Senin, 17 April 2017

Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai "Nur di Atas Nur" dan "Suri-teladan" Paling Sempurna Bagi Para Pencari "Tuhan Yang Hakiki" (Allah Swt.) & "Kepatuh-taatan" Sempurna Para "Sahabat" Nabi Besar Muhammad Saw. di "Masa Awal" dan di "Masa Akhir" (Akhir Zaman)



Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 7

ARBA’ÎN KE I

NABI BESAR MUHAMMAD SAW. SEBAGAI “NUR DI ATAS NUR” DAN SURI TELADAN PALING SEMPURNA BAGI PARA PENCARI TUHAN YANG HAKIKI YAKNI ALLAH SWT.  & KEPATUH-TAATAN LUAR BIASA PARA SAHABAT  NABI BESAR MUHAMMAD SAW. DI MASA AWAL DAN DI MASA AKHIR (AKHIR ZAMAN)

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya telah dikemukakan topik   Kekikiran dan Kemiskinan Khazanah Ruhani Al-Quran  sehubungan dengan pembukaan khazanah ruhani  Al-Quran kepada Rasul Akhir Zaman dalam firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا﴿ۙ﴾   لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka,  dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib,” berarti, diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.  Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Tuhan dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang mukmin bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Tuhan dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib  --  penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.
 Tambahan pula wahyu Ilahi yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Tuhan  -- karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi  --  keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.

Kemiskinan Ruhani  di Akhir Zaman

     Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai  orang-orang yang kikir   dan  miskin  ruhani:   
    “Nilai kekayaan yang berikut adalah sangat zalim (aniaya), yakni membiarkan orang lain mati kelaparan dan berfoya-foya sendirian. Sifat yang seperti itu tidak terdapat pada diriku, hatiku hancur-luluh menyaksikan kefakiran  dan kelaparan mereka. Nyawaku hampir putus melihat kesusahan dan kegelapan mereka. Aku menghendaki agar rumah mereka penuh dengan khazanah langit, dan memperoleh mutiara keyakinan-keyakinan dan mutiara kebenaran hingga memenuhi lubuk hati mereka.
      Jelaslah, bahwa setiap sesuatu mencintai asal jenisnya (sesamanya), sehingga semut pun tidak luput dari hal itu. Jika ada satu yang tidak berdaya maka mereka tidak tega membiarkannya. Oleh sebab itu itu barangsiapa diseru kepada jalan Allah, kewajiban  utamanya adalah mencintai-Nya, karena itulah aku sangat mencintai manusia.”

 Berbagai Makna Perumpamaan   “Nur di atas Nur

       Sehubungan dengan  rumah-rumah  yang penuh dengan “khazanah langit” yang dimaksud  Masih Mau’ud a.s. tersebut Allah Swt. berfirman:
اَللّٰہُ  نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ  فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ  ﴿﴾
Allah adalah Nur  seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya   seperti sebuah relung  yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam kaca. Kaca itu seperti bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya. نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ  -- Nur di atas nur. Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya kepada siapa yang Dia kehendakiوَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ --  dan Allah mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia, dan Allah Maha  Mengetahui segala sesuatu.  فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ  -- Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnyabertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang. رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ --     Orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, mendirikan shalat dan membayar zakat, یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ  --  mereka takut akan hari ketika   di dalamnya hati dan mata berubah-ubah, لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ   --  supaya  Allah memberi mereka ganjaran yang sebaik-baik-nya atas apa yang telah mereka kerjakan, وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ    -- dan Allah akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. (An-Nūr [24]:36-39).
        Nur  dalam ayat: اَللّٰہُ  نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ  --   “Allah adalah Nur  seluruh langit dan bumi” berarti cahaya sebagai lawan dari kegelapan. Kata nur mempunyai pengertian lebih luas dan lebih menembus dan juga lebih bertahan (lama) daripada dhiya (Lexicon Lane).
      Misykat dalam ayat selanjutnya berarti  relung (ceruk) dalam sebuah dinding tembok yakni lobang atau lekuk dalam dinding yang tidak menembus dinding itu; lampu yang ditempatkan di sana memberi cahaya lebih banyak daripada di tempat lain; tiang yang dipuncaknya diletakkan lampu  (Lexicon Lane).   Zujājah berarti: kaca; bola dari kaca  (Lexicon Lane).
       Ayat ini merupakan tamsil (perumpamaan) yang indah. Ayat ini membicarakan tiga buah benda — pelitakaca, dan relung.  Dijelaskan bahwa Nur Ilahi disebutkan terkurung di dalam tiga benda tersebut yang bila digabung bersama membuat binar dan kilau cahayanya menjadi lengkap dan sempurna.
      Memang “pelita” itulah yang menjadi sumber cahaya, dan  “kaca”  melindungi pelita itu  dan menjaga supaya cahayanya jangan padam oleh tiupan angin serta menambah terangnya. Jadi “relung” selain menjaga cahaya itu juga menyebarkannya ke tempat-tempat yang jauh.
        Tamsil (perumpamaan) ini dengan tepat dapat dikenakan kepada lampu senter yang bagian-bagiannya adalah (1) kawat-kawat listrik yang memberikan cahaya, (2) bola-lampu bening yang melindungi cahaya itu dan  (3) reflektor yang memancarkan dan menyebarkan cahaya serta memberi arah kepadanya.
      Dalam istilah ruhani  tiga buah benda itu — “lampu”, “kaca” dan “relung” — masing-masing dapat melukiskan (1)  cahaya Ilahi, (2) para nabi Allah yang melindungi cahaya itu dari menjadi padam serta menambah kilau dan terangnya, dan (3)  para khalifah yang menyebarkan dan memancarkan cahaya Ilahi  serta memberikan arah dan tujuan untuk menjadi petunjuk dan sinar penerang dunia.

Nabi Besar Muhammad Saw. Adalah  “Nur di atas Nur

        Ayat ini selanjutnya menyatakan bahwa minyak yang dipakai menyalakan lampu itu mempunyai kemurnian yang semurni-murninya dan dapat menyala sampai batas hingga membuat minyak itu berkobar menyala-nyala  sekalipun tidak dinyalakan api. Itulah makna ayat:  یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ -- “Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ -- minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya.”
        Makna minyak itu diambil dari pohon yang bukan dari timur dan bukan juga dari barat, yaitu   tidak bersifat pilih kasih terhadap sesuatu kaum tertentu.
        Ayat ini dapat pula mempunyai tafsiran lain lagi. Nur (cahaya) yang tersebut dalam ayat ini dapat dianggap menunjuk kepada Nabi Besar Muhammad saw., sebab beliau saw. dalam Al-Quran disebut nur (QS.5:16), dalam keadaan demikian “relung” berarti “hati” beliau saw.,  dan “lampu” berarti fitrat beliau saw. yang amat murnikhalis dan dikaruniai sifat-sifat serta mengandung arti bahwa nur Ilahi yang telah ditanamkan dalam fitrat beliau  saw. adalah sebersih dan secemerlang hablur (kristal).
      Apabila   nur wahyu Ilahi turun kepada nur fitrat  Nabi Besar  Muhammad saw. maka nur itu bersinar dengan kilauan berlipat ganda, yang oleh Al-Quran dilukiskan dengan kata-kata  نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ  --  “Nur di atas nur”.
         Nur  Nabi Besar Muhammad saw.  ini telah dibantu oleh minyak yang keluar dari pohon yang bukan hanya terang dan cemerlang tetapi juga berlimpah-limpah, mantap, dan kekal   -- seperti arti dan maksud kata mubarakah dalam ayat مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ    --  “dari sebatang pohon kayu yang diberkati, لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ زَیۡتُوۡنَۃٍ   -- “yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat” dan dimaksudkan menyinari timur dan barat kedua-duanya.
        Lagi pula hati Nabi Besar Muhammad saw.  begitu suci bersih, dan fitrat beliau saw. dianugerahi kemampuan yang begitu mulia, sehingga beliau saw. layak melaksanakan tugas-tugas misi agung beliau saw., yang bahkan sebelum wahyu Ilahi  -- yakni wahyu Al-Quran yang merupakan wahyu syariat terakhir dan tersempurna (QS..5:4) -- turun kepada beliau saw.. Inilah maksud kata-kata  یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ --  “yang minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya.”

Pentingnya Wahyu Ilahi Sebagai Pasangan Akal Manusia & Rumah-rumah yang “Cemerlang Oleh Nur Ilahi

       Tamsil ini dapat pula diberi tafsiran lain lagi. Relung dalam ayat ini berarti jasad (tubuh) manusia. Jasad manusia berisi ruh  serta mengantarkan cahaya, yang berarti tubuh  manusia itu berisikan misbah atau pelita ruh yang menyinari akal manusia serta menghubungkannya dengan Tuhan (Allah Swt.).
        Pelita itu terletak dalam zujajah (semprong/bola kaca) yang menjaganya terhadap kemudaratan dan cacat serta menambah dan memantulkan cahaya-nya. Demikian juga  zujājah yang melambangkan otak manusia susunannya begitu sempurna, sehingga telah menjuruskan beberapa ahli filsafat untuk mengira bahwa akal manusia adalah sumber asli cahaya Ilahi.
         Cahaya itu dibantu oleh minyak yang berasal dari suatu pohon yang diberkati  -- yaitu dari kebenaran-kebenaran yang pokok lagi abadi, yang tidak merupakan milik khusus orang-orang timur ataupun barat. Kebenaran-kebenaran kekal-abadi itu telah tertanam dalam fitrat manusia dan hampir-hampir akan menampakkan dirinya meskipun tanpa bantuan wahyu Ilahi, sebagaimana firman-Nya:   یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ -- “Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ -- minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya.”
        Surah An-Nūr ayat 37    berisikan suatu bukti dan juga suatu nubuatan. Ayat ini menubuatkan, bahwa rumah-rumah yang disinari oleh cahaya yang terdapat dalam Al-Quran akan dimuliakan dan para penghuninya senantiasa akan mengirim persembahan sanjung-puji kepada Allah Swt.. Ini akan merupakan bukti bahwa rumah-rumah itu disinari oleh nur Ilahi, firman-Nya: فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ  -- Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnyabertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang.”

Kepatuh-taatan Para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw.

      Ayat selanjutnya:   رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ --  Orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, mendirikan shalat dan membayar zakat, یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ  --  mereka takut akan hari ketika   di dalamnya hati dan mata berubah-ubah”, ayat ini merupakan pengakuan agung terhadap ketakwaan dan kebaikan sahabat-sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  dan terhadap kecintaan mereka kepada Allah Swt..
     Mereka itu orang-orang — demikian kata ayat itu — yang berdaging dan bertulang. Mereka pun mempunyai kemauan-kemauan dan keinginan-keinginan duniawi, pekerjaan-pekerjaan, dan kesibukan-kesibukan. Mereka bukan rahib-rahib atau pertapa-pertapa yang telah memutuskan hubungan dengan dunia. Namun di tengah-tengah segala kesibukan dan perjuangan dalam urusan dunianya, mereka tidak lalai menjalankan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah Sw.  (huququLlāh)  dan terhadap manusia (huququl ‘ibād).
       Dengan kata lain, para sahabat sejati Nabi Besar Muhammad saw. tersebut benar-benar mengikuti sepenuhnya Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana firman Allah Swt. berikut ini kepada beliau saw.:
قُلۡ  اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ رَبِّیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ دِیۡنًا قِیَمًا مِّلَّۃَ  اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ  اِنَّ صَلَاتِیۡ  وَ نُسُکِیۡ وَ مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ   لِلّٰہِ   رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ اَنَا  اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ 
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk oleh Rabb-ku (Tuhan-ku) kepada jalan lurus, agama yang teguh,  agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah dari   orang-orang musyrik.” Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, pengorbanankukehidupanku, dan  kematianku  hanyalah untuk Allah, Rabb (Tuhan) seluruh  alam;   Tidak ada sekutu bagi-Nya, untuk itulah aku diperintahkan,  dan akulah orang pertama  yang berserah diri. (Al-An’ām [6]:162-164).
  Shalat, korban, hidup, dan mati meliputi seluruh bidang amal perbuatan manusia, dan Nabi Besar Muhammad saw.  diperintahkan  menyatakan bahwa semua segi kehidupan di dunia ini dipersembahkan oleh beliau saw. kepada Allah Swt.,  semua amal ibadah beliau saw. dipersembahkan kepada  Allah Swt.,  semua pengorbanan dilakukan beliau saw. untuk Dia; segala penghidupan dihibahkan beliau saw. untuk berbakti kepada-Nya, maka bila di jalan agama beliau mencari maut, itu pun guna meraih keridhaan-Nya., sebagaimana firman-Nya:
لَقَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Sungguh benar-benar  telah datang kepada kamu seorang Rasul dari antara kamu sendiri, berat terasa olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mendambakan kesejahteraan bagi kamu dan  terhadap orang-orang beriman  ia sangat berbelas kasih lagi penyayang. (At-Taubah [9]:128).

Nabi Besar Muhammad Saw.   Suri-teladan Paling Sempurna

      Itulah sebabnya Allah Swt. telah menyatakan dalam Al-Quran bahwa Nabi Besar Muhammad saw. merupakan “suri teladan” paling sempurna bagi orang-orang yang menginginkan “perjumpaan” dengan Allah Swt. di dalam kehidupannya  di dunia ini juga, firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat  suri teladan yang sebaik-baiknya  bagi kamu, yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb [33]:22).
   Pertempuran Khandak mungkin merupakan percobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw.  dan beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
   Sesungguhnyalah pada saat yang sangat berbahayalah, yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan  --  yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya  --  watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.,   baik dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan mau pun pada saat sukacita karena meraih kemenangan,   tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
  Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak  Nabi Besar Muhammad saw. yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah) memperlihatkan watak beliau saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan hati beliau, begitu pula kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw..
   Ketika  Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir seorang diri pada hari Pertempuran Hunain, sedang nasib Islam berada di antara hidup dan mati, beliau saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.”
  Demikian pula tatkala Mekkah jatuh dan seluruh tanah Arab bertekuk lutut (takluk) maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak Nabi Besar Muhammad saw..  Beliau saw. menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh beliau saw. yang sangat zalim dengan memberikan pengampunan umum bagi mereka.

Kesaksian Orang-orang yang Paling Akrab

    Kesaksian lebih besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan watak Nabi Besar Muhammad saw.   selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi yang paling akrab dengan beliau saw. dan yang paling mengenal beliau, mereka itulah yang paling mencintai beliau saw. dan merupakan yang pertama-tama percaya akan misi (kenabian) beliau saw., yakni, istri beliau yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a.; saudara sepupu yang juga menantu beliau saw., Ali bin Abi Thalib r.a.,  dan bekas budak beliau saw. yang telah dimerdekakan, Zaid bin Haristsah r.a.,  Nabi Besar Muhammad saw.  merupakan contoh kemanusiaan yang paling mulia dan model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
   Dalam segala segi kehidupan dan watak  Nabi Besar Muhammad saw. yang beraneka ragam, tidak ada duanya dan merupakan contoh yang tiada bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan beliau saw. nampak dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.
   Nabi Besar Muhammad saw. mengawali kehidupan beliau saw. sebagai anak yatim dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit yang menentukan nasib seluruh bangsa. Sebagai kanak-kanak beliau saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau saw. tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia setengah-baya  Nabi Besar Muhammad saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan beliau saw. terbukti paling jujur dan cermat.
    Nabi Besar Muhammad saw menikah dengan perempuan-perempuan yang di antaranya ada yang jauh lebih tua daripada beliau sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau.
   Sebagai ayah  Nabi Besar Muhammad saw. penuh dengan kasih-sayang, dan sebagai sahabat beliau saw. sangat setia dan murah hati. Ketika beliau saw. diamanati tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak, beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw.memikul semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur.

Komentar Penulis Non-Muslim

   Nabi Besar Muhammad saw bertempur sebagai prajurit gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara. Beliau saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang pemimpin
  Bosworth Smith  dalam karya tulisnya “Muhammad and Muham-madanism” berkomentar:
  “Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya.”
  
      Sehubungan dengan kenyataan tersebut Allah Swt. berfirman mengenai dua kali pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. yakni di masa awal dan dan di masa akhir (Akhir Zaman)  -- firman-Nya:
  ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada me-reka Kitab dan Hikmah وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ  --   walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata,  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ --  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
       Jadi, menurut ayat  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”  bahwa  dibangkitkan-Nya  lagi Nabi Besar Muhammad saw. kedua kali dalam wujud Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)  -- yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.   --  di kalangan umat Islam  di Akhir Zaman ini benar-benar merupakan karunia Allah Swt. yang sangat besar:  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  14 April 2017



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...