Bismillaahirrahmaanirrahiim
“ARBA’IN”
ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para
Penentang)
Karya
Mirza Ghulam Ahmad
a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.
-- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)
Bagian 4
ARBA’ÎN KE I
KEDATANGAN IMAM MAHDI A.S.
PENYEBAR RAHMAT, BUKAN PENUMPAH DARAH & PENYESALAN PARA PENENTANG RASUL ALLAH
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam
akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan topik Ketidak-bersyukuran kepada
Allah Swt. Mengundang Azab Ilahi & Lemahnya
Sarang Laba-laba. Dengan
demikian jelaslah bahwa orang-orang
yang beriman kepada Masih Mau’ud a.s. adalah orang-orang
yang bersyukur kepada Allah Swt., sedangkan mereka yang mendustakan serta menentang beliau a.s.
merupakan orang-orang yang tidak
bersyukur kepada Allah Swt., dan
masing-masing akan menerima akibat baik dan akibat buruk dari sikap mereka itu, sebagaimana yang
dikemukakan Nabi Musa a.s kepada kaum beliau dalam firman-Nya:
وَ اِذۡ تَاَذَّنَ
رَبُّکُمۡ لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ
لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Rabb (Tuhan) kamu
mengumumkan: ”Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya
akan Ku-limpahkan lebih banyak
karunia kepadamu, وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ -- tetapi jika kamu
benar-benar tidak bersyukur sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat keras.”
(Ibrahim
[14]:8).
Firman-Nya
lagi:
مَا یَفۡعَلُ
اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ
اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا ﴿﴾
Mengapa Allah akan mengazab kamu jika kamu bersyukur dan beriman?
Dan Allah
benar-benar Maha Menghargai, Maha
Mengetahui. (An-Nisa [4]:148).
Berbagai Macam Azab Ilahi Yang Menimpa Kaum-kaum
Purbakala
Sunnatullah
membuktikan bahwa bagaimana pun hebatnya
kekuasaan duniawi para penentang rasul Allah di berbagai zaman kenabian
tetapi semua yang mereka bangga-banggakan – termasuk segala sesuatu mereka “persekutukan” dengan Allah Swt. – terbukti sangat lemah
bagaikan “lemahnya sarang laba-laba”,
firman-Nya:
فَکُلًّا اَخَذۡنَا بِذَنۡۢبِہٖ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ
اَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِ حَاصِبًا ۚ وَ
مِنۡہُمۡ مَّنۡ اَخَذَتۡہُ
الصَّیۡحَۃُ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ خَسَفۡنَا بِہِ الۡاَرۡضَ ۚ وَ مِنۡہُمۡ
مَّنۡ اَغۡرَقۡنَا ۚ وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیَظۡلِمَہُمۡ وَ لٰکِنۡ
کَانُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ مَثَلُ
الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ کَمَثَلِ
الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۖۚ اِتَّخَذَتۡ بَیۡتًا ؕ وَ اِنَّ اَوۡہَنَ الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ
ۘ لَوۡ
کَانُوۡا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ یَعۡلَمُ مَا یَدۡعُوۡنَ مِنۡ
دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ وَ تِلۡکَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ
ۚ وَ مَا یَعۡقِلُہَاۤ اِلَّا الۡعٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Maka setiap orang dari mereka Kami tangkap karena dosanya, di antara mereka ada yang Kami kirim kepadanya badai pasir, di antara mereka ada yang disambar oleh petir, di antara mereka ada yang Kami
benamkan di bumi, di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak berbuat zalim terhadap mereka, tetapi mereka
menzalimi diri mereka sendiri.
مَثَلُ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ
کَمَثَلِ الۡعَنۡکَبُوۡتِ -- Perumpamaan orang-orang yang mengambil
penolong-penolong selain Allah adalah seperti perumpamaan laba-laba yang membuat rumah, وَ اِنَّ اَوۡہَنَ
الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ -- dan
sesungguhnya selemah-lemah rumah
pasti rumah laba-laba, seandai-nya mereka
itu mengetahui. Sesungguhnya Allah menge-tahui sesuatu apa pun yang mereka seru selain-Nya,
dan Dia Maha Perka-sa, Maha Bijaksana. وَ تِلۡکَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُہَا
لِلنَّاسِ ۚ وَ مَا یَعۡقِلُہَاۤ
اِلَّا الۡعٰلِمُوۡنَ -- Dan itulah
perumpamaan-perumpamaan yang Kami kemukakan bagi manusia, dan sekali-kali
tidak ada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabūt
[29]:41-44).
Al-Quran telah mempergunakan berbagai kata dan
ungkapan untuk hukuman yang
ditimpakan lawan-lawan (penentang)
para nabi Allah pada zamannya masing-masing. Azab Ilahi yang melanda kaum ‘Ād digambarkan sebagai badai pasir (QS.41:17; QS.54:20; dan
QS.69:7); yang menimpa kaum Tsamud sebagai gempa
bumi (QS.7:79); ledakan
(QS.11:68; QS.54:32), halilintar
(QS.41:18), dan ledakan dahsyat
(QS.69:6); azab Ilahi yang
menghancurkan umat Nabi Luth a.s. sebagai
batu-batu tanah (QS.11:83; QS.15:75);
badai batu (QS.54:35); dan azab Ilahi yang menimpa Midian, kaum Nabi Syu’aib a.s.
sebagai gempa bumi (QS.7:92; QS.29:38); ledakan
(QS.11:95); dan azab pada hari siksaan yang mendatang (QS.26:190).
Terakhir dari semua itu ialah azab Ilahi
yang menimpa Fir’aun dan lasykarnya
serta pembesar-pembesarnya yang gagah-perkasa, Haman dan Qarun (Qorah), dan
membinasakan mereka sampai hancur-luluh, telah digambarkan dengan ungkapan, “Kami
tenggelamkan pengikut-pengikut Fir’aun” (QS.2:51; QS.7:137; dan QS.17:104),
dan “Kami menyebabkan bumi menelannya” (QS.28:82).
Dalam ayat selanjutnya masalah ke-Esa-an Tuhan yang menjadi pembahasan terutama Surah ini disudahi
dalam ayat ini dengan sebuah tamsil
(perumpamaan) yang indah sekali, dan menjelaskan kepada kaum musyrik ketololan, kesia-siaan, dan kepalsuan
kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan syirik mereka. Mereka itu rapuh
bagaikan sarang laba-laba dan tidak
dapat bertahan terhadap kecaman akal
sehat, serta tidak mampu melindungi para
penyembahnya dari azab Ilahi.
“Arba’in” Pertama
Demikianlah penjelasan pengantar
guna memahami berbagai hujjah (dalil/argumentasi) yang
dikemukakan Masih Mau’ud a.s.
dalam artikel ARBA’IN
yang beliau jelaskan.
Sebelum menuliskan bagian pertama ARBA’IN Masih Mau’ud a.s. memberi nasihat:
“Kepada
Saudara-saudara yang secara teratur menerima terbitan-terbitan ini hendaknya
mengumpulkannya kemudian jadikanlah semacam majalah yang bagus, dan namanya
insya Allah: ARBA’ÎN LI-ITMAMIL
HUJJAH ‘ALAL MUKHALIFIN (Empat Puluh Risalah, Untuk Menyempurnakan
Hujjah Bagi Para Penentang).
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Nahmaduhu wa nushalli ‘alaa rasûlihil-karîm
“Pada
hari ini aku berniat akan
menerbitkan 40 selebaran
secara bertahap, untuk menjawab tantangan dakwah para mukhalifin
(penentang) dan para mungkirin[1]
(pengingkar), supaya pada Hari Kiamat
nanti hal ini akan merupakan satu hujjah (dalil/argumentasi) di hadapan Allah Swt., bahwa tugas
yang untuk itu aku diutus ke dunia, perintah
tersebut telah aku laksanakan.
Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati dan penuh hormat, aku kirimkan sebenaran-selebaran
ini kepada para ‘ulama Muslimin, pendeta-pendeta Kristen, pandit-pandit Hindu, dan pandit-pandit Ariya, dan aku
beritahukan bahwa aku diutus ke dunia ini untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan, kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan dalam keimanan serta itikad-titikad dan akhlak.”
Tujuan penulisan “Arba’in” oleh Masih Mau’ud a.s. tersebut – terutama
pernyataan beliau ”…supaya pada Hari Kiamat nanti hal ini akan
merupakan satu hujjah (dalil/argumentasi) di hadapan Allah Swt., bahwa tugas
yang untuk itu aku diutus ke dunia, perintah
tersebut telah aku laksanakan “
-- selaras dengan berbagai firman
Allah Swt.:
فَلَنَسۡـَٔلَنَّ
الَّذِیۡنَ اُرۡسِلَ اِلَیۡہِمۡ وَ لَنَسۡـَٔلَنَّ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ۙ﴿﴾ فَلَنَقُصَّنَّ
عَلَیۡہِمۡ بِعِلۡمٍ وَّ مَا کُنَّا
غَآئِبِیۡنَ ﴿﴾
Maka
pasti akan Kami tanyai orang-orang yang kepada mereka ra-sul-rasul telah
diutus dan pasti akan Kami tanyai pula rasul-rasul
itu. Lalu Kami pasti akan men-ceriterakan kepada mereka keadaan
mereka dengan sepengetahuan Kami
dan Kami sekali-kali tidak pernah
tidak hadir. (Al-A’rāf [7]:7-8).
Ayat 7 mengandung
asas penting, yaitu bahwa dalam satu bentuk atau dalam bentuk yang lain semua orang bertanggung jawab kepada Allah Swt. Semua orang akan ditanya bagaimana mereka menyambut
para rasul Allah, dan para rasul
Allāh sendiri
akan ditanya bagaimana mereka menyampaikan Amanat Allah Swt. dan bagaimana sambutan orang-orang terhadap Amanat itu.
Sehubungan dengan tanggungjawab menyampaikan Amanat
(risalat) Allah Swt. tersebut Allah Swt.
berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.
berikut ini:
فَکَیۡفَ اِذَا جِئۡنَا مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍۭ
بِشَہِیۡدٍ وَّ جِئۡنَا بِکَ عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ
شَہِیۡدًا ﴿ؕ﴾ یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ ؕ وَ
لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ حَدِیۡثًا ﴿٪﴾
Maka bagaimana keadaan mereka apabila
Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat, dan Kami mendatangkan engkau sebagai
saksi terhadap mereka ini semuanya?
یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ -- Pada
hari itu orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul, mereka menginginkan
seandainya bumi disamaratakan dengan
mereka, وَ لَا یَکۡتُمُوۡنَ
اللّٰہَ حَدِیۡثًا -- dan mereka tidak akan dapat menyembunyikan
sesuatu apa pun dari Allah.
(An-Nisā
[4]:42-43). Lihat pula QS.16:85 & 90.
Kesaksian Nabi Besar Muhammad Saw.
Tiap-tiap nabi
Allah akan menjadi saksi pada Hari Pembalasan mengenai kaumnya
masing-masing yang terhadap mereka beliau-beliau diutus sebagai rasul, firman-Nya:
وَ یَوۡمَ
نَبۡعَثُ مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍ شَہِیۡدًا
ثُمَّ لَا یُؤۡذَنُ لِلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا
وَ لَا ہُمۡ یُسۡتَعۡتَبُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah
hari itu ketika Kami membangkitkan dari setiap umat seorang saksi, kemudian tidak akan diizinkan bagi orang-orang kafir untuk membela diri,
dan dalih-dalih mereka tidak akan diterima.
(An-Nahl
[16]:85).
Ayat ini
mengatakan, bahwa utusan-utusan Ilahi
dikirim kepada segenap kaum dan bangsa-bangsa di dunia. Hal itu
merupakan pengakuan yang dikemukakan Al-Quran, satu-satunya di antara semua
kitab yang diwahyukan. Kebenaran pernyataan
yang dibukakan Al-Quran tersebut ke
dunia kira-kira 1400 tahun yang lalu oleh Al-Quran itu, sekarang telah mulai
nampak kepada umat manusia.
Kata عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ – “atas mereka ini” dalam QS.4:42 sebelumnya mencakup
orang-orang beriman dan orang-orang
kafir, hanya saja sifat kesaksian
itu akan berbeda dalam perkara-perkara yang berlainan. Dan
makna kata hadits dalam ayat: وَ لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ
حَدِیۡثًا -- “dan mereka tidak akan dapat menyembunyikan
sesuatu apa pun dari Allah“
berarti: suatu maklumat; suatu pengumuman; berita atau kabar (Lexicon Lane, yakni semuanya
akan tampak nyata kebaikan mau pun keburukannya.
Sehubungan firman Allah Swt. dalam QS.4:42 tersebut ada kisah yang menarik berkenaan Nabi Besar
Muhammad saw. sebagaimana yang diriwayatkan dalam Hadits Bukhari nomor
4216:
Telah menceritakan kepada kami [Shadaqah], telah mengabarkan
kepada kami [Yahya] dari [Sufyan] dari [Sulaiman] dari [Ibrahim] dari [‘Abodah]
dari [‘Abdullah] berkata: Yahya – sebagian hadits dari ‘Amru bin MUrrah -- berkata: “Nabi Shalallaahu ‘alayhi
wasallam berkata, “Bacakanlah Al-Quran kepadaku.” Aku berkata: “Bagaimana aku
membacakan kepada engkau, padahal Al-Quran diturunkan kepada engkau?” Beliau
[saw.] menjawab, “Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari orang lain.” Lalu
aku membacakan kepada beliau surah An-Nisa hingga tatkala sampai ayat “…maka
bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat
dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu?”
Beliau berkata, “Cukup!” Dan ternyata
beliau saw. mencucurkan air mata (menangis).”
Semuanya Akan
Diminta Pertanggungjawaban & Jawaban
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Mengenai “Trinitas”
Kalau para Rasul Allah yang diutus sebelum Nabi Besar Muhammad saw. hanya akan
diminta pertanggungjawaban oleh Allah
Swt. terbatas hanya berkenaan dengan kaum mereka masing-masing, tetapi Nabi Besar Muhammmad saw. sebagai
rasul Allah yang diutus untuk seluruh umat manusia (QS.7:159;
QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29) tentu memiliki tugas yang sangat agung dan sangat berat,
sebab beliau saw. bukan hanya akan menjadi saksi
untuk umat Islam serta untuk umat-umat
beragama lainnya, bahkan juga --
sebagai Khātaman-Nabiyyīn (QS.33:41)
-- sebagai saksi bagi semua rasul Allah.
Berkenaan tanggungjawab para rasul
Allah -- dan tanggungjawab kaum-kaum yang kepada mereka Allah Swt.
telah mengutus para rasul Allah tersebut dalam surah lain
Allah Swt. berfirman:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ
اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا
ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا لَا عِلۡمَ
لَنَا ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah
mengumpulkan para rasul lalu Dia berfirman: ”Apakah jawaban yang
diberikan kaummu kepada kamu?”
Mereka akan berkata: “Tidak ada pengetahuan pada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.”
(Al-Māidah [5]:110).
Jawaban dari rasul-rasul Allah mengandung arti bahwa maksud pertanyaan Allah Swt. tersebut
bukan untuk memperoleh keterangan dari mereka atau untuk menambah pengetahuan-Nya -- karena Allah Swt. Maha Mengetahui segala sesuatu
-- melainkan maksudnya ialah mereka harus memberikan kesaksian terhadap orang-orang kafir, seperti juga jelas dari QS.4:42 sebelum ini.
Contoh mengenai hal
tersebut dijelaskan dalam dialog
Allah Swt. dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam ayat
selanjutnya mengenai penolakan
beliau terhadap faham “Trinitas” dan
“penebusan dosa” melalui kematian terkutuk beliau di atas tiang salib yang kemudian menggantikan
faham Tauhid Ilahi yang beliau ajarkan,
firman-Nya:
وَ اِذۡ
قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ اِلٰہَیۡنِ
مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ
اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ
لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ
اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا
اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ
عَلَیۡہِمۡ شَہِیۡدًا مَّا
دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ
عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ اَنۡتَ عَلٰی
کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan apa yang
sekali-kali bukan hakku. Jika
aku te-lah mengatakannya maka sungguh Engkau mengetahuinya. Engkau me-ngetahui apa yang ada dalam
diriku, sedangkan aku tidak
mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau,
sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala
yang gaib. Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali
apa yang telah Engkau perintahkan
kepadaku, yaitu: ”Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku (Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu. Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka,
tetapi tatkala Engkau
telah mewafatkanku maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi
Pengawas atas mereka, dan Engkau
adalah Saksi atas segala sesuatu (Al-Māidah
[5]:117-118).
Orang-orang Kafir Menginginkan Jadi “Tanah”
Minta pertanggungjawaban yang sama juga akan dilakukan Allah Swt.
kepada kaum-kaum yang kepada mereka
Allah Swt. telah mengutus para rasul-Nya
dari kalangan mereka sendiri, firman-Nya:
وَ یَوۡمَ
یُنَادِیۡہِمۡ فَیَقُوۡلُ مَاذَاۤ
اَجَبۡتُمُ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ فَعَمِیَتۡ
عَلَیۡہِمُ الۡاَنۡۢبَآءُ یَوۡمَئِذٍ فَہُمۡ لَا
یَتَسَآءَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan pada hari Dia akan memanggil mereka
maka Dia berfirman: ”Jawaban apakah yang kamu berikan kepada
rasul-rasul?” Tetapi pada
hari itu segala dalih menjadi gelap
atas mereka maka mereka tidak akan saling bertanya. (Al-Qashash
[28]:66-67).
Berkenaan
ayat: فَعَمِیَتۡ عَلَیۡہِمُ الۡاَنۡۢبَآءُ یَوۡمَئِذٍ فَہُمۡ لَا یَتَسَآءَلُوۡنَ -- “Tetapi
pada hari itu segala
dalih menjadi gelap atas mereka maka mereka tidak akan saling bertanya.“
Anba’ (dalil-dalil) adalah jamak dari naba’ yang berarti:
kabar penting; keterangan; amanat; dalil (Lexicon
Lane & Al-Kulliyat).
Pada hari pembalasan orang-orang
kafir akan mengalami kekalutan pikiran
dan putus asa, dan akan sama sekali kehilangan akal untuk membela diri, karena kerapuhan semua helah dan dalih yang palsu telah menjadi jelas, mereka tidak mendapat kesempatan
untuk bermusyawarah antara satu
dengan lainnya guna mempersiapkan pembelaan
mereka.
‘Amiya ‘alaihi’l-amru berarti “perkara itu menjadi gelap atau kacau baginya”
(Lexicon Lane). Sehubungan
dengan kata al-anbā-u dalam ayat: فَعَمِیَتۡ عَلَیۡہِمُ الۡاَنۡۢبَآءُ
یَوۡمَئِذٍ فَہُمۡ لَا یَتَسَآءَلُوۡنَ -- “Tetapi pada hari
itu segala dalih menjadi gelap atas mereka maka mereka tidak akan saling bertanya“
dalam 3 ayat terakhir surah An-Nabā
Allah Swt. berfirman mengenai para penentang rasul Allah:
یَوۡمَ یَقُوۡمُ الرُّوۡحُ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ صَفًّا ؕ٭ۙ
لَّا یَتَکَلَّمُوۡنَ اِلَّا مَنۡ
اَذِنَ لَہُ الرَّحۡمٰنُ وَ قَالَ
صَوَابًا ﴿﴾ ذٰلِکَ الۡیَوۡمُ الۡحَقُّ ۚ فَمَنۡ شَآءَ اتَّخَذَ
اِلٰی رَبِّہٖ مَاٰبًا ﴿﴾ اِنَّاۤ
اَنۡذَرۡنٰکُمۡ عَذَابًا قَرِیۡبًا
۬ۚۖ یَّوۡمَ یَنۡظُرُ الۡمَرۡءُ مَا
قَدَّمَتۡ یَدٰہُ وَ یَقُوۡلُ الۡکٰفِرُ
یٰلَیۡتَنِیۡ کُنۡتُ تُرٰبًا ﴿٪﴾
Pada hari berdirinya ruh dan malaikat-malaikat
berjajar-jajar, mereka
tidak akan berbicara kecuali siapa yang kepadanya Tuhan Yang
Maha Pemurah izinkan dan dia
ber-kata benar. Itulah hari
yang benar, maka barangsiapa yang
menghendaki ia menempuh jalan kembali kepada Rabb-nya (Tuhannya). Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu mengenai azab yang dekat, suatu
hari ketika orang akan melihat apa yang dahulu telah diperbuat oleh kedua tangannya,
وَ یَقُوۡلُ الۡکٰفِرُ
یٰلَیۡتَنِیۡ کُنۡتُ تُرٰبًا -- dan orang
kafir akan berkata: “Alangkah baiknya aku dahulu jadi tanah!”
(An-Nabā
[78]:39-41).
Makna “Ruh”
dan “Malaikat-malaikat” yang
Berjajar-jajar & Makna “Saksi”
dan “Yang Diberi Kesaksian”
Makna “Ruh”
dalam ayat: یَوۡمَ
یَقُوۡمُ الرُّوۡحُ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ
صَفًّا -- Pada hari
berdirinya ruh dan malaikat-malaikat berjajar-jajar” di sini dapat berarti ruh yang sempurna – yakni Nabi Besar
Muhammad saw. – dan “Hari” dapat
berarti “Hari Kebangkitan.” Sedangkan
makna “malaikat-malaikat berjajar-jajar“ dapat juga mengisyaratkan kepada para rasul Allah yang keabsahan kenabiannya
diberi kesaksian oleh Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.4:42), atau mengisyaratkan kepada “para
sahabah” Nabi Besar Muhammad saw. yang dalam QS.39:70 disebut syuhada (saksi-saksi).
Ada pun yang sangat menarik mengenai
kesaksian Nabi Besar Muhammad saw. dalam surah An-Nisa ayat 42 sebelum ini adalah
pernyataan Allah Swt. dalam surah Al-Burūj mengenai ayat وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ -- “dan demi
Hari yang dijanjikan, dan demi
saksi dan yang disaksikan” berkenaan dengan kesaksian timbal-balik antara
Nabi Besar Muhammad saw. dan Masih Mau’ud a.s., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ وَ السَّمَآءِ ذَاتِ الۡبُرُوۡجِ ۙ﴿﴾ وَ
الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ ۙ﴿﴾ وَ
شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ ؕ﴿﴾ قُتِلَ
اَصۡحٰبُ الۡاُخۡدُوۡدِ ۙ﴿﴾ النَّارِ
ذَاتِ الۡوَقُوۡدِ ۙ﴿﴾ اِذۡ
ہُمۡ عَلَیۡہَا قُعُوۡدٌ ۙ﴿﴾ وَّ
ہُمۡ عَلٰی مَا یَفۡعَلُوۡنَ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ شُہُوۡدٌ ؕ﴿﴾ وَ مَا نَقَمُوۡا مِنۡہُمۡ اِلَّاۤ
اَنۡ یُّؤۡمِنُوۡا بِاللّٰہِ الۡعَزِیۡزِ
الۡحَمِیۡدِ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ
لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ
وَ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ
ؕ﴿﴾
Aku
baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Demi
langit yang memiliki gugusan-gugusan bintang, dan demi Hari yang dijanjikan, وَ شَاہِدٍ وَّ
مَشۡہُوۡدٍ -- dan demi
saksi dan yang disaksikan. Binasalah para pemilik parit, yaitu
Api yang dinyalakan dengan bahan bakar. Ketika
mereka duduk di sekitarnya. Dan mereka menjadi saksi atas apa yang
dilakukan mereka terhadap orang-orang
beriman. Dan mereka sekali-kali tidak menaruh dendam terhadap mereka itu
melainkan hanya karena mereka
beriman kepada Allah Yang
Maha Perkasa, Maha Terpuji, Yang
kepunyaan-Nya kerajaan seluruh langit
dan bumi, dan Allah menjadi Saksi
atas segala sesuatu. (Al-Burūj
[85]:1-10).
Kembali kepada tujuan penulisan “Arba’in” oleh Masih Mau’ud a.s. tersebut – terutama
pernyataan beliau ”…supaya pada Hari Kiamat nanti hal ini akan
merupakan satu hujjah (dalil/argumentasi) di hadapan Allah Swt., bahwa tugas
yang untuk itu aku diutus ke dunia, perintah
tersebut telah aku laksanakan“
-- benar-benar selaras dengan
berbagai firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.berikut ini:
فَکَیۡفَ اِذَا جِئۡنَا مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍۭ
بِشَہِیۡدٍ وَّ جِئۡنَا بِکَ عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ
شَہِیۡدًا ﴿ؕ﴾ یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ ؕ وَ
لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ حَدِیۡثًا ﴿٪﴾
Maka bagaimana keadaan mereka apabila
Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat, dan Kami mendatangkan engkau sebagai
saksi terhadap mereka ini semuanya?
Pada hari itu orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul, mereka menginginkan seandainya bumi disamaratakan dengan mereka, dan mereka tidak akan dapat menyem-bunyikan
sesuatu apa pun dari Allah.
(An-Nisā
[4]:42-43). Lihat pula QS.16:85 & 90.
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda: “Oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati
dan penuh hormat, aku kirimkan sebenaran-selebaran
ini kepada para ‘ulama Muslimin, pendeta-pendeta Kristen, pandit-pandit Hindu, dan pandit-pandit Ariya, dan aku
beritahukan bahwa aku diutus ke dunia ini untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan, kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan dalam keimanan serta itikad-titikad dan akhlak.”
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 8 April 2017
[1] Setelah
nomor ini, insya Allah, pada setiap 15
hari sekali akan terbit secara teratur hingga sempurna 40 selebaran,
dengan syarat tidak ada halangan apa-apa, atau selama belum ada salah seorang
dari para mukhalifin (penentang) dengan niat bersih, tanpa dalil kotor -- yang bau busuknya dapat
tercium oleh setiap orang -- dapat
memperlihatkan suatu tanda yang besar seperti aku. Tetapi ingat bahwa di
dalam perlombaan ini tidak ada maksud untuk bermubahalah (tanding
doa) dan tidak pula mengandung suatu kabar
gaib tentang diri seseorang. Akan tetapi perlombaan ini hanya akan
membuktikan, bahwa kepada siapakah Allah berkata-kata dan menampakkan
rahasia-rahasia serta pengabulan
doa-doanya. Jadi tidak boleh masalah mubahalah dicampur-adukkan di
sini, sebab hal itu adalah masalah lain. Demikian pula setiap kabar gaib
yang dapat menimbulkan keresahan umum dan bertentangan dengan pemerintahan, atau suatu kehinaan, atau tentang kematian seseorang, semuanya itu
tidak dibenarkan. (Pen).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar