Senin, 10 April 2017

Kedatangan "Imam Mahdi a.s." Penyebar "Rahmat", Bukan "Penumpah Darah" & Penyesalan Para Penentang Rasul Allah


Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya
  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 4

ARBA’ÎN KE I

KEDATANGAN IMAM MAHDI A.S. PENYEBAR RAHMAT, BUKAN   PENUMPAH DARAH  &  PENYESALAN PARA PENENTANG RASUL ALLAH

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya telah dikemukakan topik Ketidak-bersyukuran kepada Allah Swt.  Mengundang Azab Ilahi  & Lemahnya Sarang Laba-laba.   Dengan demikian jelaslah bahwa orang-orang yang beriman kepada Masih Mau’ud a.s.  adalah orang-orang yang bersyukur kepada Allah Swt., sedangkan mereka yang mendustakan serta menentang  beliau a.s. merupakan orang-orang yang tidak bersyukur  kepada Allah Swt., dan masing-masing akan menerima akibat baik dan akibat buruk  dari sikap mereka itu, sebagaimana yang dikemukakan Nabi Musa a.s kepada kaum beliau dalam firman-Nya:
وَ اِذۡ  تَاَذَّنَ  رَبُّکُمۡ  لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) kamu mengumumkan:  Jika kamu benar-benar bersyukur  niscaya  akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepadamu,  وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ  اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ -- tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur  sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat  keras.” (Ibrahim [14]:8).
Firman-Nya lagi:
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan  Allah  benar-benar Maha Menghargai,  Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).

Berbagai Macam Azab Ilahi Yang Menimpa Kaum-kaum Purbakala

       Sunnatullah membuktikan bahwa bagaimana pun hebatnya kekuasaan duniawi para penentang rasul Allah di berbagai zaman kenabian  tetapi     semua yang mereka bangga-banggakan – termasuk  segala sesuatu mereka “persekutukan” dengan Allah Swt. – terbukti  sangat lemah bagaikan “lemahnya sarang laba-laba”, firman-Nya:
فَکُلًّا  اَخَذۡنَا بِذَنۡۢبِہٖ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ اَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِ حَاصِبًا ۚ وَ  مِنۡہُمۡ مَّنۡ اَخَذَتۡہُ  الصَّیۡحَۃُ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ خَسَفۡنَا بِہِ الۡاَرۡضَ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ  اَغۡرَقۡنَا ۚ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ  لِیَظۡلِمَہُمۡ  وَ لٰکِنۡ  کَانُوۡۤا  اَنۡفُسَہُمۡ  یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ مَثَلُ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ کَمَثَلِ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۖۚ اِتَّخَذَتۡ بَیۡتًا ؕ وَ اِنَّ  اَوۡہَنَ الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۘ  لَوۡ  کَانُوۡا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ یَعۡلَمُ مَا یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ وَ  ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ وَ تِلۡکَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ ۚ وَ مَا یَعۡقِلُہَاۤ  اِلَّا  الۡعٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Maka setiap orang dari mereka Kami tangkap karena dosanya,  di antara mereka ada yang Kami kirim kepadanya badai pasir, di antara mereka ada yang disambar oleh petir,  di antara mereka ada  yang Kami benamkan  di bumi, di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan,  dan Allah sekali-kali tidak berbuat zalim terhadap mereka, tetapi mereka  menzalimi  diri mereka sendiri.  مَثَلُ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ کَمَثَلِ الۡعَنۡکَبُوۡتِ  --  Perumpamaan orang-orang yang mengambil  penolong-penolong selain Allah adalah seperti perumpamaan laba-laba yang membuat rumah,  وَ اِنَّ  اَوۡہَنَ الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ -- dan sesungguhnya selemah-lemah rumah pasti rumah laba-laba, seandai-nya mereka itu mengetahui.  Sesungguhnya Allah menge-tahui  sesuatu apa pun yang mereka seru selain-Nya, dan Dia Maha Perka-sa, Maha Bijaksanaوَ تِلۡکَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ ۚ وَ مَا یَعۡقِلُہَاۤ  اِلَّا  الۡعٰلِمُوۡنَ --  Dan  itulah perumpamaan-perumpamaan yang Kami kemukakan bagi manusia, dan sekali-kali  tidak  ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabūt [29]:41-44). 
      Al-Quran telah mempergunakan berbagai kata dan ungkapan untuk hukuman yang ditimpakan lawan-lawan (penentang) para nabi Allah  pada zamannya masing-masing. Azab Ilahi  yang melanda kaum ‘Ād digambarkan sebagai badai pasir (QS.41:17; QS.54:20; dan QS.69:7); yang menimpa kaum Tsamud sebagai gempa bumi (QS.7:79); ledakan (QS.11:68; QS.54:32), halilintar (QS.41:18), dan ledakan dahsyat (QS.69:6); azab Ilahi yang menghancurkan umat Nabi Luth a.s.   sebagai batu-batu tanah (QS.11:83; QS.15:75); badai batu (QS.54:35); dan azab Ilahi  yang menimpa Midian, kaum Nabi Syu’aib a.s.  sebagai gempa bumi (QS.7:92; QS.29:38); ledakan (QS.11:95); dan azab pada hari siksaan yang mendatang (QS.26:190). Terakhir dari semua itu ialah azab Ilahi yang menimpa Fir’aun dan lasykarnya serta pembesar-pembesarnya yang gagah-perkasa, Haman dan Qarun (Qorah), dan membinasakan mereka sampai hancur-luluh, telah digambarkan dengan ungkapan, “Kami tenggelamkan pengikut-pengikut Fir’aun” (QS.2:51; QS.7:137; dan QS.17:104), dan “Kami menyebabkan bumi menelannya” (QS.28:82).
    Dalam ayat selanjutnya   masalah ke-Esa-an Tuhan yang menjadi pembahasan terutama Surah ini disudahi dalam ayat ini dengan sebuah tamsil (perumpamaan) yang indah sekali, dan menjelaskan kepada kaum musyrik ketololan, kesia-siaan, dan kepalsuan kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan syirik mereka. Mereka itu rapuh bagaikan sarang laba-laba dan tidak dapat bertahan terhadap kecaman akal sehat, serta tidak mampu melindungi para penyembahnya dari azab Ilahi.

Arba’in” Pertama

      Demikianlah penjelasan  pengantar   guna memahami berbagai  hujjah (dalil/argumentasi) yang dikemukakan Masih Mau’ud a.s. dalam   artikel  ARBA’IN  yang beliau jelaskan.
       Sebelum menuliskan bagian pertama   ARBA’IN  Masih Mau’ud a.s.  memberi nasihat:
      “Kepada Saudara-saudara yang secara teratur menerima terbitan-terbitan ini hendaknya mengumpulkannya kemudian jadikanlah semacam majalah yang bagus, dan namanya insya Allah:  ARBA’ÎN LI-ITMAMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALIFIN  (Empat Puluh Risalah, Untuk Menyempurnakan Hujjah  Bagi Para Penentang).

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Nahmaduhu wa nushalli ‘alaa rasûlihil-karîm

       “Pada hari ini aku berniat akan menerbitkan 40 selebaran secara bertahap, untuk menjawab tantangan dakwah para mukhalifin (penentang) dan para mungkirin[1] (pengingkar), supaya pada Hari Kiamat nanti hal ini akan merupakan satu  hujjah (dalil/argumentasi) di hadapan Allah Swt., bahwa   tugas yang untuk itu  aku diutus ke dunia, perintah tersebut telah aku laksanakan.
     Oleh karena  itu dengan segala kerendahan hati dan penuh hormat, aku kirimkan sebenaran-selebaran ini kepada para ‘ulama Muslimin, pendeta-pendeta Kristen, pandit-pandit Hindu, dan pandit-pandit Ariya, dan aku beritahukan bahwa aku diutus ke dunia ini  untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan, kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan dalam keimanan serta itikad-titikad dan akhlak.”
        Tujuan penulisan “Arba’in” oleh Masih Mau’ud a.s. tersebut – terutama pernyataan beliau ”…supaya pada Hari Kiamat nanti hal ini akan merupakan satu  hujjah (dalil/argumentasi) di hadapan Allah Swt., bahwa   tugas yang untuk itu  aku diutus ke dunia, perintah tersebut telah aku laksanakan “   --  selaras dengan berbagai firman Allah Swt.:
فَلَنَسۡـَٔلَنَّ الَّذِیۡنَ اُرۡسِلَ اِلَیۡہِمۡ وَ لَنَسۡـَٔلَنَّ  الۡمُرۡسَلِیۡنَ ۙ﴿﴾ فَلَنَقُصَّنَّ عَلَیۡہِمۡ بِعِلۡمٍ  وَّ مَا کُنَّا غَآئِبِیۡنَ ﴿﴾
Maka pasti akan  Kami tanyai orang-orang yang kepada mereka ra-sul-rasul telah diutus dan pasti  akan  Kami tanyai pula rasul-rasul itu.  Lalu Kami pasti akan   men-ceriterakan kepada mereka keadaan mereka dengan sepengetahuan Kami dan Kami sekali-kali  tidak pernah  tidak hadir. (Al-A’rāf [7]:7-8).
   Ayat  7 mengandung asas penting, yaitu bahwa dalam satu bentuk atau dalam bentuk yang lain semua orang bertanggung jawab kepada Allah  Swt. Semua orang akan ditanya bagaimana mereka menyambut para rasul Allah, dan para rasul Allāh  sendiri akan ditanya bagaimana mereka menyampaikan Amanat Allah Swt.   dan bagaimana sambutan orang-orang terhadap Amanat itu.
Sehubungan dengan tanggungjawab menyampaikan Amanat (risalat) Allah Swt. tersebut  Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. berikut ini:
 فَکَیۡفَ اِذَا جِئۡنَا مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍۭ بِشَہِیۡدٍ وَّ جِئۡنَا بِکَ عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ شَہِیۡدًا ﴿ؕ﴾  یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ ؕ وَ لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ  حَدِیۡثًا ﴿٪﴾
Maka bagaimana keadaan mereka  apabila Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat, dan Kami  mendatangkan engkau sebagai saksi terhadap mereka ini  semuanya?  یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ --   Pada hari itu  orang-orang  kafir dan yang mendurhakai Rasul,  mereka menginginkan seandainya bumi disamaratakan  dengan mereka,  وَ لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ  حَدِیۡثًا -- dan mereka tidak akan dapat menyembunyikan sesuatu apa pun  dari Allah. (An-Nisā [4]:42-43). Lihat pula QS.16:85 & 90.

Kesaksian Nabi Besar Muhammad Saw.

     Tiap-tiap nabi  Allah akan menjadi saksi pada Hari Pembalasan mengenai kaumnya masing-masing yang terhadap mereka beliau-beliau  diutus sebagai rasul, firman-Nya:
وَ یَوۡمَ نَبۡعَثُ مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍ  شَہِیۡدًا ثُمَّ لَا یُؤۡذَنُ  لِلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ لَا ہُمۡ یُسۡتَعۡتَبُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah hari itu ketika Kami membangkitkan dari setiap umat seorang saksi,  kemudian tidak akan diizinkan bagi orang-orang kafir untuk membela diri, dan  dalih-dalih mereka tidak akan diterima. (An-Nahl [16]:85).
         Ayat ini mengatakan, bahwa utusan-utusan Ilahi dikirim kepada segenap kaum dan bangsa-bangsa di dunia. Hal itu merupakan pengakuan yang dikemukakan Al-Quran, satu-satunya di antara semua kitab yang diwahyukan. Kebenaran pernyataan yang dibukakan Al-Quran tersebut ke dunia kira-kira 1400 tahun yang lalu oleh Al-Quran itu, sekarang telah mulai nampak kepada umat manusia.
       Kata عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ – “atas  mereka ini”  dalam QS.4:42 sebelumnya mencakup orang-orang beriman  dan orang-orang kafir, hanya saja sifat kesaksian itu akan berbeda dalam perkara-perkara yang berlainan. Dan makna kata hadits dalam ayat:   وَ لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ  حَدِیۡثًا --  “dan mereka tidak akan dapat menyembunyikan sesuatu apa pun  dari Allah“ berarti: suatu maklumat; suatu pengumuman; berita atau kabar (Lexicon Lane, yakni semuanya akan  tampak nyata   kebaikan mau pun keburukannya.
      Sehubungan  firman Allah Swt. dalam QS.4:42 tersebut  ada kisah yang menarik berkenaan Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana yang diriwayatkan dalam Hadits Bukhari nomor 4216:
Telah menceritakan kepada kami [Shadaqah], telah mengabarkan kepada kami [Yahya] dari [Sufyan] dari [Sulaiman] dari [Ibrahim] dari [‘Abodah] dari [‘Abdullah] berkata: Yahya – sebagian hadits dari ‘Amru bin MUrrah   -- berkata: “Nabi Shalallaahu ‘alayhi wasallam berkata, “Bacakanlah Al-Quran kepadaku.” Aku berkata: “Bagaimana aku membacakan kepada engkau, padahal Al-Quran diturunkan kepada engkau?” Beliau [saw.] menjawab, “Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari orang lain.” Lalu aku membacakan kepada beliau surah An-Nisa hingga tatkala sampai ayat “…maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu?” Beliau  berkata, “Cukup!” Dan ternyata beliau saw. mencucurkan air mata (menangis).”

Semuanya Akan Diminta Pertanggungjawaban  & Jawaban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Mengenai “Trinitas

         Kalau para Rasul Allah yang diutus  sebelum Nabi Besar Muhammad saw. hanya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt. terbatas hanya  berkenaan dengan kaum mereka masing-masing, tetapi Nabi Besar Muhammmad saw. sebagai rasul Allah yang diutus untuk seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29) tentu memiliki tugas yang sangat  agung dan sangat  berat, sebab beliau saw. bukan hanya akan menjadi saksi  untuk umat Islam serta untuk umat-umat beragama lainnya, bahkan juga  -- sebagai Khātaman-Nabiyyīn (QS.33:41) -- sebagai saksi bagi  semua  rasul Allah.
       Berkenaan tanggungjawab    para rasul Allah  -- dan tanggungjawab  kaum-kaum yang kepada mereka Allah Swt. telah mengutus para rasul Allah tersebut dalam surah lain Allah Swt. berfirman:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا لَا عِلۡمَ  لَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah  mengumpulkan para rasul lalu Dia berfirman: ”Apakah  jawaban    yang  diberikan kaummu kepada kamu?” Mereka akan berkata: “Tidak  ada pengetahuan pada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah [5]:110).
         Jawaban dari rasul-rasul Allah mengandung arti bahwa maksud pertanyaan Allah Swt.     tersebut bukan untuk memperoleh keterangan dari mereka atau untuk menambah pengetahuan-Nya  -- karena Allah Swt. Maha Mengetahui segala sesuatu  --  melainkan  maksudnya ialah mereka harus memberikan kesaksian terhadap orang-orang kafir, seperti juga jelas dari QS.4:42 sebelum ini.
        Contoh mengenai hal tersebut  dijelaskan  dalam  dialog  Allah Swt.  dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dalam ayat  selanjutnya mengenai penolakan beliau terhadap faham “Trinitas” dan “penebusan dosa” melalui kematian terkutuk beliau di atas tiang salib yang kemudian  menggantikan faham  Tauhid Ilahi yang beliau ajarkan,  firman-Nya:
 وَ  اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ  ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ  اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ  اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ؃ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ  مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾  مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ  کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ  اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  شَہِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan  selain  Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan  apa yang  sekali-kali  bukan hakku. Jika  aku te-lah mengatakannya maka sungguh  Engkau mengetahuinya. Engkau me-ngetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib.   Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu:  Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku (Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu. Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka,  tetapi tatkala  Engkau telah mewafatkanku  maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu  (Al-Māidah [5]:117-118).

Orang-orang Kafir Menginginkan  Jadi “Tanah

       Minta pertanggungjawaban  yang sama juga akan dilakukan Allah Swt. kepada kaum-kaum yang kepada mereka Allah Swt. telah mengutus para rasul-Nya dari kalangan mereka sendiri, firman-Nya:
وَ یَوۡمَ یُنَادِیۡہِمۡ فَیَقُوۡلُ مَاذَاۤ  اَجَبۡتُمُ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ فَعَمِیَتۡ عَلَیۡہِمُ الۡاَنۡۢبَآءُ یَوۡمَئِذٍ فَہُمۡ لَا  یَتَسَآءَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan pada hari Dia akan memanggil mereka maka Dia berfirman:  Jawaban apakah yang kamu berikan kepada rasul-rasul?”  Tetapi pada hari   itu   segala dalih menjadi gelap  atas mereka maka mereka tidak akan saling bertanya. (Al-Qashash [28]:66-67).
       Berkenaan ayat:   فَعَمِیَتۡ عَلَیۡہِمُ الۡاَنۡۢبَآءُ یَوۡمَئِذٍ فَہُمۡ لَا  یَتَسَآءَلُوۡنَ -- “Tetapi pada hari   itu   segala dalih menjadi gelap   atas mereka maka mereka tidak akan saling bertanya.“  Anba’ (dalil-dalil) adalah jamak dari naba’ yang berarti: kabar penting; keterangan; amanat; dalil (Lexicon Lane & Al-Kulliyat). Pada hari pembalasan orang-orang kafir akan mengalami kekalutan pikiran dan putus asa, dan akan sama sekali kehilangan akal untuk membela diri, karena kerapuhan semua helah dan dalih yang palsu telah menjadi jelas, mereka tidak mendapat kesempatan untuk bermusyawarah antara satu dengan lainnya guna mempersiapkan pembelaan mereka.
       ‘Amiya ‘alaihi’l-amru berarti “perkara itu menjadi gelap atau kacau baginya” (Lexicon Lane). Sehubungan dengan kata al-anbā-u dalam ayat: فَعَمِیَتۡ عَلَیۡہِمُ الۡاَنۡۢبَآءُ یَوۡمَئِذٍ فَہُمۡ لَا  یَتَسَآءَلُوۡنَ -- “Tetapi pada hari   itu   segala dalih menjadi gelap   atas mereka maka mereka tidak akan saling bertanya“  dalam 3 ayat terakhir surah An-Nabā Allah Swt.  berfirman mengenai para penentang rasul Allah:
یَوۡمَ  یَقُوۡمُ الرُّوۡحُ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  صَفًّا ؕ٭ۙ  لَّا یَتَکَلَّمُوۡنَ  اِلَّا مَنۡ اَذِنَ لَہُ الرَّحۡمٰنُ وَ  قَالَ صَوَابًا ﴿﴾  ذٰلِکَ  الۡیَوۡمُ الۡحَقُّ ۚ فَمَنۡ شَآءَ اتَّخَذَ اِلٰی رَبِّہٖ مَاٰبًا ﴿﴾ اِنَّاۤ  اَنۡذَرۡنٰکُمۡ عَذَابًا  قَرِیۡبًا ۬ۚۖ یَّوۡمَ یَنۡظُرُ  الۡمَرۡءُ مَا قَدَّمَتۡ یَدٰہُ  وَ یَقُوۡلُ الۡکٰفِرُ یٰلَیۡتَنِیۡ  کُنۡتُ تُرٰبًا ﴿٪﴾
Pada hari berdirinya ruh  dan malaikat-malaikat berjajar-jajar,  mereka tidak akan berbicara kecuali siapa yang kepadanya  Tuhan  Yang Maha Pemurah izinkan dan dia ber-kata benar.   Itulah hari yang benar, maka barangsiapa yang menghendaki ia  menempuh jalan kembali  kepada Rabb-nya (Tuhannya).   Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu mengenai azab yang dekat, suatu hari ketika orang akan melihat apa yang dahulu telah diperbuat oleh kedua tangannya, وَ یَقُوۡلُ الۡکٰفِرُ یٰلَیۡتَنِیۡ  کُنۡتُ تُرٰبًا --  dan orang kafir akan berkata:   Alangkah baiknya aku dahulu jadi tanah!” (An-Nabā [78]:39-41).

Makna “Ruh” dan “Malaikat-malaikat” yang Berjajar-jajar & Makna “Saksi” dan “Yang Diberi Kesaksian

          Makna “Ruh” dalam ayat:  یَوۡمَ  یَقُوۡمُ الرُّوۡحُ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  صَفًّا  --  Pada hari berdirinya ruh  dan malaikat-malaikat berjajar-jajar di sini dapat berarti ruh yang sempurna – yakni Nabi Besar Muhammad saw.  – dan “Hari” dapat berarti “Hari Kebangkitan.” Sedangkan makna “malaikat-malaikat berjajar-jajar“  dapat juga mengisyaratkan kepada para rasul Allah  yang keabsahan  kenabiannya diberi kesaksian  oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.4:42), atau mengisyaratkan kepada “para sahabah” Nabi Besar Muhammad saw. yang dalam QS.39:70 disebut syuhada (saksi-saksi).
       Ada pun yang sangat menarik  mengenai  kesaksian  Nabi Besar Muhammad saw. dalam surah An-Nisa ayat 42 sebelum ini adalah pernyataan  Allah Swt. dalam surah Al-Burūj  mengenai ayat وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ  -- “dan demi Hari yang dijanjikan,  dan demi saksi  dan yang disaksikan”  berkenaan dengan kesaksian timbal-balik antara  Nabi Besar Muhammad saw. dan Masih Mau’ud a.s., firman-Nya:  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  وَ السَّمَآءِ  ذَاتِ الۡبُرُوۡجِ ۙ﴿﴾   وَ الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ ۙ﴿﴾   وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ ؕ﴿﴾  قُتِلَ اَصۡحٰبُ الۡاُخۡدُوۡدِ ۙ﴿﴾   النَّارِ ذَاتِ الۡوَقُوۡدِ ۙ﴿﴾   اِذۡ ہُمۡ عَلَیۡہَا قُعُوۡدٌ ۙ﴿﴾   وَّ ہُمۡ عَلٰی مَا یَفۡعَلُوۡنَ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ شُہُوۡدٌ  ؕ﴿﴾ وَ مَا نَقَمُوۡا مِنۡہُمۡ  اِلَّاۤ  اَنۡ یُّؤۡمِنُوۡا بِاللّٰہِ الۡعَزِیۡزِ  الۡحَمِیۡدِ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ لَہٗ  مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ ؕ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Demi langit yang memiliki  gugusan-gugusan bintang,   dan demi Hari yang dijanjikan, وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ  -- dan demi saksi  dan yang disaksikan.   Binasalah para pemilik parit,   yaitu Api yang dinyalakan dengan bahan bakar.    Ketika mereka duduk  di sekitarnya.   Dan mereka menjadi saksi atas apa yang dilakukan mereka terhadap orang-orang beriman.   Dan mereka sekali-kali tidak menaruh dendam terhadap mereka itu melainkan hanya karena mereka beriman kepada Allah  Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji, Yang kepunyaan-Nya kerajaan seluruh langit dan bumi, dan Allah menjadi Saksi atas segala sesuatu.   (Al-Burūj [85]:1-10).
          Kembali kepada  tujuan penulisan “Arba’in” oleh Masih Mau’ud a.s. tersebut – terutama pernyataan beliau ”…supaya pada Hari Kiamat nanti hal ini akan merupakan satu  hujjah (dalil/argumentasi) di hadapan Allah Swt., bahwa   tugas yang untuk itu  aku diutus ke dunia, perintah tersebut telah aku laksanakan“   --   benar-benar selaras dengan berbagai firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.berikut ini:
 فَکَیۡفَ اِذَا جِئۡنَا مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍۭ بِشَہِیۡدٍ وَّ جِئۡنَا بِکَ عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ شَہِیۡدًا ﴿ؕ﴾  یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ ؕ وَ لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ  حَدِیۡثًا ﴿٪﴾
Maka bagaimana keadaan mereka  apabila Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat, dan Kami  mendatangkan engkau sebagai saksi terhadap mereka ini  semuanya?   Pada hari itu  orang-orang  kafir dan yang mendurhakai Rasul, mereka menginginkan seandainya bumi disamaratakan  dengan mereka, dan mereka tidak akan dapat menyem-bunyikan sesuatu apa pun  dari Allah. (An-Nisā [4]:42-43). Lihat pula QS.16:85 & 90.
         Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:  “Oleh karena  itu dengan segala kerendahan hati dan penuh hormat, aku kirimkan sebenaran-selebaran ini kepada para ‘ulama Muslimin, pendeta-pendeta Kristen, pandit-pandit Hindu, dan pandit-pandit Ariya, dan aku beritahukan bahwa aku diutus ke dunia ini  untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan, kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan dalam keimanan serta itikad-titikad dan akhlak.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  8 April 2017




[1] Setelah nomor  ini, insya Allah, pada setiap 15 hari sekali akan terbit secara teratur hingga sempurna 40 selebaran, dengan syarat tidak ada halangan apa-apa, atau selama belum ada salah seorang dari para mukhalifin (penentang) dengan niat bersih, tanpa dalil kotor -- yang bau busuknya dapat tercium oleh setiap orang --    dapat memperlihatkan suatu tanda yang besar seperti aku. Tetapi ingat bahwa di dalam perlombaan ini tidak ada maksud untuk bermubahalah (tanding doa)  dan tidak pula mengandung suatu kabar gaib tentang diri seseorang. Akan tetapi perlombaan ini hanya akan membuktikan, bahwa kepada siapakah Allah berkata-kata dan menampakkan rahasia-rahasia  serta pengabulan doa-doanya. Jadi tidak boleh masalah mubahalah dicampur-adukkan di sini, sebab hal itu adalah masalah lain. Demikian pula setiap kabar gaib yang dapat menimbulkan keresahan umum dan bertentangan dengan pemerintahan, atau suatu kehinaan,  atau tentang kematian seseorang, semuanya itu tidak dibenarkan. (Pen).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...