Bismillaahirrahmaanirrahiim
“ARBA’IN”
ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para
Penentang)
Karya
Mirza Ghulam Ahmad
a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.
-- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)
Bagian 5
ARBA’ÎN KE I
PENTINGNYA KESINAMBUNGAN PENGUTUSAN RASUL ALLAH SETELAH MASA FATRAH
(MASA JEDA) PENGUTUSAN RASUL ALLAH &
MAKNA PENYEBUTAN NAMA “AHMAD” (EMETH) OLEH NABI ISA IBNU MARYAM A.S.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah
dikemukakan topik Makna “Ruh” dan “Malaikat-malaikat” yang Berjajar-jajar & Makna “Saksi” dan “Yang Diberi Kesaksian” sehubungan
dengan firman-Nya:
یَوۡمَ یَقُوۡمُ الرُّوۡحُ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ صَفًّا ؕ٭ۙ
لَّا یَتَکَلَّمُوۡنَ اِلَّا مَنۡ
اَذِنَ لَہُ الرَّحۡمٰنُ وَ قَالَ
صَوَابًا ﴿﴾ ذٰلِکَ الۡیَوۡمُ الۡحَقُّ ۚ فَمَنۡ شَآءَ اتَّخَذَ
اِلٰی رَبِّہٖ مَاٰبًا ﴿﴾ اِنَّاۤ
اَنۡذَرۡنٰکُمۡ عَذَابًا قَرِیۡبًا
۬ۚۖ یَّوۡمَ یَنۡظُرُ الۡمَرۡءُ مَا
قَدَّمَتۡ یَدٰہُ وَ یَقُوۡلُ الۡکٰفِرُ
یٰلَیۡتَنِیۡ کُنۡتُ تُرٰبًا ﴿٪﴾
Pada hari berdirinya ruh dan malaikat-malaikat
berjajar-jajar, mereka
tidak akan berbicara kecuali siapa yang kepadanya Tuhan Yang
Maha Pemurah izinkan dan dia
ber-kata benar. Itulah hari
yang benar, maka barangsiapa yang
menghendaki ia menempuh jalan
kembali kepada Rabb-nya (Tuhannya). Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu mengenai azab yang dekat, suatu
hari ketika orang akan melihat apa yang dahulu telah diperbuat oleh kedua tangannya,
وَ یَقُوۡلُ الۡکٰفِرُ
یٰلَیۡتَنِیۡ کُنۡتُ تُرٰبًا -- dan orang
kafir akan berkata: “Alangkah baiknya aku dahulu jadi tanah!”
(An-Nabā
[78]:39-41).
Makna Lain “Ruh”
dan “Malaikat-malaikat”
Makna “Ruh”
dalam ayat: یَوۡمَ
یَقُوۡمُ الرُّوۡحُ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ
صَفًّا -- Pada hari
berdirinya ruh dan malaikat-malaikat berjajar-jajar” di sini dapat berarti ruh yang sempurna – yakni Nabi Besar
Muhammad saw. – dan “Hari” dapat
berarti “Hari Kebangkitan.” Sedangkan
makna “malaikat-malaikat berjajar-jajar“ dapat juga mengisyaratkan kepada para rasul Allah yang keabsahan kenabiannya
diberi kesaksian oleh Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.4:42), atau mengisyaratkan kepada “para
sahabah” Nabi Besar Muhammad saw. yang dalam QS.39:70 disebut syuhada (saksi-saksi).
Ada pun yang sangat menarik mengenai
kesaksian Nabi Besar Muhammad saw. dalam surah An-Nisa ayat 42 sebelum ini adalah
pernyataan Allah Swt. dalam surah Al-Burūj mengenai ayat وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ -- “dan demi
saksi dan yang disaksikan” berkenaan dengan kesaksian timbal-balik antara
Nabi Besar Muhammad saw. dan Masih Mau’ud a.s., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ وَ السَّمَآءِ ذَاتِ الۡبُرُوۡجِ ۙ﴿﴾ وَ
الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ ۙ﴿﴾ وَ
شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ ؕ﴿﴾ قُتِلَ
اَصۡحٰبُ الۡاُخۡدُوۡدِ ۙ﴿﴾ النَّارِ
ذَاتِ الۡوَقُوۡدِ ۙ﴿﴾ اِذۡ
ہُمۡ عَلَیۡہَا قُعُوۡدٌ ۙ﴿﴾ وَّ
ہُمۡ عَلٰی مَا یَفۡعَلُوۡنَ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ شُہُوۡدٌ ؕ﴿﴾ وَ مَا نَقَمُوۡا مِنۡہُمۡ اِلَّاۤ
اَنۡ یُّؤۡمِنُوۡا بِاللّٰہِ الۡعَزِیۡزِ
الۡحَمِیۡدِ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ
لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ
وَ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ
ؕ﴿﴾
Aku
baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Demi
langit yang memiliki gugusan-gugusan bintang, dan demi Hari yang dijanjikan, وَ شَاہِدٍ وَّ
مَشۡہُوۡدٍ -- dan demi
saksi dan yang disaksikan. Binasalah para pemilik parit, yaitu
Api yang dinyalakan dengan bahan bakar. Ketika
mereka duduk di sekitarnya. Dan mereka menjadi saksi atas apa yang
dilakukan mereka terhadap orang-orang
beriman. Dan mereka sekali-kali tidak menaruh dendam terhadap mereka itu
melainkan hanya karena mereka
beriman kepada Allah Yang
Maha Perkasa, Maha Terpuji, Yang
kepunyaan-Nya kerajaan seluruh langit
dan bumi, dan Allah menjadi Saksi
atas segala sesuatu. (Al-Burūj
[85]:1-10).
Surah ini telah dibahas secara
panjang-lebar dalam Bab-bab sebelumnya. Kembali kepada tujuan penulisan “Arba’in” oleh Masih Mau’ud a.s. tersebut – terutama
pernyataan beliau ”…supaya pada Hari Kiamat nanti hal ini akan
merupakan satu hujjah (dalil/argumentasi) di hadapan Allah Swt., bahwa tugas
yang untuk itu aku diutus ke dunia, perintah
tersebut telah aku laksanakan “
-- benar-benar selaras dengan
berbagai firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.berikut ini:
فَکَیۡفَ اِذَا جِئۡنَا مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍۭ
بِشَہِیۡدٍ وَّ جِئۡنَا بِکَ عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ
شَہِیۡدًا ﴿ؕ﴾ یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ ؕ وَ
لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ حَدِیۡثًا ﴿٪﴾
Maka bagaimana keadaan mereka apabila
Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat, dan Kami mendatangkan engkau sebagai
saksi terhadap mereka ini semuanya?
Pada hari itu orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul, mereka menginginkan
seandainya bumi disamaratakan dengan
mereka, dan mereka tidak akan dapat
menyem-bunyikan sesuatu apa pun dari
Allah. (An-Nisā [4]:42-43). Lihat pula QS.16:85 & 90.
Pentingnya Kesinambungan Pengutusan Rasul Allah di Kalangan
Bani Adam & Masa Fatrah
(Masa Jeda) Pengutusan
Rasul-rasul Allah
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda: Oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati
dan penuh hormat, aku kirimkan sebenaran-selebaran
ini kepada para ‘ulama Muslimin, pendeta-pendeta Kristen, pandit-pandit Hindu, dan pandit-pandit Ariya, dan aku
beritahukan bahwa aku diutus ke dunia ini untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan, kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan dalam keimanan serta itikad-titikad dan akhlak.”
Sehubungan dengan penjelasan Masih Mau’ud a.s. tersebut berikut ini
beberapa firman Allah Swt. mengenai tuntutan keadaan zaman mengenai
pentingnya kedatangan rasul Allah
yang dijanjikan dari kalangan Bani Adam (QS.7:35-37) di Akhir Zaman ini, yang pertama adalah
sebagai penggenapan nubuatan Al-Quran mengenai pentingnya kesinambungan
pengutusan rasul Allah di kalangan Bani Adam, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ اَجَلٌ ۚ فَاِذَا جَآءَ
اَجَلُہُمۡ لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ
سَاعَۃً وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾ یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ
یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ
عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾ وَ
الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا
خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan
bagi tiap-tiap umat ada batas waktu,
maka apabila telah datang batas
waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya. یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ
یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ -- Wahai Bani
Adam, jika datang kepada kamu rasul-rasul dari antara kamu
yang menceritakan Ayat-ayat-Ku kepada kamu, فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ
عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- maka
barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا
عَنۡہَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ
ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- Dan
orang-orang yang men-dustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal
di dalamnya. (Al-A’rāf [7]:35-37).
Sesuai dengan Sunnatullāh, akibat lamanya rentang
waktu sejak diutusnya Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan bangsa Arab lebih dari 1400 tahun lalu sampai dengan abad 15
saat ini merupakan “musim kemarau ruhani”
yang lama, sehingga menyebabkan semakin mengerasnya
hati umumnya umat manusia -- termasuk umat beragama -- sebagaimana firman-Nya berkenaan dengan
pentingnya pengutusan Nabi Besar Muhammad
saw.:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ
الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی
النَّاسِ لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ
الَّذِیۡ عَمِلُوۡا لَعَلَّہُمۡ
یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا
کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ
قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ
مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ
قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan
kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurha-kaannya.
Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah
bagaimana buruk-nya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini.
Kebanyakan mereka itu orang-orang
musyrik.” Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat
dihindarkan, pada hari itu orang-orang beriman dan kafir akan terpisah. (Ar-Rūm [30]:42-44).
Merebaknya Kerusakan di “Daratan”
dan di “Lautan”
Masalah pokok dalam
ayat-ayat sebelumnya berkisar dalam menimbulkan dan meresapkan pada manusia, keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha
Perkasa, Yang menciptakan, mengatur, dan membimbing segala kehidupan. Dalam ayat ini kita diberi tahu suatu Sunnatullāh, bahwa jika kegelapan ruhani menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan Allah Swt. dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan
tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan
oleh mereka sendiri, maka sesuai Sunnah-Nya
dalam QS.7:35-37 sebelum ini Allah Swt.
membangkitkan seorang nabi Allah untuk mengembalikan “gembalaan” yang tersesat keharibaan Majikan-nya
yang Hakiki, yakni Allah Swt.
“Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan
agama sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya
semata-mata tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia
sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci
yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan Isa a.m.s. di dalam aliran darah manusia telah
padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang
kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun
lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban
laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya
telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan,
sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan
pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).
Demikianlah keadaan
umat manusia pada waktu Nabi Besar
Muhammad saw. -- Guru umat manusia terbesar -- muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan terakhir
diturunkan dalam bentuk Al-Quran
(QS.5:4), sebab syariat yang sempurna
hanya dapat diturunkan bila semua
atau kebanyakan keburukan -- teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan -- menampakkan diri (zahir) telah menjadi mapan.
Pengulangan
“Zaman Jahiliyah”
Kata-kata “daratan
dan lautan” dalam ayat: ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ
الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی
النَّاسِ -- “Kerusakan telah meluas di daratan dan
di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia,” dapat diartikan:
(a)
bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar
pada akal serta pengalaman manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya
didasari oleh wahyu Ilahi;
(b) orang-orang
yang hidup di benua-benua dan
orang-orang yang hidup di pulau-pulau.
Ayat ini berarti, bahwa semua bangsa
di dunia telah menjadi rusak sampai kepada intinya, baik secara politis,
sosial maupun akhlaki.
Keadaan “jahiliyah” seperti itu terulang kembali di Akhir
Zaman ini sebagaimana firman Allah Swt. berikut ini mengenai masa fatrah (masa jeda)
kesinambungan pengutusan rasul
Allah di kalangan Bani Adam
(QS.7:35-37), khususnya masa antara
pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
dengan pengutusan Nabi Besar Muhammad
saw. sekitar 600 tahun, firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ
جَآءَکُمۡ رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ
عَلٰی فَتۡرَۃٍ مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا
جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ
نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ
شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang
menjelaskan syariat kepada kamu pada masa
jeda pengutusan rasul-rasul,
supaya kamu tidak mengatakan: مَا جَآءَنَا مِنۡۢ
بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ -- “Tidak pernah datang kepada kami seorang pemberi kabar gembira dan tidak pula seorang pemberi peringatan.” فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ
اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ
شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- Padahal sungguh telah datang kepada kamu seorang pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Māidah
[5]:20).
Berdasarkan Sunnatullāah tersebut Allah Swt. dalam Al-Quran memperingatkan umat Islam di Akhir Zaman ini karena mereka telah perpisah selama 1400
tahun dari masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. yang
penuh berkat, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ
مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang
yang beriman, bahwa hati mereka
tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran
yang telah turun kepada mereka, dan mereka
tidak menjadi seperti orang-orang yang
diberi kitab sebelumnya, maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, dan kebanyakan
dari mereka menjadi durhaka? اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ
یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ
لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ -- Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
Sungguh Kami telah menjelaskan
Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu
mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
Agar Tidak Ada Alasan
Menyalahkan Allah Swt.
Salah satu tujuan pengutusan rasul
Allah yang dijanjikan
tersebut adalah agar tidak ada alasan (hujah) bagi manusia untuk menyalahkan Allah Swt. ketika azab Ilahi yang dijanjikan menimpa mereka,
sebab Allah Swt. tidak pernah menimpakan azab Ilahi sebelum terlebih dulu diutus kepada manusia rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan
kepada mereka (QS.6:132; QS.11:118; QS.17:16; QS.26:135; QS.28:60), firman-Nya:
وَ لَوۡ اَنَّـاۤ اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ
لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ
اَرۡسَلۡتَ اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا
فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ
نَّذِلَّ وَ نَخۡزٰی ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ
مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ
اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan
seandainya Kami membinasakan mereka
dengan azab sebelum ini niscaya mereka akan berkata: "Ya Rabb (Tuhan) kami, mengapakah Eng-kau tidak
mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?"
Katakanlah: "Setiap orang sedang
menunggu maka kamu pun tunggulah, lalu segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus
dan siapa yang mengikuti petunjuk dan
siapa yang tidak.. (Thā Hā [20]:135-136).
Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai missi
utama pengutusan beliau sebagai Rasul
Akhir Zaman yang kedatangannya ditunggu-tunggu
oleh semua umat beragama dengan nama (sebutan) yang berlainan (QS.77:12)
antara lain sebagai misal Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) atau Masih Mau’ud a.s.:
“Adapun
kegiatanku (missiku) sama dengan kegiatan (missi)
Hadhrat Isa a.s.. Dari arti
inilah sehingga aku dinamakan Masih Mau’ud (Masih yang dijanjikan), karena aku diperintahkan bahwa hanya dengan melalui ajaran dan jejak
kesucian sajalah aku akan menyebarkan kebenaran di dunia ini.
Aku adalah penentang orang yang mengangkat
pedang dan menumpahkan darah manusia atas nama agama. Dan aku mendapat perintah -- sampai dimana masih ada kemungkinan -- semua
kesalahan akan aku singkirkan dari orang-orang Islam, dan aku akan menyeru mereka ke jalan yang lurus, keinsyafan,
kelemah-lembutan,
kesopan-santuan, dan kepada
akhlak yang suci.”
Penjelmaan Sifat “Ahmad”
Nabi Besar Muhammad Saw. (Ruh Kebenaran) di Akhir
Zaman di Kalangan “Âkharīna
Minhum” (Kaum Lain di Antara Mereka)
Pentingnya kelemah-lembutan dan menampilkan akhlak mulia ajaran Islam (Al-Quran) di Akhir Zaman ini -- dimana
sesuai dengan QS.57:17-18 keadaan umumnya hati
umat manusia telah menjadi keras
-- merupakan penjelmaan makna nama Ahmad -- yakni sifat jamal (kelembutan) dari Nabi
Besar Muhammad saw. -- sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اِنِّیۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ
یَدَیَّ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ وَ مُبَشِّرًۢا بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ مِنۡۢ
بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ اَحۡمَدُ ؕ
فَلَمَّا جَآءَہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ
قَالُوۡا ہٰذَا سِحۡرٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata: ”Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu menggenapi apa
yang ada sebelumku yaitu Taurat, وَ مُبَشِّرًۢا بِرَسُوۡلٍ
یَّاۡتِیۡ مِنۡۢ بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ اَحۡمَدُ -- dan memberi
kabar gembira mengenai seorang rasul
yang akan datang sesudahku namanya Ahmad.”
Maka tatkala ia datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang jelas mereka berkata: “Ini adalah sihir
yang nyata.” (Ash-Shaf [61]:7).
Berkenaan nubuatan Nabi Isa Ibnu maryam a.s. mengenai kedatangan Paraklit (Paraclete) atau Penolong
atau Ruh Kebenaran, lihat Injil Yahya (Yohanes) 12:13; 14:16-17;
15:26; 16:17; yang dari situ kesimpulan berikut dengan jelas dapat diambil:
(a) Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran tidak dapat datang sebelum Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
berangkat dari dunia ini (wafat).
(b) Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran akan tinggal di dunia untuk selama-lamanya, akan
mengatakan banyak hal yang Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. sendiri tidak dapat mengatakannya karena dunia
belum dapat menanggungnya pada waktu itu.
(c) Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran akan memimpin umat manusia kepada segala kebenaran.
(d) Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran tidak akan bicara atas kehendak sendiri, tetapi apa pun yang didengar oleh beliau, itu
pulalah yang akan diucapkan oleh beliau.
(e) Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran akan memuliakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan memberikan kesaksian atas kebenarannya.
Lukisan mengenai Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran itu serasi benar dengan kedudukan dan tugas Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran.
Nabi
Besar Muhammad saw. datang
sesudah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. meninggalkan
dunia ini (wafat), beliau adalah nabi
pembawa syariat terakhir dan Al-Quran merupakan syariat suci terakhir, diwahyukan untuk seluruh umat manusia hingga Hari Kiamat (QS.5:4).
Beliau tidak berkata
atas kehendak sendiri, melainkan apa
pun yang didengar beliau dari Tuhan,
itu pulalah yang diucapkan beliau
(QS.53:4). Beliau memuliakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.2:254; QS.3:56). Nubuatan dalam Injil Yahya di atas adalah sesuai dengan nubuatan yang disebut dalam ayat yang sedang dibahas kecuali bahwa
bukan nama Ahmad yang tercantum di
situ melainkan Paraklit (Paraclete).
Persamaan Arti Emeth
dan Ahmad
Para penulis Kristen
menantang ketepatan versi (anggapan) Al-Quran mengenai nubuatan itu, sambil mendasarkan pernyataan-pernyataan mereka pada perbedaan kedua nama itu, dengan tidak memperhatikan kesamaan sifat-sifat yang dituturkan oleh Bible dan Al-Quran.
Pada hakikatnya, Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. memakai bahasa Arami dan Ibrani. Bahasa Arami
adalah bahasa ibu beliau dan bahasa Ibrani adalah bahasa agama beliau. Versi Bible sekarang adalah terjemahan
dari bahasa Arami dan bahasa Ibrani
ke dalam bahasa Yunani.
Suatu terjemahan dengan sendirinya tidak dapat
membawakan sepenuh keindahan gubahan
aslinya. Bahasa-bahasa mempunyai batas-batasnya masing-masing. Demikian pula
mengenai kaum yang mempergunakan bahasa itu. Batas-batas mereka itu
nampak pula dalam karya-karya mereka.
Bahasa Yunani mempunyai penggunaan kata lain yaitu Periklutos, yang mempunyai persamaan arti dengan Ahmad dalam bahasa Arab. Jack Finegan, seorang ahli ilmu agama Kristen
kenamaan, mengatakan di dalam kitabnya bernama
Archaeology of World Religions berkata, “Kalau dalam bahasa Yunani kata Paracletos (Penghibur) sangat cocok dengan kata Periclutos (termasyhur), maka kata itu
berarti nama-nama Ahmad dan Muhammad”.
Lebih-lebih
The Damascus Document” (Dokumen atau Naskah asal Damaskus), suatu
naskah yang ditemukan menjelang akhir abad ke-19 dalam gereja Yahudi di Ezra,
Mesir Kuno (halaman 2) melukiskan bahwa Yesus telah menubuatkan kedatangan “Ruh
Suci” dengan nama Emeth: “Dan dengan Almasih-Nya
Dia memberitahukan kepada mereka Rohulkudus-Nya. Sebab dialah Emeth ialah, Al-Amin (Si Jujur), dan sesuai dengan nama-Nya demikian pula nama mereka .....” Emeth dalam bahasa Ibrani berarti “Kebenaran” atau Si Jujur
(Al-Amin) dan orang yang kebaikannya dawam” (Strahan’s Fourth Gospel, 141).
Kata ini ditafsirkan oleh
orang-orang Yahudi “Cap (meterai) Tuhan.” Dengan sendirinya, meskipun Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. mungkin telah
mempergunakan nama Ahmad, persamaan bunyi
lafal antara kedua kata (Ahmad
dan Emeth) itu telah membuat para
penulis di kemudian hari menulis kata Emeth
sebagai alih-alih kata “Ahmad” yang
adalah persamaan kosa-kata dalam
bahasa Ibrani.
Jadi, nubuatan yang disebut dalam ayat ini
ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.
tetapi sebagai kesimpulan
dapat pula dikenakan kepada misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58) -- yakni Masih
Mau’ud a.s. -- Pendiri Jemaat
Muslim Ahmadiyah, sebab beliau telah dipanggil
dengan nama Ahmad di dalam berbagai wahyu Ilahi (Barahin-i Ahmadiyyah), dan oleh karena dalam diri beliau
terwujud kedatangan kedua atau
diutusnya yang kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani (QS.62:3-4) telah pula dinyatakan
dengan jelas dalam Injil Barnabas -- yang dianggap oleh kaum gerejani tidak sah -- tetapi pada pihak lain mereka
menganggapnya otentik (dapat dipercaya), seotentik setiap dari keempat Injil.
Dua Makna Penyebutan “Sifat Ahmad” Nabi Besar Muhammad saw.
Jadi, penyebutan nama “Ahmad” oleh Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. mengenai Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat: وَ مُبَشِّرًۢا بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ مِنۡۢ
بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ اَحۡمَدُ -- dan memberi
kabar gembira mengenai seorang rasul
yang akan datang sesudahku namanya Ahmad”
tersebut mengandung dua makna:
(1)
Mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang
merupakan misal Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:15-19; QS.11:18; QS.46:11;
QS.73:16) tetapi beliau menyebutkan nama sifat jamal (kehalusan) Nabi Besar Muhammad saw. yaitu Ahmad.
(2) Mengisyaratkan kepada teman
sejawat beliau di kalangan Bani
Ismail – yakni misal Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) atau “burung”
keempat Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261)
atau Masih Mau’ud a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., yang sekaligus merupakan kedatangan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw.
(QS.62:3-4), yang akan mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali (QS.61:10) dengan
cara-cara yang damai (lembut),
sebagaimana halnya misi Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang lebih menekankan kepada pemaafan (pengampunan), bukan pembalasan
sebagaimana ajaran Taurat (Matius
5:38-48; QS. 5.45-46).
Jadi, mengisyaratkan kepada penjelmaan
sifat “Ahmad” Nabi Besar Muhammad
saw. itulah yang dimaksud dengan pengutusan
kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara
ruhani di Akhir Zaman ini dalam
wujud Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yang akan mewujudkan kembali kejayaan Islam kedua kali (QS.61:10) dengan cara-cara yang lembut dan penuh kasih-sayang (rahmat), firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ
الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka,
yang membacakan kepada mereka
Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada me-reka Kitab dan Hikmah وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ -- walaupun sebelumnya
mereka berada dalam kesesatan yang nyata وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara me-reka, yang
belum bertemu dengan mereka. وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa,
Maha Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Jadi, itulah makna perkataan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.: وَ مُبَشِّرًۢا بِرَسُوۡلٍ
یَّاۡتِیۡ مِنۡۢ بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ اَحۡمَدُ -- dan memberi
kabar gembira mengenai seorang rasul
yang akan datang sesudahku namanya Ahmad”
dalam firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ اِنِّیۡ
رَسُوۡلُ اللّٰہِ اِلَیۡکُمۡ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ
یَدَیَّ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ وَ مُبَشِّرًۢا بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ مِنۡۢ
بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ اَحۡمَدُ ؕ
فَلَمَّا جَآءَہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ
قَالُوۡا ہٰذَا سِحۡرٌ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata: ”Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu menggenapi apa
yang ada sebelumku yaitu Taurat, وَ مُبَشِّرًۢا بِرَسُوۡلٍ
یَّاۡتِیۡ مِنۡۢ بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ اَحۡمَدُ -- dan memberi kabar gembira mengenai seorang rasul yang akan datang sesudahku
namanya Ahmad.” Maka tatkala
ia datang kepada mereka dengan bukti-bukti
yang jelas mereka berkata: “Ini
adalah sihir yang
nyata.” (Ash-Shaf [61]:7).
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 10 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar