakan – termasuk segala
sesuatu mereka “persekutukan” dengan
Allah Swt. – terbukti sangat lemah bagaikan “lemahnya sarang laba-laba”, firman-Nya:
فَکُلًّا اَخَذۡنَا بِذَنۡۢبِہٖ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ
اَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِ حَاصِبًا ۚ وَ
مِنۡہُمۡ مَّنۡ اَخَذَتۡہُ
الصَّیۡحَۃُ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ خَسَفۡنَا بِہِ الۡاَرۡضَ ۚ وَ مِنۡہُمۡ
مَّنۡ اَغۡرَقۡنَا ۚ وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیَظۡلِمَہُمۡ وَ لٰکِنۡ
کَانُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ مَثَلُ
الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ کَمَثَلِ
الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۖۚ اِتَّخَذَتۡ بَیۡتًا ؕ وَ اِنَّ اَوۡہَنَ الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ
ۘ لَوۡ
کَانُوۡا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ یَعۡلَمُ مَا یَدۡعُوۡنَ مِنۡ
دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ وَ تِلۡکَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ
ۚ وَ مَا یَعۡقِلُہَاۤ اِلَّا الۡعٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Maka setiap orang dari mereka Kami tangkap karena dosanya, di antara mereka ada yang Kami kirim kepadanya badai pasir, di antara mereka ada yang disambar oleh petir, di antara mereka ada yang Kami
be-namkan di bumi, di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak berbuat zalim terhadap mereka, tetapi mereka
men-zalimi diri mereka sendiri.
مَثَلُ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ
کَمَثَلِ الۡعَنۡکَبُوۡتِ -- Perumpamaan orang-orang yang mengambil
penolong-penolong selain Allah adalah seperti perumpamaan laba-laba yang membuat rumah, وَ اِنَّ اَوۡہَنَ
الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ -- dan
sesungguhnya selemah-lemah rumah
pasti rumah laba-laba, seandai-nya mereka
itu mengetahui. Sesungguhnya Allah mengetahui sesuatu apa pun yang mereka seru selain-Nya,
dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. وَ تِلۡکَ الۡاَمۡثَالُ
نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ ۚ وَ مَا یَعۡقِلُہَاۤ
اِلَّا الۡعٰلِمُوۡنَ -- Dan itulah
perumpamaan-perumpamaan yang Kami kemukakan bagi manusia, dan sekali-kali
tidak ada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabūt
[29]:41-44).
Al-Quran telah mempergunakan berbagai kata dan
ungkapan untuk hukuman yang
ditimpakan lawan-lawan (penentang)
para nabi Allah pada zamannya masing-masing. Azab Ilahi yang melanda kaum ‘Ād digambarkan sebagai badai pasir (QS.41:17; QS.54:20; dan
QS.69:7); yang menimpa kaum Tsamud sebagai gempa
bumi (QS.7:79); ledakan
(QS.11:68; QS.54:32), halilintar
(QS.41:18), dan ledakan dahsyat
(QS.69:6); azab Ilahi yang
menghancurkan umat Nabi Luth a.s. sebagai
batu-batu tanah (QS.11:83; QS.15:75);
badai batu (QS.54:35); dan azab Ilahi yang menimpa Midian, kaum Nabi Syu’aib a.s.
sebagai gempa bumi (QS.7:92; QS.29:38); ledakan
(QS.11:95); dan azab pada hari siksaan yang mendatang (QS.26:190).
Terakhir dari semua itu ialah azab Ilahi
yang menimpa Fir’aun dan lasykarnya
serta pembesar-pembesarnya yang gagah-perkasa, Haman dan Qarun (Qorah),
dan membinasakan mereka sampai hancur-luluh, telah digambarkan dengan ungkapan,
“Kami tenggelamkan pengikut-pengikut
Fir’aun” (QS.2:51; QS.7:137; dan QS.17:104), dan “Kami menyebabkan bumi
menelannya” (QS.28:82).
Dalam ayat selanjutnya masalah ke-Esa-an Tuhan yang menjadi pembahasan terutama Surah ini disudahi
dalam ayat ini dengan sebuah tamsil
(perumpamaan) yang indah sekali, dan menjelaskan kepada kaum musyrik ketololan, kesia-siaan, dan kepalsuan
kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan syirik mereka. Mereka itu rapuh
bagaikan sarang laba-laba dan tidak
dapat bertahan terhadap kecaman akal
sehat.
Demikianlah penjelasan pengantar
guna memahami berbagai hujjah (dalil/argumentasi) yang
dikemukakan Masih Mau’ud a.s.
dalam artikel ARBA’IN
yang beliau jelaskan.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 7 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar