Jumat, 07 April 2017

Pengantar & Hikmah Pembacaan "Shalawat" Nabi Besar Muhammad Saw. Dihubungkan Dengan Nabi Ibrahim a.s.


Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah,  Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

Karya

 Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)

Bagian I

PENGANTAR & HIKMAH PEMBACAAN SHALAWAT NABI BESAR MUHAMMAD SAW. DIHUBUNGKAN DENGAN NABI IBRAHIM A.S.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
  
D
alam BLOG ini akan dikemukakan “Arba’in li-itmāmil- hujjah ‘alal-mukhallifīn”(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen  Bagi Para Penentang), salah satu  karya agung  Mirza Ghulam Ahmad a.s.  yakni  Al-Masih Al-Mau’ud a.s.  (Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)  atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) -- sebagaimana Nabi Besar Muhammad saw. merupakan misal Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:15-19; QS.46:11; QS.73:16)  -- dengan demikian sempurnalah nubuatan Al-Quran mengenai makna  “empat burung” Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261)  yang muncul dari kalangan Bani Israil --  yakni (1) Nabi Musa a.s., (2) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  – dan dari kalangan  Bani Isma’il,  yakni  (3) Nabi Besar Muhammad Saw. atau misal Nabi Musa a.s. dan (4) Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اَرِنِیۡ  کَیۡفَ تُحۡیِ الۡمَوۡتٰی ؕ  قَالَ اَوَ لَمۡ تُؤۡمِنۡ ؕ قَالَ بَلٰی وَ لٰکِنۡ لِّیَطۡمَئِنَّ قَلۡبِیۡ ؕ قَالَ فَخُذۡ اَرۡبَعَۃً مِّنَ الطَّیۡرِ فَصُرۡہُنَّ اِلَیۡکَ ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰی کُلِّ جَبَلٍ مِّنۡہُنَّ جُزۡءًا ثُمَّ ادۡعُہُنَّ یَاۡتِیۡنَکَ سَعۡیًا ؕ وَ اعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ﴿﴾٪
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), perlihatkan kepadaku bagaimanakah cara Engkau menghidupkan yang mati?” قَالَ اَوَ لَمۡ تُؤۡمِنۡ   -- Dia berfirman: “Apakah engkau tidak percaya?” قَالَ بَلٰی وَ لٰکِنۡ لِّیَطۡمَئِنَّ قَلۡبِیۡ  -- Ia berkata: “Ya aku percaya, tetapi aku tanyakan supaya hatiku tenteram.”  قَالَ فَخُذۡ اَرۡبَعَۃً مِّنَ الطَّیۡرِ فَصُرۡہُنَّ اِلَیۡکَ --   Dia berfirman: “Jika demikian, maka ambillah empat ekor burung lalu jinakkanlah  mereka kepada engkau, ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰی کُلِّ جَبَلٍ مِّنۡہُنَّ جُزۡءًا     -- kemudian letakkanlah setiap  burung itu di atas tiap-tiap gunung ثُمَّ ادۡعُہُنَّ یَاۡتِیۡنَکَ سَعۡیًا  --  lalu panggillah mereka, niscaya mereka dengan cepat akan datang kepada engkau, وَ اعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ  حَکِیۡمٌ  -- dan Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:261).

Perbedaan Iman Dengan Ithminan

     Perbedaan antara iman dengan  ithminan (hati dalam keadaan tenteram) dalam ayat:   قَالَ اَوَ لَمۡ تُؤۡمِنۡ ؕ قَالَ بَلٰی وَ لٰکِنۡ لِّیَطۡمَئِنَّ قَلۡبِیۡ    -- Dia berfirman: “Apakah engkau tidak percaya?” Ia berkata: “Ya aku percaya, tetapi aku tanyakan supaya hatiku tenteram.”  ialah, dalam keadaan pertama (iman), orang hanya percaya bahwa  Allah Swt.   dapat berbuat sesuatu, sedangkan dalam keadaan kedua (ithminan) orang mendapat kepastian bahwa sesuatu dapat pula berlaku atas dirinya.
        Nabi Ibrahim a.s.   sungguh beriman (percaya) bahwa Allah Swt.  dapat menghidupkan yang sudah mati, tetapi apa yang diinginkan beliau ialah kepuasan pribadi untuk mengetahui apakah Allah Swt.   akan berbuat demikian untuk keturunan beliau.
         Mengapa demikian? Sebab ketika  Nabi Ibrahim a.s. memohon kepada Allah Swt. agar di antara keturunan beliau a.s. pun ada yang dijadikan imam (pemimpin) seperti  yang dianugerahkan Allah Swt. kepada beliau, jawaban Allah Swt. adalah:  “Janji-Ku tidak  mencapai  orang-orang yang zalim”, firman-Nya:
وَ اِذِ ابۡتَلٰۤی  اِبۡرٰہٖمَ  رَبُّہٗ بِکَلِمٰتٍ فَاَتَمَّہُنَّ ؕ قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ لِلنَّاسِ  اِمَامًا ؕ قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ؕ قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Rabb-nya (Tuhan-nya) dengan beberapa perintah  maka dilaksanakannya sepenuhnya.   Dia berfirman: “Sesungguhnya  Aku akan  menjadikan engkau imam  bagi manusia.”   Ia, Ibrahim,  berkata: “Dan jadikanlah juga imam dari  keturunanku.  Dia berfirman: “Janji-Ku tidak mencapai yakni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (Al-Baqarah [2]:125).
         Imam berarti setiap obyek yang diikuti, baik manusia atau suatu Kitab (Al-Mufradāt). Dengan demikian jelaslah bahwa makna  4  “burung”  Nabi Ibrahim a.s. erat kaitannya dengan pengutusan rasul Allah  yang dibangkitkan di kalangan keturunan Nabi Ibrahim a.s.  --  yaitu Bani Israil dan Bani Isma’il  -- bukan benar-benar “burung” secara jasmani sebab salah satu arti “burung” dalam mimpi atau dalam rukya  atau kasyaf (penglihatan ruhani) adalah keturunan.

Makna Lain  Kata Zhan    dan   “Empat Burung” Nabi Ibrahim a.s.  

         Kepada ayat yang  dalam bahasan (QS.2:261) tersebut Nabi Besar Muhammad saw.   diriwayatkan telah bersabda: “Kita lebih layak menaruh syak   daripada  Ibrahim” (Muslim). Kata syak  berarti keinginan keras yang tersembunyi, menunggu dengan penuh harapan akan sempurnanya keinginan itu, sebab  Nabi Besar Muhammad saw.  tidak pernah ragu-ragu  --- sebagaimana arti lain kata syak   (QS.14:10-11; QS.40:35-36)  -- mengenai janji atau apa pun perbuatan Allah Swt..   Hal itu menunjukkan bahwa pertanyaan   Nabi Ibrahim a.s.  tidak terdorong oleh keraguan, tetapi hanya oleh kedambaan yang sangat.
          Berkenaan dengan  makna lain kata syak     -- yakni  “kedambaan yang sangat”   Nabi Ibrahim a.s. --  tersebut Allah Swt. berfirman  sehubungan dengan makna lain zhan (dugaan) yaitu yakin:
وَ اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ وَ اِنَّہَا لَکَبِیۡرَۃٌ اِلَّا عَلَی الۡخٰشِعِیۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوۡا رَبِّہِمۡ وَ اَنَّہُمۡ  اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾
Dan  mohonlah pertolongan kepada Allah  dengan sabar  dan shalat,  dan  sesungguhnya hal itu benar-benar sangat berat kecuali bagi orang-orang yang berendah diri. الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ  --  Yaitu orang-orang yang yakin  اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوۡا رَبِّہِمۡ وَ اَنَّہُمۡ  اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ   -- bahwasanya  mereka akan bertemu dengan Rabb-nya (Tuhannya) dan  bahwa  kepada-Nya-lah mereka akan kembali. (Al-Baqarah [2]:46-47).
       Dengan demikian jelaslah bahwa  pertanyaan Nabi Ibrahim a.s. mengenai cara menghidupkan yang mati sama sekali tidak berkaitan dengan syak dalam arti ragu melainkan syak  dalam makna “sangat mendambakan”, itulah makna firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اَرِنِیۡ  کَیۡفَ تُحۡیِ الۡمَوۡتٰی ؕ  قَالَ اَوَ لَمۡ تُؤۡمِنۡ ؕ قَالَ بَلٰی وَ لٰکِنۡ لِّیَطۡمَئِنَّ قَلۡبِیۡ ؕ
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), perlihatkan kepadaku bagaimanakah cara Engkau menghidupkan yang mati?” Dia ber-firman: “Apakah engkau tidak percaya?” Ia berkata: “Ya aku percaya, tetapi aku tanyakan supaya hatiku tenteram.”   (Al-Baqarah [2]:261).
        Ada pun makna kalimat shurhunna dalam ayat:  قَالَ فَخُذۡ اَرۡبَعَۃً مِّنَ الطَّیۡرِ فَصُرۡہُنَّ اِلَیۡکَ ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰی کُلِّ جَبَلٍ مِّنۡہُنَّ جُزۡءًا ثُمَّ ادۡعُہُنَّ یَاۡتِیۡنَکَ سَعۡیًا  -- “Dia berfirman: “Jika  demikian, maka ambillah empat ekor burung lalu jinakkanlah  mereka kepada engkau, kemudian letakkanlah setiap  burung itu di atas tiap-tiap gunung lalu panggillah mereka, niscaya mereka dengan cepat akan datang kepada engkau”. Ungkapan  “Shurtu al ghushna ilayya” berarti  “saya mencondongkan dahan itu kepadaku sendiri” (Lexicon Lane).
    Kata depan ila  (kepada) menentukan arti kata shurhunna dalam artian mencondongkan atau melekatkan -- dan bukan memotong  -- yang  secara keliru dikenakan kepada ayat ini, padahal yang dimaksud dengan “menghidupkan yang mati” dalam ayat ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kematian dan kehidupan secara jasmani, melainkan kematian dan kehidupan   secara ruhani, yang erat hubungannya dengan kesinambungan pengutusan para nabi (rasul)  Allah  dari kalangan Bani Adam (QS.7:35-37) sampai Hari Kiamat nanti yaitu  dalam rangka menghidupkan kembali  akhlak dan ruhani  manusia atau umat beragama  yang telah mati karena jauh dari masa kenabian yang penuh berkat, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?    اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ   -- Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti.  (Al-Hadīd [57]:17-18).

Empat Kali “Kematian Ruhani” Bani Israil dan Bani Isma’il

          Juz’ dalam ayat: ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰی کُلِّ جَبَلٍ مِّنۡہُنَّ جُزۡءًا   berarti suku, sebagian atau sesuatu. Jadi, bila sesuatu terdiri atas atau meliputi suatu rombongan, kata “bagian” akan berarti tiap-tiap anggotanya.  Peristiwa yang dikemukakan  dalam Surah Al-Baqarah ayat 261  tersebut  adalah suatu kasyaf (penglihatan ruhani) Nabi Ibrahim a.s., bukan merupakan peristiwa  jasmani.
       Makna “mengambil empat ekor burung”  ialah bahwa keturunan Nabi Ibrahim a.s. bangkit dan jatuh empat kali, peristiwa itu disaksikan dua kali di tengah-tengah kaum Bani Israil dan terulang lagi dua kali di tengah-tengah Bani Isma’il  yakni para pengikut  Nabi Besar Muhammad saw.   yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim a.s.  melalui Nabi Isma’il a.s.  (QS.2:128-130), sehingga jumlahnya 4 kali kebangkitan ruhani  dan kematian ruhani, firman-Nya:
وَ قَضَیۡنَاۤ  اِلٰی بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ فِی الۡکِتٰبِ لَتُفۡسِدُنَّ فِی الۡاَرۡضِ مَرَّتَیۡنِ  وَ لَتَعۡلُنَّ  عُلُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾  فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ اُوۡلٰىہُمَا بَعَثۡنَا عَلَیۡکُمۡ  عِبَادًا  لَّنَاۤ   اُولِیۡ  بَاۡسٍ  شَدِیۡدٍ فَجَاسُوۡا خِلٰلَ الدِّیَارِ ؕ وَ کَانَ وَعۡدًا  مَّفۡعُوۡلًا ﴿﴾  ثُمَّ رَدَدۡنَا لَکُمُ الۡکَرَّۃَ عَلَیۡہِمۡ وَ اَمۡدَدۡنٰکُمۡ بِاَمۡوَالٍ وَّ بَنِیۡنَ وَ جَعَلۡنٰکُمۡ  اَکۡثَرَ  نَفِیۡرًا ﴿﴾  اِنۡ اَحۡسَنۡتُمۡ اَحۡسَنۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ ۟ وَ اِنۡ اَسَاۡتُمۡ فَلَہَا ؕ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ الۡاٰخِرَۃِ  لِیَسُوۡٓءٗا  وُجُوۡہَکُمۡ وَ لِیَدۡخُلُوا الۡمَسۡجِدَ کَمَا دَخَلُوۡہُ  اَوَّلَ مَرَّۃٍ  وَّ  لِیُتَبِّرُوۡا مَا عَلَوۡا تَتۡبِیۡرًا ﴿﴾  عَسٰی رَبُّکُمۡ اَنۡ یَّرۡحَمَکُمۡ ۚ وَ اِنۡ عُدۡتُّمۡ عُدۡنَا ۘ وَ جَعَلۡنَا جَہَنَّمَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ  حَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan   telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: “Niscaya  kamu akan melakukan kerusakan di muka bumi ini dua kali,  dan niscaya kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang sangat besar.”    فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ اُوۡلٰىہُمَا بَعَثۡنَا عَلَیۡکُمۡ  عِبَادًا  لَّنَاۤ   اُولِیۡ  بَاۡسٍ  شَدِیۡدٍ فَجَاسُوۡا خِلٰلَ الدِّیَارِ --  Maka apabila datang saat sempurnanya janji yang pertama dari kedua janji itu,  Kami membangkitkan untuk menghadapi Kamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan tempur yang dahsyat, dan mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah, وَ کَانَ وَعۡدًا  مَّفۡعُوۡلًا -- dan itu merupakan suatu janji yang pasti terlaksana.  ثُمَّ رَدَدۡنَا لَکُمُ الۡکَرَّۃَ عَلَیۡہِمۡ وَ اَمۡدَدۡنٰکُمۡ بِاَمۡوَالٍ وَّ بَنِیۡنَ وَ جَعَلۡنٰکُمۡ  اَکۡثَرَ  نَفِیۡرًا --    Kemudian Kami mengembalikan lagi kepada kamu kekuatan untuk melawan mereka, dan Kami membantu kamu dengan harta dan anak-anak, dan  Kami menjadikan kelompok kamu lebih besar  dari sebelumnya.  اِنۡ اَحۡسَنۡتُمۡ اَحۡسَنۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ ۟ وَ اِنۡ اَسَاۡتُمۡ فَلَہَا  --   Jika kamu berbuat ihsan, kamu berbuat ihsan  bagi diri kamu sendiri, dan jika kamu berbuat buruk  maka itu untuk dirimu sendiri. فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ الۡاٰخِرَۃِ  لِیَسُوۡٓءٗا  وُجُوۡہَکُمۡ وَ لِیَدۡخُلُوا الۡمَسۡجِدَ کَمَا دَخَلُوۡہُ  اَوَّلَ مَرَّۃٍ  وَّ  لِیُتَبِّرُوۡا مَا عَلَوۡا تَتۡبِیۡرًا  --  Lalu apabila datang saat sempurnanya janji yang kedua itu Kami membangkitkan lagi hamba-hamba Kami yang lain supaya mereka mendatangkan kesusahan kepada pemimpin-pemimpin kamu  dan supaya mereka memasuki masjid seperti pernah mereka memasukinya pada kali pertama, dan supaya mereka menghancurluluhkan segala yang telah mereka kuasai. عَسٰی رَبُّکُمۡ اَنۡ یَّرۡحَمَکُمۡ ۚ وَ اِنۡ عُدۡتُّمۡ عُدۡنَا ۘ وَ جَعَلۡنَا جَہَنَّمَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ  حَصِیۡرًا ﴿﴾   --   Boleh jadi kini Rabb (Tuhan)  kamu akan menaruh kasihan kepada kamu, tetapi jika kamu kembali kepada perbuatan buruk, Kami pun akan kembali menimpakan hukuman dan ingatlah, Kami telah jadikan Jahannam, penjara bagi orang-orang kafir.  (Bani Israil [17]:5-8).

Kaum Kafir Sebagai  Sarana Penghukum    Allah Swt.

         Kekuasaan kaum Yahudi yang adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s. melalui Nabi Ishaq a.s. (Bani Israil)  mengalami kehancuran dua kali: pertama kali oleh Nebukadnezar  akibat kutukan Nabi Daud a.s. dan  yang kedua kali   oleh Titus  akibat kutukan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.17:5-8. Encyclopaedia Britannica pada Jews;  QS.5:79-81), dan tiap-tiap kali Allah Swt.   membangkitkan kembali sesudah keruntuhan mereka; kebangkitan kedua  kali Bani Israil  terlaksana oleh Konstantin, Maharaja Roma, yang memeluk agama Kristen (QS.7:170), walau pun sudah menyimpang dari   Tauhid Ilahi  yang diajarkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:117-119).
          Sebagaimana nubuatan dalam QS.17:5-9  mengenai dua kali hukuman Allah Swt. kepada Bani Israil, demikian pula kekuasaan Islam, mula-mula dengan hebat digoncang ketika kota Baghdad – pusat kekuasaan umat Islam  dan pusat  ilmu pengetahuan  --  jatuh saat menghadapi serbuan dahsyat pasukan-pasukan Tartar pimpinan Hulaku Khan, tetapi  segera dapat pulih kembali sesudah pukulan yang meremukkan itu. Para pemenang berubah menjadi golongan yang kalah dan cucu Hulaku Khan, perebut Baghdad, masuk Islam.
        Hukuman Ilahi pertama menimpa umat Islam, ketika kota Baghdad jatuh pada tahun 1258 M. Pasukan-pasukan Hulaku Khan yang  biadab itu sama sekali memusnahkan pusat ilmu pengetahuan dan kekuasaan yang agung itu  -- sebagaimana sebelumnya yang pernah dialami dua kali oleh kota Yerusalem  (QS.2:260 & Matius 23:37-39  & 24:15-22) akibat kutukan nabi Daud a.s. dan nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:79) --  dan konon kabarnya 1.800.000 orang Islam telah terbunuh pada ketika itu.
       Tetapi dari malapetaka yang mengerikan itu akhirnya Islam keluar sebagai pemenang. Mereka yang menaklukkan menjadi yang ditaklukkan. Cucu Hulaku Khan bersama-sama sejumlah besar orang Mongol dan Tartar memeluk agama Islam.
        Hukuman kedua telah ditakdirkan Allah Swt.  akan menimpa umat Islam di Akhir Zaman ini  seiring dengan bangkitnya kembali  lagi Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog – Wahyu 20:7-10; QS.18:95-102; QS.21:97) – yakni bangsa-bangsa Kristen dari barat  pada abad  17 Masehi  -- ketika kemunduran umum dan menyeluruh dialami oleh kaum Muslimin dalam bidang ruhani dan bidang politik.
       Sebagai padanannya,  kebangkitan Islam yang kedua  dilaksanakan oleh  Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) –  yakni “burung” Nabi Ibrahim a.s. yang keempat  atau kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani di Akhir Zaman ini (QS.62:3-4) – firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaff [61]:10).
   Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Masih Mau’ud as.) sebab di zaman beliau a.s. semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.

Makna Keunggulan Islam Kedua Kali di Akhir Zaman

    Pendek kata, pengutusan Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang merupakan penggenapan kedatangan  “burung” Nabi Ibrahim a.s.,  yang keempat dalam kapasitasnya sebagai Rasul Akhir Zaman  yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama (sebutan) yang berlainan (QS.77:12), yaitu dalam rangka menghimpun umat manusia ke dalam “Tauhid Ilahi” yang hakiki  sebagaimana firman Allah Swt.  tersebut. 
    Itulah makna hakiki dari keunggulan Islam  kedua kali  atas semua agama   di Akhir Zaman ini yang akan terwujud tanpa melalui kekerasan  mau pun paksaan  secara fisik, sebab Nabi Besar Muhammad saw.  adalah Rasul Allah  pembawa rahmat bagi seluruh alam, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ کَتَبۡنَا فِی الزَّبُوۡرِ مِنۡۢ بَعۡدِ الذِّکۡرِ اَنَّ الۡاَرۡضَ یَرِثُہَا عِبَادِیَ الصّٰلِحُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ فِیۡ ہٰذَا لَبَلٰغًا لِّقَوۡمٍ  عٰبِدِیۡنَ ﴿﴾ؕ وَ مَاۤ  اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا رَحۡمَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنَّمَا یُوۡحٰۤی  اِلَیَّ  اَنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ  اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh Kami benar-benar telah menuliskan dalam  Kitab Zabur sesudah pemberi peringatan itu, bahwa negeri itu  akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih.   Sesungguhnya dalam hal ini ada suatu amanat bagi kaum yang beribadah  Dan  Kami sekali-kali tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Katakanlah: “Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya  Rabb (Tuhan) kamu adalah Tuhan Yang Esa, maka kepada-Nya hendaknya kamu berserah diri”  (Al-Anbiya [21]:106-109).
       Dalam surah lainnya Allah Swt. berfirman  mengenai pewarisan “negeri yang dijanjikan” (Kanaan/Palestina) kepada umat Islam, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِرُسُلِہِمۡ لَنُخۡرِجَنَّکُمۡ مِّنۡ اَرۡضِنَاۤ  اَوۡ لَتَعُوۡدُنَّ فِیۡ مِلَّتِنَا ؕ فَاَوۡحٰۤی اِلَیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ لَنُہۡلِکَنَّ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ لَنُسۡکِنَنَّـکُمُ الۡاَرۡضَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ؕ ذٰلِکَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامِیۡ وَ خَافَ وَعِیۡدِ ﴿
Dan   berkata  orang-orang yang kafir  kepada rasul-rasul mereka:  “Niscaya   kami akan mengusir kamu dari kota kami, atau kamu harus kembali kepada agama kami.”  فَاَوۡحٰۤی اِلَیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ لَنُہۡلِکَنَّ  الظّٰلِمِیۡنَ -- Maka Rabb (Tuhan) mereka mewahyukan kepada mereka: “Niscaya Kami akan membinasakan  orang-orang yang zalim itu.   وَ لَنُسۡکِنَنَّـکُمُ الۡاَرۡضَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ   -- “Dan  niscaya Kami akan menempatkan kamu di bumi ini setelah mereka. ذٰلِکَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامِیۡ وَ خَافَ وَعِیۡدِ  --  Inilah janji bagi siapa yang takut akan martabat-Ku dan takut ke-pada ancaman-Ku.”  (Ibrahim [14]:14-15).

Hakikat Pembacaan Shalawat  Untuk Nabi Besar Muhammad Saw. yang Dihubungkan Dengan Nabi Ibrahim a.s.  & Pengabulan Shalawat

   Allah Swt. telah memerintahkan orang-orang beriman untuk senantiasa menyampaikan shalawat  kepada Nabi Besar Muhammad saw.,  firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ وَ مَلٰٓئِکَتَہٗ  یُصَلُّوۡنَ عَلَی النَّبِیِّ ؕ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَیۡہِ  وَ سَلِّمُوۡا  تَسۡلِیۡمًا ﴿﴾
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang beriman, bershalawatlah untuknya dan mintalah selalu doa keselamatan baginya. (Al-Ahzāb [33]:57). 
     Ada pun ucapan shalawat  yang diajarkan Nabi Besar Muhammad saw. kepada umat Islam adalah:
Allāhumma shalli ‘alā Muhammad wa ‘alā āli Muhammad kama shalaita ‘alā Ibrāhim wa ‘alā āli Ibrahim Innaka Hamīdun- Majīd.
(Ya Allah, anugerahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau menganugerahkan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim).
       Dengan demikian jelaslah hikmah mengapa pembacaan shalawat  kepada Nabi Besar Muhammad Saw. dihubungkan dengan Nabi Ibrahim a.s. bukan dengan para rasul Allah lainnya, karena Allah Swt. telah menganugerahkan kenabian (nubuwwat/risalat) bukan hanya kepada Nabi Ibrahim a.s. saja tetapi juga kepada anak-cucu beliau a.s., baik dari kalangan Bani Israil mau pun Bani Isma’il sesuai janji Allah Swt. (QS.2:125-130; QS.5:21).
      Jadi,   pada hakikatnya  pengutusan Rasul Akhir Zaman  yaitu Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)  sebagai  “burung” Nabi Ibrahim a.s. keempat  (QS.2:261) yang  muncul di kalangan umat Islam (QS.62:3-4)  -- bukan kedatangan kedua kali  Nabi Isa Ibnu Maryam Israili a.s. dari langit   --  pada hakikatnya hal tersebut merupakan pengabulan pembacaan shalawat  kepada Nabi Besar Muhammad saw.., sebab Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili selain telah wafat (QS.3:145; QS.21:35-36),  juga misi kerasulannya hanya untuk Bani Israil saja (QS.3:46-50; QS.61:7), firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ۶۹  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati.    Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui.  (An-Nisa [4]:70-71).

Keistimewaan Martabat Ruhani Nabi Besar Muhammad saw.

         Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian —  nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih   — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti  Nabi Besar Muhammmad saw. (QS.3:32).   
     Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi  Nabi Besar Muhammmad saw. (QS.3:32).     semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dalam surah Al-Hadīd dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi di sisi Rabb (Tuhan) mereka” (QS.57: 20).
      Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut  Nabi Besar Muhammmad saw.  dapat naik ke martabat nabi juga.
        Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”
        Kenyataan tersebut terjadi karena Nabi Besar Muhammad saw. merupakan “suri-teladan” paling sempurna bagi orang-orang yang ingin meraih kecintaan dan maghfirah (pengampunan) Allah Swt. (QS.3:32), firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat  suri teladan yang sebaik-baiknya  bagi kamu, yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb [33]:22). 

Keampuhan “Senjata Pena” Masih Mau’ud a.s.  &  Hujjah Nabi Ibrahim a.s. Membungkan Mulut Raja Namrud yang Takabbur

         Ada pun “senjata” yang digunakan oleh Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman adalah “senjata pena”, sebab “senjata” yang digunakan  pihak lawan Islam pun – terutama dari kalangan agama Kristen --  adalah “senjata pena” berupa penerbitan berbagai literature keagamaan  yang jumlah yang tidak mampu ditandingi oleh literature yang diterbitkan oleh umat Islam, sesuai dengan Tanda-tanda Akhir Zaman  yang dikemukakan firman-Nya berikut ini:  وَ  اِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتۡ   --  dan apabila buku-buku akan disebar-luaskan” (At-Takwir [81]:11).
    Isyarat ayat ini nampaknya ditujukan kepada penyebarluasan surat-surat kabar, majalah-majalah, dan juga buku-buku, juga ditujukan kepada sistem perpustakaan dan taman-taman bacaan serta tempat-tempat dan sarana-sarana lainnya serupa itu untuk penyiaran ilmu pengetahuan di  Akhir Zaman  ini  yang dilakukan secara khusus oleh bangsa-bangsa barat yang beragama Kristen dalam mendukung penyebaran agama mereka ke seluruh dunia.
    Jadi, perlawanan yang sepadan terhadap  serangan dengan  “senjata pena” yang dilakukan  terhadap kesempurnaan agama Islam (Al-Quran) dan  kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. maka  di Akhir Zaman ini pun    hal yang sama  dilakukan oleh Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah  -- Masih Mau’ud a.s. – yaitu  dengan “senjata pena”   yang terbukti sangat ampuh, sebab Allah Swt. melalui wahyu-Nya telah memberi beliau gelar “Sulthan-ul-Qalam” (Raja Pena), dan  dalam wahyu Ilahi lainnya kehebatan “pena” (tulisan) beliau diibaratkan  pedangDzulfiqar” milik Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.. 
  Mengapa demikian? Sebab  tulisan-tulisan Masih Mau’ud a.s. bukan saja  menangkis “serangan” mereka tetapi juga “menyerang” mereka dan membuatnya tak berdaya dan bungkam,   persis seperti kesuksesan da’wah Tauhid Ilahi yang dilakukan Nabi Ibrahim a.s.  ketika berdialog dengan raja Namrud  dalam firman-Nya berikut ini:
اَلَمۡ تَرَ اِلَی الَّذِیۡ حَآجَّ اِبۡرٰہٖمَ فِیۡ رَبِّہٖۤ اَنۡ اٰتٰىہُ اللّٰہُ الۡمُلۡکَ ۘ اِذۡ  قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّیَ الَّذِیۡ یُحۡیٖ وَ یُمِیۡتُ ۙ قَالَ اَنَا اُحۡیٖ وَ اُمِیۡتُ ؕ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ  فَاِنَّ اللّٰہَ یَاۡتِیۡ بِالشَّمۡسِ مِنَ الۡمَشۡرِقِ فَاۡتِ بِہَا مِنَ الۡمَغۡرِبِ فَبُہِتَ الَّذِیۡ کَفَرَ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ۚ
Apakah engkau tidak  memperhatikan orang yang membantah Ibrahim mengenai Rabb-nya (Tuhan-nya) karena Allah telah memberi kerajaan kepadanya? Ketika Ibrahim berkata:  Rabb-ku (Tuhan-ku) adalah Yang menghidupkan dan mematikan.” Ia yakni Namrud menjawab: “Aku pun  berkuasa menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan  matahari dari timur, maka terbitkanlah  matahari itu dari barat!” Lalu  terdiam kebingungan  orang yang kafir itu, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (Al-Baqarah [2]:259).
       Nabi Ibrahim a.s.  itu seorang pemberantas-berhala besar. Kaumnya menyembah matahari dan bintang-bintang, dewa utama mereka ialah Madruk yang asalnya dewa pagi dan matahari musim semi (Encyclopaedia Biblica  dan Encyclopaedia of Religions  and   Ethics. II. 296). Mereka percaya bahwa semua kehidupan bergantung pada matahari.
       Nabi Ibrahim a.s.   dengan bijaksana meminta raja orang musyrik itu – yakni Namrud (Nimrod)  --  seandainya benar  mengaku dapat mengatur hidup dan mati, agar mengubah jalan tempuhan matahari yang padanya bergantung segala kehidupan itu.
     Raja orang kafir itu pun kebingungan. Ia tidak dapat mengatakan tak dapat menerima tantangan  Nabi  Ibrahim  a.s  untuk menyuruh matahari beredar dari barat ke timur; sebab  hal demikian akan membatalkan pengakuannya sendiri sebagai pengatur hidup dan mati, dan bila ia mengatakan dapat berbuat demikian  maka itu berarti ia menguasai matahari tetapi niscaya merupakan suatu penghinaan besar pada pandangan kaumnya, penyembah matahari. Dengan demikian ia sama sekali menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dikatakan olehnya.

Lontaran “Fitnah” dan “Hoax” dan Kezaliman  Terhadap  Para Pengikut Masih Mau’ud a.s.

         Demikian pula berbagai macam hujjah (dalil-dalil) yang dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s. dalam  membuktikan kesempurnaan agama Islam (Al-Quran) dan kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw.  sangat luar-biasa, sehingga membuat “bungkam” para penentang beliau, dan “serangan” mereka pun kemudian berubah menjadi berbagai bentuk fitnah  -- yakni HOAX --  sehingga  di Akhir Zaman ini umumnya masyarakat luas memperoleh informasi yang sesat dan menyesatkan mengenai misi suci beliau a.s. dan Jemaat Muslim Ahmadiyah sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai bentuk  kezaliman   terhadap  Jemaat Muslim Ahmadiyah, sebagaimana Sunnatullah yang berlaku terhadap  para rasul Allah dan orang-orang yang beriman kepadanya.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  4 April   2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...