Bismillaahirrahmaanirrahiim
“ARBA’IN”
ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para
Penentang)
Karya
Mirza Ghulam Ahmad
a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.
-- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)
Bagian 7
ARBA’ÎN KE I
NABI BESAR MUHAMMAD SAW. SEBAGAI “NUR DI ATAS NUR” DAN SURI TELADAN PALING SEMPURNA BAGI PARA
PENCARI TUHAN YANG HAKIKI YAKNI ALLAH SWT. & KEPATUH-TAATAN
LUAR BIASA PARA SAHABAT NABI BESAR MUHAMMAD SAW. DI MASA AWAL DAN DI MASA AKHIR (AKHIR ZAMAN)
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan topik Kekikiran dan Kemiskinan Khazanah
Ruhani Al-Quran sehubungan dengan pembukaan khazanah ruhani Al-Quran kepada Rasul Akhir Zaman dalam firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی
غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا
مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ
اَنۡ قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ
عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak menzahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa
pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya
dan di belakangnya, supaya
Dia mengetahui bahwa sungguh
mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin
[72]:27-29).
Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib,” berarti, diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah
mengenai rahasia gaib bertalian
dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting. Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat
dan jangkauan rahasia-rahasia gaib
yang dibukakan kepada seorang rasul Tuhan
dan rahasia-rahasia gaib yang
dibukakan kepada orang-orang mukmin
bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Tuhan dianugerahi izhhar
‘ala al-ghaib -- penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia
yang diturunkan kepada orang-orang
bertakwa dan orang-orang suci lainnya
tidak menikmati kehormatan serupa
itu.
Tambahan pula wahyu Ilahi yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Tuhan -- karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi
-- keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan
oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak
begitu terpelihara.
Kemiskinan Ruhani di Akhir Zaman
Selanjutnya Masih Mau’ud
a.s. menjelaskan mengenai
orang-orang yang kikir dan miskin ruhani:
“Nilai
kekayaan
yang berikut adalah sangat zalim
(aniaya), yakni membiarkan orang lain mati kelaparan dan berfoya-foya
sendirian. Sifat yang seperti itu tidak terdapat pada diriku, hatiku hancur-luluh menyaksikan kefakiran dan kelaparan mereka. Nyawaku hampir putus melihat kesusahan dan kegelapan mereka. Aku
menghendaki agar rumah mereka penuh dengan khazanah langit, dan memperoleh
mutiara keyakinan-keyakinan
dan mutiara kebenaran hingga memenuhi lubuk hati mereka.
Jelaslah,
bahwa setiap sesuatu mencintai asal jenisnya
(sesamanya), sehingga semut pun tidak luput dari hal itu. Jika ada satu
yang tidak berdaya maka mereka tidak tega membiarkannya. Oleh sebab
itu itu barangsiapa diseru kepada jalan Allah, kewajiban utamanya
adalah mencintai-Nya, karena itulah aku sangat mencintai manusia.”
Berbagai Makna Perumpamaan “Nur di
atas Nur”
Sehubungan dengan rumah-rumah yang penuh dengan “khazanah langit” yang dimaksud
Masih Mau’ud a.s. tersebut
Allah Swt. berfirman:
اَللّٰہُ نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ
نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ
اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ
یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ
زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا
شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ
یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی
نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ لِنُوۡرِہٖ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ
یُسَبِّحُ لَہٗ فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ
الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءِ
الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ
الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ
فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ
بِغَیۡرِ حِسَابٍ ﴿﴾
Allah adalah Nur
seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya seperti sebuah relung yang di
dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam
kaca. Kaca itu seperti
bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati,
yaitu pohon zaitun yang bukan di
timur dan bukan di barat, minyaknya hampir-hampir bercahaya
walaupun api tidak menyentuhnya. نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- Nur di atas nur. Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya
kepada siapa yang Dia kehendaki, وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ -- dan Allah
mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. فِیۡ
بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ اَنۡ
تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ -- Di dalam rumah yang Allah
telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnya,
bertasbih kepada-Nya di dalamnya
pada waktu pagi dan petang. رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءِ
الزَّکٰوۃِ -- Orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, mendirikan shalat dan membayar zakat, یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ
الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ -- mereka
takut akan hari ketika di dalamnya hati dan mata berubah-ubah, لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ
فَضۡلِہٖ -- supaya Allah
memberi mereka ganjaran yang sebaik-baik-nya
atas apa yang telah mereka kerjakan, وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ
یَّشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ -- dan Allah
akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.
(An-Nūr
[24]:36-39).
Nur
dalam ayat: اَللّٰہُ نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ -- “Allah
adalah Nur seluruh langit dan bumi” berarti cahaya sebagai lawan dari kegelapan. Kata nur mempunyai pengertian lebih luas dan lebih menembus dan juga lebih bertahan (lama) daripada dhiya (Lexicon Lane).
Misykat dalam ayat selanjutnya berarti relung
(ceruk) dalam sebuah dinding tembok
yakni lobang atau lekuk dalam dinding yang tidak menembus dinding
itu; lampu yang ditempatkan di sana
memberi cahaya lebih banyak daripada
di tempat lain; tiang yang dipuncaknya diletakkan lampu (Lexicon
Lane). Zujājah berarti: kaca; bola dari kaca (Lexicon
Lane).
Ayat ini merupakan tamsil (perumpamaan) yang indah. Ayat ini membicarakan tiga buah
benda — pelita, kaca,
dan relung. Dijelaskan bahwa Nur Ilahi disebutkan terkurung
di dalam tiga benda tersebut yang
bila digabung bersama membuat binar dan kilau cahayanya menjadi lengkap
dan sempurna.
Memang “pelita”
itulah yang menjadi sumber cahaya, dan
“kaca” melindungi pelita
itu dan menjaga supaya cahayanya jangan padam oleh tiupan angin serta menambah terangnya.
Jadi “relung” selain menjaga cahaya itu juga menyebarkannya ke tempat-tempat yang jauh.
Tamsil (perumpamaan) ini dengan tepat dapat dikenakan kepada lampu senter yang bagian-bagiannya
adalah (1) kawat-kawat listrik yang
memberikan cahaya, (2) bola-lampu bening
yang melindungi cahaya itu dan (3) reflektor
yang memancarkan dan menyebarkan cahaya serta memberi arah kepadanya.
Dalam istilah ruhani
tiga buah benda itu — “lampu”,
“kaca” dan “relung” — masing-masing dapat melukiskan (1) cahaya Ilahi, (2) para nabi Allah yang
melindungi cahaya itu dari menjadi padam serta menambah kilau dan terangnya,
dan (3) para khalifah yang menyebarkan dan memancarkan cahaya Ilahi serta memberikan arah dan tujuan untuk
menjadi petunjuk dan sinar penerang dunia.
Nabi Besar
Muhammad Saw. Adalah “Nur di atas Nur”
Ayat ini
selanjutnya menyatakan bahwa minyak yang dipakai menyalakan lampu itu mempunyai kemurnian
yang semurni-murninya dan dapat menyala sampai batas hingga membuat minyak itu berkobar menyala-nyala sekalipun tidak
dinyalakan api. Itulah makna ayat: یُّوۡقَدُ مِنۡ
شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ -- “Pelita
itu dinyalakan dengan minyak
dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu pohon
zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, یَّکَادُ زَیۡتُہَا
یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ -- minyaknya hampir-hampir bercahaya
walaupun api tidak menyentuhnya.”
Makna minyak itu diambil dari pohon yang bukan dari timur dan bukan
juga dari barat, yaitu tidak
bersifat pilih kasih terhadap sesuatu kaum
tertentu.
Ayat ini dapat pula
mempunyai tafsiran lain lagi. Nur (cahaya) yang tersebut dalam ayat ini
dapat dianggap menunjuk kepada Nabi Besar
Muhammad saw., sebab beliau saw. dalam Al-Quran disebut nur
(QS.5:16), dalam keadaan demikian “relung”
berarti “hati” beliau saw., dan “lampu”
berarti fitrat beliau saw. yang amat
murni, khalis dan dikaruniai sifat-sifat
serta mengandung arti bahwa nur Ilahi yang telah ditanamkan dalam fitrat
beliau saw. adalah sebersih dan secemerlang
hablur (kristal).
Apabila nur wahyu Ilahi turun kepada nur fitrat Nabi Besar
Muhammad saw. maka nur itu bersinar dengan kilauan berlipat ganda, yang oleh Al-Quran dilukiskan dengan
kata-kata نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ -- “Nur di atas nur”.
Nur Nabi Besar Muhammad saw. ini telah dibantu oleh minyak yang
keluar dari pohon yang bukan hanya terang dan cemerlang tetapi juga berlimpah-limpah,
mantap, dan kekal -- seperti arti dan
maksud kata mubarakah dalam ayat مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ -- “dari
sebatang pohon kayu yang diberkati, لَّا شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ زَیۡتُوۡنَۃٍ -- “yaitu pohon
zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat” dan dimaksudkan menyinari timur dan barat kedua-duanya.
Lagi pula hati Nabi Besar Muhammad saw. begitu suci bersih, dan fitrat
beliau saw. dianugerahi kemampuan
yang begitu mulia, sehingga beliau saw.
layak melaksanakan tugas-tugas misi agung beliau saw., yang
bahkan sebelum wahyu Ilahi -- yakni wahyu Al-Quran yang merupakan wahyu
syariat terakhir dan tersempurna (QS..5:4) -- turun kepada beliau saw.. Inilah
maksud kata-kata یَّکَادُ زَیۡتُہَا
یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ -- “yang minyaknya hampir-hampir bercahaya
walaupun api tidak menyentuhnya.”
Pentingnya Wahyu Ilahi Sebagai Pasangan Akal Manusia
& Rumah-rumah yang “Cemerlang Oleh Nur Ilahi”
Tamsil ini dapat pula diberi tafsiran
lain lagi. Relung dalam ayat ini berarti jasad (tubuh) manusia. Jasad manusia berisi ruh serta mengantarkan cahaya, yang berarti tubuh manusia itu berisikan misbah atau
pelita ruh yang menyinari akal
manusia serta menghubungkannya
dengan Tuhan (Allah Swt.).
Pelita
itu terletak dalam zujajah (semprong/bola kaca) yang menjaganya terhadap kemudaratan dan cacat
serta menambah dan memantulkan cahaya-nya. Demikian juga zujājah yang melambangkan otak manusia susunannya begitu sempurna, sehingga telah menjuruskan
beberapa ahli filsafat untuk mengira
bahwa akal manusia adalah sumber asli cahaya Ilahi.
Cahaya itu dibantu oleh minyak yang berasal dari suatu pohon yang diberkati -- yaitu dari kebenaran-kebenaran yang pokok lagi abadi, yang tidak merupakan milik
khusus orang-orang timur ataupun barat.
Kebenaran-kebenaran kekal-abadi itu
telah tertanam dalam fitrat manusia dan hampir-hampir akan menampakkan dirinya meskipun tanpa bantuan wahyu Ilahi, sebagaimana
firman-Nya: یُّوۡقَدُ مِنۡ
شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ -- “Pelita
itu dinyalakan dengan minyak
dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu pohon
zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, یَّکَادُ زَیۡتُہَا
یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ -- minyaknya hampir-hampir bercahaya
walaupun api tidak menyentuhnya.”
Surah An-Nūr
ayat 37 berisikan suatu bukti dan juga suatu nubuatan.
Ayat ini menubuatkan, bahwa rumah-rumah yang disinari oleh cahaya yang
terdapat dalam Al-Quran akan dimuliakan dan para penghuninya senantiasa akan mengirim persembahan sanjung-puji kepada Allah Swt.. Ini akan merupakan
bukti bahwa rumah-rumah itu disinari
oleh nur Ilahi, firman-Nya: فِیۡ بُیُوۡتٍ اَذِنَ
اللّٰہُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ
فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ فِیۡہَا
بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ -- Di
dalam rumah yang Allah telah
mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya
diingat di dalamnya, bertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu
pagi dan petang.”
Kepatuh-taatan Para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw.
Ayat
selanjutnya: رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءِ
الزَّکٰوۃِ -- Orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, mendirikan shalat dan membayar zakat, یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ
الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ -- mereka
takut akan hari ketika di dalamnya hati dan mata berubah-ubah”, ayat ini merupakan pengakuan agung terhadap ketakwaan dan kebaikan sahabat-sahabat Nabi Besar Muhammad saw. dan terhadap kecintaan mereka kepada Allah Swt..
Mereka itu orang-orang — demikian kata ayat
itu — yang berdaging dan bertulang. Mereka pun mempunyai kemauan-kemauan dan keinginan-keinginan duniawi, pekerjaan-pekerjaan,
dan kesibukan-kesibukan. Mereka bukan
rahib-rahib atau pertapa-pertapa yang telah memutuskan
hubungan dengan dunia. Namun di tengah-tengah segala kesibukan dan perjuangan
dalam urusan dunianya, mereka tidak lalai menjalankan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah Sw. (huququLlāh) dan terhadap manusia (huququl ‘ibād).
Dengan
kata lain, para sahabat sejati Nabi
Besar Muhammad saw. tersebut benar-benar mengikuti
sepenuhnya Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana firman Allah Swt. berikut
ini kepada beliau saw.:
قُلۡ
اِنَّنِیۡ ہَدٰىنِیۡ رَبِّیۡۤ
اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ۬ۚ دِیۡنًا قِیَمًا مِّلَّۃَ اِبۡرٰہِیۡمَ حَنِیۡفًا ۚ وَ مَا کَانَ مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ
اِنَّ صَلَاتِیۡ وَ نُسُکِیۡ وَ
مَحۡیَایَ وَ مَمَاتِیۡ لِلّٰہِ رَبِّ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَا شَرِیۡکَ لَہٗ ۚ وَ بِذٰلِکَ اُمِرۡتُ وَ
اَنَا اَوَّلُ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:
“Sesungguhnya aku telah diberi petunjuk
oleh Rabb-ku (Tuhan-ku) kepada jalan
lurus, agama yang teguh, agama
Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah
dari orang-orang musyrik.” Katakanlah:
“Sesungguhnya shalatku, pengorbananku, kehidupanku,
dan kematianku
hanyalah untuk Allah, Rabb (Tuhan)
seluruh
alam; Tidak
ada sekutu bagi-Nya, untuk itulah aku
diperintahkan, dan akulah orang pertama yang berserah diri. (Al-An’ām [6]:162-164).
Shalat, korban, hidup, dan mati meliputi
seluruh bidang amal perbuatan manusia,
dan Nabi Besar Muhammad saw. diperintahkan menyatakan bahwa semua segi kehidupan di dunia ini dipersembahkan oleh beliau saw. kepada Allah Swt., semua amal ibadah beliau saw. dipersembahkan
kepada Allah
Swt., semua pengorbanan dilakukan beliau saw. untuk
Dia; segala penghidupan dihibahkan
beliau saw. untuk berbakti kepada-Nya, maka bila di jalan agama beliau mencari maut, itu pun guna meraih
keridhaan-Nya., sebagaimana
firman-Nya:
لَقَدۡ
جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ
عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Sungguh
benar-benar telah datang kepada kamu seorang Rasul dari antara kamu sendiri, berat terasa olehnya apa yang menyusahkan
kamu, ia sangat mendambakan
kesejahteraan bagi kamu dan
terhadap orang-orang beriman ia
sangat berbelas kasih lagi penyayang.
(At-Taubah [9]:128).
Nabi Besar Muhammad Saw. Suri-teladan
Paling Sempurna
Itulah sebabnya Allah Swt. telah
menyatakan dalam Al-Quran bahwa Nabi Besar Muhammad saw. merupakan “suri teladan”
paling sempurna bagi orang-orang yang menginginkan “perjumpaan” dengan Allah Swt.
di dalam kehidupannya di dunia ini juga, firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ
لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ
الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ
اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam
diri Rasulullah benar-benar terdapat
suri teladan yang
sebaik-baiknya bagi kamu,
yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzāb
[33]:22).
Pertempuran Khandak
mungkin merupakan percobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. dan beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu dengan
keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
Sesungguhnyalah pada saat yang sangat
berbahayalah, yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam waktu
mengenyam sukses dan kemenangan -- yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya
-- watak dan perangai yang
sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa Nabi Besar Muhammad saw., baik dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan
mau pun pada saat sukacita karena
meraih kemenangan, tetap
menunjukkan kepribadian agung lagi mulia.
Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain menjelaskan dengan
seterang-seterangnya satu watak Nabi Besar Muhammad saw. yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah) memperlihatkan watak beliau saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan hati beliau, begitu pula
kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw..
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir
seorang diri pada hari Pertempuran Hunain,
sedang nasib Islam berada di antara
hidup dan mati, beliau saw. tanpa gentar
sedikit pun dan seorang diri belaka
maju ke tengah barisan musuh seraya
berseru dengan kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah
dan aku tidak berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.”
Demikian pula tatkala Mekkah
jatuh dan seluruh tanah Arab bertekuk
lutut (takluk) maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa
merusak Nabi Besar Muhammad saw.. Beliau saw. menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh beliau saw. yang sangat zalim dengan memberikan pengampunan
umum bagi mereka.
Kesaksian Orang-orang yang Paling Akrab
Kesaksian lebih besar mana lagi
yang mungkin ada terhadap keagungan watak
Nabi Besar Muhammad saw. selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi
yang paling akrab dengan beliau saw. dan yang paling mengenal beliau, mereka
itulah yang paling mencintai beliau saw.
dan merupakan yang pertama-tama percaya
akan misi (kenabian) beliau saw.,
yakni, istri beliau yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau
sepanjang hayat, Abu Bakar r.a.; saudara sepupu yang juga menantu
beliau saw., Ali bin Abi Thalib r.a., dan bekas budak beliau saw. yang telah
dimerdekakan, Zaid bin Haristsah r.a.,
Nabi Besar Muhammad saw. merupakan
contoh kemanusiaan yang paling mulia dan model yang paling sempurna
dalam keindahan dan kebajikan.
Dalam segala segi kehidupan dan watak Nabi Besar Muhammad
saw. yang beraneka ragam, tidak ada
duanya dan merupakan contoh yang tiada bandingannya bagi umat manusia
untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan beliau saw. nampak dengan jelas dan
nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.
Nabi Besar Muhammad saw. mengawali kehidupan
beliau saw. sebagai anak yatim dan
mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit
yang menentukan nasib seluruh bangsa.
Sebagai kanak-kanak beliau saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia
remaja, beliau saw. tetap merupakan contoh
yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran.
Pada usia setengah-baya Nabi Besar Muhammad
saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada amanat) dan
selaku seorang niagawan beliau saw. terbukti
paling jujur dan cermat.
Nabi Besar Muhammad saw menikah dengan perempuan-perempuan yang di antaranya ada yang jauh lebih tua daripada beliau sendiri dan
ada juga yang jauh lebih muda, namun
semua bersedia memberi kesaksian
dengan mengangkat sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan
beliau.
Sebagai ayah Nabi Besar Muhammad saw. penuh dengan kasih-sayang, dan sebagai sahabat beliau saw. sangat setia dan murah hati. Ketika beliau saw. diamanati
tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat
yang sudah rusak, beliau saw. menjadi
sasaran derita aniaya dan pembuangan,
namun beliau saw.memikul semua penderitaan
itu dengan sikap agung dan budi luhur.
Komentar
Penulis Non-Muslim
Nabi Besar Muhammad saw bertempur sebagai prajurit
gagah-berani dan memimpin
pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan
dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan.
Beliau saw. menghakimi dan mengambil
serta menjatuhkan keputusan dalam
berbagai perkara. Beliau saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik,
dan seorang pemimpin.
Bosworth Smith dalam karya tulisnya “Muhammad and Muham-madanism” berkomentar:
“Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus
sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa
pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa
istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada
orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang
itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat
kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah
tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit,
dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan
setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan
malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau
bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu
banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya.”
Sehubungan dengan kenyataan tersebut Allah
Swt. berfirman mengenai dua kali
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. yakni di masa awal dan dan di masa
akhir (Akhir Zaman) -- firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ
فِی الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭
وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
me-reka Kitab dan Hikmah وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ -- walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ -- Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Jadi, menurut ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Dan
juga akan membangkitkannya pada
kaum lain dari antara mereka, yang belum
bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”
bahwa dibangkitkan-Nya lagi Nabi
Besar Muhammad saw. kedua kali dalam wujud Masih Mau’ud a.s. atau misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) --
yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- di
kalangan umat Islam di Akhir
Zaman ini benar-benar merupakan karunia
Allah Swt. yang sangat besar: ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ
الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 14 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar