Selasa, 25 April 2017

Kepengecutan Bani Israil Menolak Memasuki "Negeri yang Dijanjikan" & Pada Masa "Fathrah" (Jeda) Pengutusan Rasul Allah Umat Islam Sangat Banyak Tetapi Seperti "Buih" (Busa)



Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 11

ARBA’ÎN KE II

KEPENGECUTAN BANI ISRAIL MENOLAK MEMASUKI  “NEGERI YANG DIJANJIKAN”   &    PADA  MASA “FATRAH (MASA JEDA) PENGUTUSAN RASUL ALLAH UMAT ISLAM  SANGAT BANYAK TETAPI SEPERTI “BUIH” (BUSA)    

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya   telah dikemukakan topik    Arba’in II sehubungan dengan kesedihan Rasul Akhir Zaman dalam firman-Nya berikut ini:
 وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan  Rasul itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku te-lah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan. وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ  --  Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi  dari antara orang-orang yang berdosa, وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا -- dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong. (Al-Furqān [25]:31-32). 

Arba’in II &  Kepengecutan Bani Israil
 
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

Nahmaduhu wa nushalli ‘alā  rasūlihil-karīm

 Rabbi- ghfir dzunûbanâ wa-hdi qulūbanā innaka aladzdzu-  asy-yā-i  an-yusyqā zur-‘atan- min ‘irfānika wa lā yusyqā  illā bi-fadhlika  wa- mtinānika. Rabbi inniy asykū ilā hadharatika min- mushībatin   nazalat ‘alā hādzihil- ummati   min  anwā-‘i-lfitani    wat- tafarruqati. Rabbi adrik  fa-innal-qawma mudrakûna.
 “Ya Rabb (Tuhan), ampunilah  dosa-dosa kami dan bimbinglah hati kami, sesungguhnya Engkau adalah sesuatu  yang paling lezat untuk diminum seteguk dari makrifat Engkau, dan tidak bisa diminum kecuali melalui karunia dan anugerah Engkau. Ya Rabb (Tuhan), sesungguhnya aku mencurahkan ke hadhirat Engkau musibah yang turun atas umat ini berupa bencana-bencana fitnah dan perpecahan. Ya Rabb (Tuhan), tangkaplah [mereka] karena sesungguhnya kaumku dalam keadaan tertangkap.”

          Oleh karena  tujuan diciptakannya  manusia oleh Allah Ta’ala adalah untuk beribadah dan mengenal-Nya, maka dari itu Allah menghendaki agar manusia berusaha menambah kemajuan dalam beribadah dan mengenal-Nya.
       Jika datang suatu era (zaman) baru, kebanyakan makhluk gejolak hatinya condong kepada dunia, kecintaan terhadap dunia semakin melekat di hati, rasa kasih-sayang  terhadapnya (dunia)  mencengkramnya, sedangkan  kecintaan kepada Allah dan keikhlasan terlepas dari hati.   Jalan untuk mengenal Khaliq (Tuhan Pencipta) menjadi hilang dan Tanda-tanda Tuhan yang telah dizahirkan melalui nabi-nabi-Nya yang suci telah dianggap sebagai dongeng belaka.
        Tidak ada lagi usaha untuk membersihkannya, tak ada lagi jalinan hubungan dengan Allah, dan tak ada lagi perhubungan di dalam hati, bahkan sedikitpun tak ada lagi di dalam hati perasaan cinta akan  keagungan Tuhan. Atau, anggapan mereka   merupakan suatu kedustaan belaka yang dijadikan perolok-olokan, sebagaimana sekarang ini para necri (penganut faham naturalisme) dan Brahma, yang kebanyakan mereka beranggapan demikian.
       Pendek kata, pada suatu masa dimana cahaya Tuhan mulai pudar maka akhirnya ribuan manusia tersesat ke dalam kezaliman (keaniayaan), bahkan mereka menjadi penganut animisme. Dunia penuh dengan kelalaian dan dosa-dosa, maka di saat itu gairat kemarahan Tuhan dan kegagahan Tuhan serta  ‘izat-Nya (kemuliaan-Nya) bangkit kembali menampakkan diri ke hadapan manusia.”
      Paparan Masih Mau’ud a.s. mengenai semakin melekatnya hati manusia kepada kehidupan duniawi dengan segala kenikmatannya yang fatamorgana serta   mereka semakin melupakan Allah Swt. dan tujuan utama diciptakannya oleh Allah Swt. – yakni untuk beribadah kepada-Nya (QS.51:57) --  sesuai dengan firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka? اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ --  Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).

Kepengecutan Bani Israil  & Keperwiraan Para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw.

        Sehubungan doa yang dipanjatkan Masih Mau’ud a.s. di awal Arba’in II tersebut ada kalimat  yang juga digunakan dalam Al-Quran berkenaan dengan Bani Israil ketika dikejar oleh Fir’aun dan bala-tentaranya, yaitu kata “mudrakūna” (tertangkap):
“Rabbi adrik  fa-innal-qawma mudrakûna -- Ya Rabb (Tuhan), tangkaplah [mereka] karena sesungguhnya kaumku dalam keadaan tertangkap.”
Firman-Nya:
فَاَتۡبَعُوۡہُمۡ مُّشۡرِقِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّا تَرَآءَ   الۡجَمۡعٰنِ قَالَ اَصۡحٰبُ مُوۡسٰۤی  اِنَّا  لَمُدۡرَکُوۡنَ ﴿ۚ﴾ قَالَ  کَلَّا ۚ اِنَّ  مَعِیَ  رَبِّیۡ  سَیَہۡدِیۡنِ ﴿﴾ فَاَوۡحَیۡنَاۤ  اِلٰی مُوۡسٰۤی اَنِ اضۡرِبۡ بِّعَصَاکَ  الۡبَحۡرَ ؕ فَانۡفَلَقَ فَکَانَ کُلُّ فِرۡقٍ  کَالطَّوۡدِ  الۡعَظِیۡمِ ﴿ۚ﴾
Maka lasykar-lasykar Fir’aun  menyusul mereka pada waktu matahari terbit.   Lalu tatkala kedua lasykar itu dapat melihat satu sama lainقَالَ اَصۡحٰبُ مُوۡسٰۤی  اِنَّا  لَمُدۡرَکُوۡنَ --  pengikut-pengikut Musa berkata: “Sesungguhnya kita pasti akan tertangkap!” قَالَ  کَلَّا ۚ اِنَّ  مَعِیَ  رَبِّیۡ  سَیَہۡدِیۡنِ --  Musa berkata: “Sekali-kali tidak, sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) besertaku, segera Dia akan menunjukkan  jalan  keselamatan. فَاَوۡحَیۡنَاۤ  اِلٰی مُوۡسٰۤی اَنِ اضۡرِبۡ بِّعَصَاکَ  الۡبَحۡرَ  --   Maka Kami mewahyukan kepada Musa: “Pukullah laut dengan tongkat engkau.”  فَانۡفَلَقَ فَکَانَ کُلُّ فِرۡقٍ  کَالطَّوۡدِ  الۡعَظِیۡمِ    --  lalu setiap bagiannya nampak seperti gunung yang besar.  (Asy-Syu’arā [26]:61-64).
      Para sahabat Nabi Musa a.s.    nampaknya mempunyai keimanan yang sangat lemah. Keadaan ini jelas juga dari QS.5:22-23 ketika mereka  menolak  ajakan Nabi Musa a.s. untuk memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” --  dan ketika mereka kembali  menyembah patung anak sapi buatan Samiri  pada saat ditinggal Nabi Musa a.s. selama 40 hari untuk berkhalwat di gunung Thur padahal Nabi Harun a.s. telah melarang mereka    (QS.7:143-152; QS.20:84-92).  
       Bandingkanlah sikap    pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.   yang tidak punya rasa malu lagi pengecut itu dengan pengorbanan tulus-ikhlas dan hampir-hampir tak masuk akal dari para sahabat Nabi Besar Muhammad  saw.  yang senantiasa mendambakan melompat ke dalam rahang kematian  bila ada sedikit saja isyarat aba-aba dari Junjungan mereka.
         Ketika  Nabi Besar Muhammad  saw.   bersama sejumlah kecil para sahabat r.a. dengan perlengkapan perang yang sangat darurat hendak bergerak ke Badar menghadapi balatentara Mekkah pimpinan Abu Jahal dkk yang bilangannya jauh lebih besar serta persenjataannya lebih lengkap, beliau saw. meminta saran (musyawarah) mereka mengenai situasi itu.
       Atas permintaan musyawarah Nabi Besar Muhammad  saw.   tersebut  salah seorang dari para sahabat golongan Anshar bangkit lalu menjawab Nabi Besar Muhammad  saw.  dengan kata-kata yang akan selamanya terkenang:
 “Kami tidak akan berkata kepada Anda seperti dikatakan oleh pengikut-pengikut Nabi Musa a.s.: “Pergilah engkau bersama Tuhan engkau kemudian berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini.” Kebalikannya, wahai Rasulullah, kami senantiasa beserta engkau dan kami akan bertempur dengan musuh di sebelah kanan dan di sebelah kiri engkau dan di hadapan engkau dan di belakang engkau, dan kami mengharap dari Allah agar engkau akan menyaksikan kami apa yang akan menyejukkan mata engkau.”

Keperwiraan Thalut (Gideon)  dan Pasukannya yang Terpilih

        Demikianlah keadaan keperwiraan serta kesetiaan umat Islam di zaman Nabi Besar Muhammad saw.  sehingga menggenapi kebenaran firman Allah  Swt.  berikut ini berkenaan dengan Thalut (Gedion) dan  sisa pasukannya yang  terpilih   membuktikan kebenarannya:  ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ  ۙ    -- “Tetapi  orang-orang yang meyakini bahwa sesungguhnya mereka akan menemui Allah  berkata: کَمۡ مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً  کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ  اللّٰہِ ؕ --  “Berapa banyak golongan yang sedikit  telah mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, وَ اللّٰہُ مَعَ  الصّٰبِرِیۡنَ  --  dan Allah beserta orang-orang yang sabar”,   firman-Nya:
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوۡتُ بِالۡجُنُوۡدِ  ۙ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ مُبۡتَلِیۡکُمۡ بِنَہَرٍ ۚ فَمَنۡ شَرِبَ مِنۡہُ فَلَیۡسَ مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ لَّمۡ یَطۡعَمۡہُ فَاِنَّہٗ مِنِّیۡۤ  اِلَّا مَنِ اغۡتَرَفَ غُرۡفَۃًۢ بِیَدِہٖ ۚ فَشَرِبُوۡا مِنۡہُ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ فَلَمَّا جَاوَزَہٗ ہُوَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ  ۙ قَالُوۡا لَا طَاقَۃَ لَنَا الۡیَوۡمَ بِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ  ۙ  کَمۡ مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً  کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ  اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ مَعَ  الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾
Maka tatkala Thalut berangkat dengan balatentaranya  ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan mencobai kamu dengan sebuah sungai, lalu barangsiapa  minum darinya maka ia bukan dariku, dan  barangsiapa tidak pernah mencicipinya   maka sesungguhnya ia dariku, kecuali orang yang menciduk seciduk  dengan tangannya.” Tetapi  mereka minum darinya kecuali sedikit dari mereka, lalu tatkala ia dan orang-orang yang beriman besertanya telah menyeberanginya mereka berkata: “Tidak ada kemampuan pada kami hari ini untuk menghadapi Jalut  dan balatentaranya.” قَالَ الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ  ۙ  کَمۡ مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً  کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ  اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ مَعَ  الصّٰبِرِیۡنَ --  Tetapi  orang-orang yang meyakini bahwa sesungguhnya mereka akan menemui Allah  berkata: “Berapa banyak golongan yang sedikit  telah mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah [2]:250).
         Kata nahar dalam ayat: قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ مُبۡتَلِیۡکُمۡ بِنَہَرٍ  --  “Sesungguhnya Allah akan mencobai kamu dengan sebuah sungai”  berarti pula “limpah-ruah”. Dalam pengertian tersebut ayat ini berarti bahwa mereka akan diuji oleh “limpah-ruah” yakni kelimpah-ruahan duniawi,   mereka yang menyerah kepada godaannya biasanya menjadi tidak mampu melaksanakan pekerjaan Allah Swt., tetapi mereka yang menggunakannya dengan mengekang hawa nafsu biasanya meraih kemenangan.

Banyak   Tetapi Seperti “Buih” (Busa)

        Demikian pula keadaan umat Islam selepas kewafatan para Khalifatul Rasyidin, seiring dengan  berkembangnya  kekuasaan  duniawi mereka,   kecenderungan mereka kepada kesenangan duniawi pun semakin memperlemah keadaan akhlak,   ruhani umat dan    keperwiraan umat Islam, sehingga akhirnya Allah Swt.  – sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil (QS.17:5-9)  --  menghukum mereka yang pertama melalui serbuan dahsyat bala tentara  Mongol dan Tartar pimpinan Hulaku Khan – cucu Jenghis Khan --   dengan  menghancur-luluhkan kota Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan  umat Islam dinasti Bani Abbas dan dikabarkan sebanyak 1.800.000 orang Muslim terbunuh.
       Pada hakikatnya dua kali hukuman Allah Swt.  kepada  Bani Israil (QS.17:5-9) terjadi akibat kedurhakaan mereka kepada   Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sehingga kedua rasul Allah tersbut telagh mengutuk orang-orang kafir dari kalangan bani Israil tersebut (QS.5:79-81).          
         Ada pun  hukuman Allah Swt.  yang kedua bagi umat Islam (Bani Isma’il) terjadi di Akhir Zaman ini  melalui  merajalelanya Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog)  -- yaitu bangsa-bangsa Kristen dari barat (Wahyu 20:7-10; QS.18:95-102; QS.21:97)   --  mulai abad 17 Masehi – setelah mereka dilepaskan dari  masa “pemenjaraannya” selama 1000 tahun (Wahyu 20:7-10).
        Sehubungan dengan keadaan umat Islam – setelah masa pemerintahan para Khulafatur- Rasyidin  -- yang secara kuantitas bertambah besar (banyak) tetapi secara kualitas  mereka  semakin jauh dari sebutan “umat terbaik” (QS.2:144; QS.3:111), hal tersebut  telah dinubuatan Nabi Besar Muhammad Saw.:
 Diriwayatkan Tauban r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Setelah aku wafat, setelah lama kutinggalkan, umat Islam akan lemah. Di atas kelemahan itu orang kafir akan  menyerbu  mereka bagai orang yang menyerbu makanan dalam piring dan mengajak orang lain makan bersama”. Maka para sahabat r.a. pun bertanya: “Apakah ketika itu  umat Islam telah lemah dan musuh sangat kuat?” Sabda beliau saw.: “Bahkan pada masa itu  mereka lebih ramai (banyak) tetapi tidak berguna, tidak berarti dan tidak menakutkan musuh. Mereka ibarat buih di laut.”  Sahabat bertanya lagi: “Mengapa seramai itu tetapi seperti buih di laut?” Jawab Rasulullah saw., “Karena ada dua penyakit, yaitu mereka ditimpa penyakit al-Wahn.” Sahabat bertanya lagi: “Apakah itu al-Wahn?” Rasulullah saw. bersabda: “Cinta  kepada dunia dan takut kepada kematian.” (Riwayat Abu Dawud no.4297; Ahmad V/278. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah).
        Sehubungan dengan penyakit al-wahn  yakni “cinta  kepada dunia dan takut kepada kematian” yang terjadi di kalangan umat Islam  tersebut, sebelumnya  terjadi juga di kalangan Bani Israil. Yaitu ketika  Allah Swt.  memilih Thalut (Gideon)  raja Bani Israil  yang kemudian diprotes  keras  oleh para pemuka Bani Israil dengan alasan  bahwa  Thalut (Gideon) “tidak memiliki kekayaan duniawi yang berlimpah”  seperti mereka, berikut firman Allah Swt. mengenai hal tersebut  kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اَلَمۡ تَرَ  اِلَی الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ اِذۡ  قَالُوۡا لِنَبِیٍّ لَّہُمُ ابۡعَثۡ لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ عَسَیۡتُمۡ  اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ اَلَّا تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ  اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ اُخۡرِجۡنَا مِنۡ دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ  بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Apakah engkau tidak  melihat mengenai para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka: “Angkatlah bagi kami seorang raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah.” Ia berkata:  Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika berperang itu diwajibkan atas kamu?” Mereka berkata: “Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah padahal sungguh  kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?” فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ   -- Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas merekamereka berpaling  kecuali sedikit  dari mereka, وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ  بِالظّٰلِمِیۡنَ -- dan Allah Maha Mengetahui orang-orang  yang zalim.  (Al-Baqarah [2]:247).

Kemajuan Bani Israil Sebatas Ucapan (Pernyataan)   

       Peristiwa tersebut menunjukkan kemajuan dalam keadaan kaum Bani Israil pada saat seperti dituturkan ayat ini dibandingkan dengan zaman Nabi Musa a.s. sendiri. Dalam  QS.5:25 Al-Quran menuturkan bahwa ketika Nabi Musa a.s. memerintahkan pengikut-pengikut beliau untuk memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” – dan  memerangi musuh di jalan Allah, mereka menjawab: “Pergilah engkau bersama Tuhan engkau, kemudian berperanglah kalian berdua; sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!”
       Sebaliknya, dalam ayat ini mereka disebutkan telah berkata: “Mengapakah kami tidak akan berperang di jalan Allah jika kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?” Tetapi, perbaikan sikap itu hanya di mulut saja dan tidak dalam kenyataan, sebab ketika saat pertempuran yang sebenarnya tiba, banyak dari antara mereka bimbang dan menolak untuk bertempur.
        Sebabnya adalah  pada waktu itu adalah    keadaan duniawi mereka jauh lebih baik dibandingkan  ketika mereka meminta kepada nabi mereka untuk mengangkat seorang raja untuk memimpin mereka berperang melawan musuh mereka. 
       Dengan demikian, peristiwa itu merupakan peringatan keras kepada kaum Muslimin untuk waspada agar jangan menempuh jalan yang serupa itu. Selanjutnya Allah Swt. berfirman: 
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ  اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا  اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ  اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾   وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ   مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ  اِنۡ  کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan  nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kamu.” Mereka berkata:  “Bagaimana ia bisa memiliki  kedaulatan atas kami, padahal kami lebih berhak memiliki kedaulatan  daripadanya, karena ia tidak pernah diberi harta yang berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” Dan  Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).
         Thalut adalah nama sifat seorang raja Bani Israil yang hidup kira-kira 200 tahun sebelum Nabi Dawud a.s.  dan kira-kira sejumlah tahun yang sama sesudah Nabi Musa a.s. Beberapa ahli tafsir Al-Quran telah keliru mempersamakan Thalut dengan Saul. Penjelasan Al-Quran lebih cocok dengan Gideon (Hakim-hakim fasal-fasal 6-8) daripada dengan Saul. Gideon hidup kira-kira 1250 sebelum Masehi dan Bible menyebutnya “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12) tiada lain melainkan Thalut.

Persamaan Jumlah Pasukan Thalut Dengan Jumlah Para Sahabat Dalam Perang Badar  

      Hal ini cocok dengan keterangan yang diberikan dalam ayat yang dibahas ini tentang Thalut. Apa yang menjadikan persamaan Thalut dengan Gideon lebih pasti lagi ialah  memang di zaman Gideon -- dan bukan di zaman Saul  --  kaum Bani Israil mendapat cobaan dengan perantaraan air (QS.2:249), dan gambaran yang diberikan oleh Bible (Hakim-hakim 7:4-7) tentang cobaan itu memang sama dengan gambaran Al-Quran. Dari Hakim-hakim 7: 6-7 kita mengetahui bahwa sesudah cobaan tersebut di atas, orang-orang yang tinggal bersama-sama dengan Gideon hanya ada 300 orang.
  Sangat menarik untuk diperhatikan, yaitu seorang sahabat Nabi Besar uhammad saw.   diriwayatkan telah bersabda: “Kami berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah orang yang mengikuti Thalut (Tirmidzi, bab Siyar). Hadits itu pun mendukung kesimpulan bahwa Thalut itu, tiada lain selain Gideon.
  Apa yang selanjutnya menguatkan persamaan antara Thalut dengan Gideon ialah, kata itu berasal dari akar-kata yang dalam bahasa Ibrani berarti “menumbangkan” (Encyclopaedia  Biblica) atau “menebang” (Jewish  Encyclopaedia). Jadi, Gideon berarti “orang yang menebas musuh hingga merobohkannya ke tanah”, dan Bible sendiri mengatakan mengenai Gideon sebagai “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12). Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ   مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ  اِنۡ  کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah bahwa akan datang kepada kamu suatu Tabut, yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Rabb (Tuhan) kamu dan  pusaka  peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dipikul oleh malaikat-malaikat, sesungguhnya dalam hal ini benar-benar ada suatu Tanda bagi kamu, jika kamu sungguh orang-orang yang  beriman.” (Al-Baqarah [2]:249). 
      Tabut berarti (1) peti atau kotak; (2) dada atau rusuk dengan apa-apa yang dikandungnya seperti jantung dan sebagainya (Lexicon Lane); (3) hati yang merupakan gudang ilmu, kebijakan, dan keamanan (Al-Mufradat). Para ahli tafsir berselisih tentang makna kata Tabut dan Bible menyebutnya sebagai sebuah perahu atau peti, dan gambaran yang    diberikan oleh Al-Quran tegas menunjukkan bahwa kata itu telah dipakai di sini dalam arti “hati” atau “dada.”

Jiwa Perwira Keturunan Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.  

     Penjelasan tentang Tabut dalam ayat ini “yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan kamu” tidak dapat dikenakan kepada bahtera (perahu), sebab jauh daripada memberi ketenteraman dan kesejukan hati yang disebut oleh Bible tidak dapat melindungi kaum Bani Israil terhadap kekalahan, pula tidak melindunginya sendiri, sebab perahu itu dibawa lari oleh musuh. Bahkan Saul yang membawa perahu itu dalam peperangan menderita kekalahan-kekalahan yang parah sehingga bahkan musuhnya pun menaruh kasihan kepadanya dan  ia menemui ajalnya dengan penuh kehinaan.
        Perahu demikian tak mungkin merupakan sumber ketenangan bagi kaum Bani Israil. Apa yang dianugerahkan Allah Swt.   kepada mereka adalah  hati yang penuh dengan keberanian dan ketabahan, sehingga sesudah ketenangan tersebut turun kepada mereka, mereka  berhasil membalas serangan musuh dan menimpakan kekalahan berat kepada mereka.
        Karunia lain yang diberikan Allah Swt.   kepada Bani Israil  yang dipimpin Thalut (Gideon) disinggung dalam kata “pusaka.” Yakni Allah Swt.  meresapi hati mereka dengan sifat-sifat mulia yang menjadi watak nenek-moyang mereka, keturunan Nabi Musa a.s.  dan Nabi Harun a.s..   Pusaka yang ditinggalkan (diwariskan) oleh anak-cucu Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s.  tidak terdiri atas hal-hal kebendaan (materi), tetapi yang dimaksudkan ialah akhlak-akhlak baik yang dengan itu mereka mendapat karunia menjadi pewaris leluhur-leluhur agung mereka.
        Sehubungan dengan keadaan umat Islam yang secara kuantitas bertambah besar (banyak) tetapi secara kualitas  semakin jauh dari sebutan “umat terbaik” (QS.2:144; QS.3:111)  sebagaimana nubuatan Nabi Besar Muhammad Saw. sebelum ini:
 Diriwayatkan Tauban r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Setelah aku wafat, setelah lama kutinggalkan, umat Islam akan lemah. Di atas kelemahan itu orang kafir akan  menyerbu  mereka bagai orang yang menyerbu makanan dalam piring dan mengajak orang lain makan bersama”. Maka para sahabat r.a. pun bertanya: “Apakah ketika itu  umat Islam telah lemah dan musuh sangat kuat?” Sabda beliau saw.: “Bahkan pada masa itu  mereka lebih ramai (banyak) tetapi tidak berguna, tidak berarti dan tidak menakutkan musuh. Mereka ibarat buih di laut.”  Sahabat bertanya lagi: “Mengapa seramai itu tetapi seperti buih di laut?” Jawab Rasulullah saw., “Karena ada dua penyakit, yaitu mereka ditimpa penyakit al-Wahn.” Sahabat bertanya lagi: “Apakah itu al-Wahn?” Rasulullah saw. bersabda: “Cinta  kepada dunia dan takut kepada kematian.” (Riwayat Abu Dawud no.4297; Ahmad V/278. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah).

Berlimpahnya “Mas Hitam” di Timur Tengah Penyebab Perpecahan Umat Islam

       Berlimpah-ruahnya “mas hitam” di wilayah Timur Tengah di Akhir Zaman ini  yang terbukti tidak mampu  mempersatukan hati umat Islam  di Timur tengah  -- bahkan  semakin memperparah perpercahan di kalangan mereka --  membuktikan benarnya nubuatan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, sebab kecintaan kepada duniawi menyadi penyebab terjadinya kemiskinan yang parah dalam hal akhlak dan ruhani  umat Islam serta semakin jauh dari “Tauhid Ilahi” yang hakiki, sebagaimana keadaan para pemuka Bani Israil yang menolak pengangkatan Thalut sebagai raja mereka, firman-Nya: 
وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ  اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا  اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ  اِنَّ اللّٰہَ  اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾   وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ   مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ  اِنۡ  کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan  nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kamu.” Mereka berkata:  “Bagaimana ia bisa memiliki  kedaulatan atas kami, padahal kami lebih berhak memiliki kedaulatan  daripadanya, karena ia tidak pernah diberi harta yang berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” Dan  Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  22 April    2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...