Selasa, 11 April 2017

Pentingnya Kesinambungan Pengutusan Rasul Allah Setelah Masa "Fatrah" (Masa Jeda) Pengutusan Rasul Allah & Makna Penyebutan Nama "Ahmad" (Emeth) Oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.


Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya
  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 5

ARBA’ÎN KE I

PENTINGNYA KESINAMBUNGAN PENGUTUSAN RASUL ALLAH SETELAH MASA FATRAH (MASA JEDA) PENGUTUSAN RASUL ALLAH   &  MAKNA PENYEBUTAN NAMA “AHMAD” (EMETH) OLEH NABI ISA IBNU MARYAM A.S.
  

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya telah dikemukakan topik  Makna “Ruh” dan “Malaikat-malaikat” yang Berjajar-jajar & Makna “Saksi” dan “Yang Diberi Kesaksiansehubungan dengan firman-Nya: 
یَوۡمَ  یَقُوۡمُ الرُّوۡحُ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  صَفًّا ؕ٭ۙ  لَّا یَتَکَلَّمُوۡنَ  اِلَّا مَنۡ اَذِنَ لَہُ الرَّحۡمٰنُ وَ  قَالَ صَوَابًا ﴿﴾  ذٰلِکَ  الۡیَوۡمُ الۡحَقُّ ۚ فَمَنۡ شَآءَ اتَّخَذَ اِلٰی رَبِّہٖ مَاٰبًا ﴿﴾ اِنَّاۤ  اَنۡذَرۡنٰکُمۡ عَذَابًا  قَرِیۡبًا ۬ۚۖ یَّوۡمَ یَنۡظُرُ  الۡمَرۡءُ مَا قَدَّمَتۡ یَدٰہُ  وَ یَقُوۡلُ الۡکٰفِرُ یٰلَیۡتَنِیۡ  کُنۡتُ تُرٰبًا ﴿٪﴾
Pada hari berdirinya ruh  dan malaikat-malaikat berjajar-jajar,  mereka tidak akan berbicara kecuali siapa yang kepadanya  Tuhan  Yang Maha Pemurah izinkan dan dia ber-kata benar.   Itulah hari yang benar, maka barangsiapa yang menghendaki ia  menempuh jalan kembali  kepada Rabb-nya (Tuhannya).   Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu mengenai azab yang dekat, suatu hari ketika orang akan melihat apa yang dahulu telah diperbuat oleh kedua tangannya, وَ یَقُوۡلُ الۡکٰفِرُ یٰلَیۡتَنِیۡ  کُنۡتُ تُرٰبًا --  dan orang kafir akan berkata:   Alangkah baiknya aku dahulu jadi tanah!” (An-Nabā [78]:39-41).

Makna Lain “Ruh” dan “Malaikat-malaikat

          Makna “Ruh” dalam ayat:  یَوۡمَ  یَقُوۡمُ الرُّوۡحُ وَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  صَفًّا  --  Pada hari berdirinya ruh  dan malaikat-malaikat berjajar-jajar di sini dapat berarti ruh yang sempurna – yakni Nabi Besar Muhammad saw.  – dan “Hari” dapat berarti “Hari Kebangkitan.” Sedangkan makna “malaikat-malaikat berjajar-jajar“  dapat juga mengisyaratkan kepada para rasul Allah  yang keabsahan  kenabiannya diberi kesaksian  oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.4:42), atau mengisyaratkan kepada “para sahabah” Nabi Besar Muhammad saw. yang dalam QS.39:70 disebut syuhada (saksi-saksi).
       Ada pun yang sangat menarik  mengenai  kesaksian  Nabi Besar Muhammad saw. dalam surah An-Nisa ayat 42 sebelum ini adalah pernyataan  Allah Swt. dalam surah Al-Burūj  mengenai ayat وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ  -- “dan demi saksi  dan yang disaksikan”  berkenaan dengan kesaksian timbal-balik antara  Nabi Besar Muhammad saw. dan Masih Mau’ud a.s., firman-Nya:  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  وَ السَّمَآءِ  ذَاتِ الۡبُرُوۡجِ ۙ﴿﴾   وَ الۡیَوۡمِ الۡمَوۡعُوۡدِ ۙ﴿﴾   وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ ؕ﴿﴾  قُتِلَ اَصۡحٰبُ الۡاُخۡدُوۡدِ ۙ﴿﴾   النَّارِ ذَاتِ الۡوَقُوۡدِ ۙ﴿﴾   اِذۡ ہُمۡ عَلَیۡہَا قُعُوۡدٌ ۙ﴿﴾   وَّ ہُمۡ عَلٰی مَا یَفۡعَلُوۡنَ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ شُہُوۡدٌ  ؕ﴿﴾ وَ مَا نَقَمُوۡا مِنۡہُمۡ  اِلَّاۤ  اَنۡ یُّؤۡمِنُوۡا بِاللّٰہِ الۡعَزِیۡزِ  الۡحَمِیۡدِ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ لَہٗ  مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ ؕ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Demi langit yang memiliki  gugusan-gugusan bintang,   dan demi Hari yang dijanjikan, وَ شَاہِدٍ وَّ مَشۡہُوۡدٍ  -- dan demi saksi  dan yang disaksikan.   Binasalah para pemilik parit, yaitu Api yang dinyalakan dengan bahan bakar.    Ketika mereka duduk  di sekitarnya.   Dan mereka menjadi saksi atas apa yang dilakukan mereka terhadap orang-orang beriman.   Dan mereka sekali-kali tidak menaruh dendam terhadap mereka itu melainkan hanya karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji, Yang kepunyaan-Nya kerajaan seluruh langit dan bumi, dan Allah menjadi Saksi atas segala sesuatu.   (Al-Burūj [85]:1-10).
       Surah ini telah dibahas secara panjang-lebar dalam Bab-bab sebelumnya.    Kembali kepada  tujuan penulisan “Arba’in” oleh Masih Mau’ud a.s. tersebut – terutama pernyataan beliau ”…supaya pada Hari Kiamat nanti hal ini akan merupakan satu  hujjah (dalil/argumentasi) di hadapan Allah Swt., bahwa   tugas yang untuk itu  aku diutus ke dunia, perintah tersebut telah aku laksanakan “   --   benar-benar selaras dengan berbagai firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.berikut ini:
 فَکَیۡفَ اِذَا جِئۡنَا مِنۡ کُلِّ اُمَّۃٍۭ بِشَہِیۡدٍ وَّ جِئۡنَا بِکَ عَلٰی ہٰۤؤُلَآءِ شَہِیۡدًا ﴿ؕ﴾  یَوۡمَئِذٍ یَّوَدُّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ عَصَوُا الرَّسُوۡلَ لَوۡ تُسَوّٰی بِہِمُ الۡاَرۡضُ ؕ وَ لَا یَکۡتُمُوۡنَ اللّٰہَ  حَدِیۡثًا ﴿٪﴾
Maka bagaimana keadaan mereka  apabila Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat, dan Kami  mendatangkan engkau sebagai saksi terhadap mereka ini  semuanya?   Pada hari itu  orang-orang  kafir dan yang mendurhakai Rasul,  mereka menginginkan seandainya bumi disamaratakan  dengan mereka, dan mereka tidak akan dapat menyem-bunyikan sesuatu apa pun  dari Allah. (An-Nisā [4]:42-43). Lihat pula QS.16:85 & 90.

Pentingnya Kesinambungan Pengutusan Rasul Allah di Kalangan Bani Adam  & Masa Fatrah (Masa Jeda) Pengutusan Rasul-rasul Allah

         Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. bersabda:  Oleh karena  itu dengan segala kerendahan hati dan penuh hormat, aku kirimkan sebenaran-selebaran ini kepada para ‘ulama Muslimin, pendeta-pendeta Kristen, pandit-pandit Hindu, dan pandit-pandit Ariya, dan aku beritahukan bahwa aku diutus ke dunia ini  untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan, kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan dalam keimanan serta itikad-titikad dan akhlak.”
       Sehubungan dengan penjelasan Masih Mau’ud a.s. tersebut berikut ini beberapa firman Allah Swt.   mengenai tuntutan keadaan zaman  mengenai pentingnya kedatangan rasul Allah yang dijanjikan dari kalangan Bani Adam (QS.7:35-37) di Akhir Zaman ini, yang pertama adalah sebagai  penggenapan nubuatan  Al-Quran mengenai pentingnya kesinambungan pengutusan rasul Allah di kalangan Bani Adam, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ   --   Wahai Bani Adam,  jika datang kepada kamu  rasul-rasul dari antara kamu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepada kamu, فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ -- maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati.  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  --  Dan  orang-orang yang men-dustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’rāf [7]:35-37).
        Sesuai dengan Sunnatullāh, akibat lamanya rentang waktu sejak diutusnya Nabi Besar Muhammad saw.  di kalangan bangsa Arab lebih dari 1400 tahun lalu sampai dengan abad 15 saat ini merupakan “musim kemarau ruhani” yang lama, sehingga menyebabkan semakin mengerasnya hati umumnya umat manusia  -- termasuk umat beragama  --  sebagaimana firman-Nya berkenaan dengan pentingnya pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.: 
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan perbuatan tangan manusia,  supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurha-kaannya.  Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruk-nya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.”   Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan,  pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah. (Ar-Rūm [30]:42-44). 

Merebaknya Kerusakan di “Daratan” dan di “Lautan

       Masalah pokok dalam ayat-ayat sebelumnya berkisar dalam menimbulkan dan meresapkan pada manusia, keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa, Yang menciptakan, mengatur, dan membimbing segala kehidupan. Dalam ayat  ini kita diberi tahu suatu Sunnatullāh, bahwa jika kegelapan ruhani menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan Allah Swt. dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka sesuai Sunnah-Nya dalam QS.7:35-37 sebelum ini Allah Swt.  membangkitkan seorang nabi Allah untuk mengembalikan “gembalaan” yang tersesat keharibaan Majikan-nya yang Hakiki, yakni Allah Swt.
Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan agama sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya semata-mata tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan Isa a.m.s.  di dalam aliran darah manusia telah padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan, sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).
         Demikianlah keadaan umat manusia pada waktu Nabi Besar Muhammad saw.  -- Guru umat manusia terbesar  -- muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan terakhir diturunkan dalam bentuk Al-Quran (QS.5:4), sebab  syariat yang sempurna hanya dapat diturunkan bila semua atau kebanyakan keburukan  --  teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan  --  menampakkan diri (zahir) telah menjadi mapan.

Pengulangan “Zaman Jahiliyah

        Kata-kata “daratan dan lautan” dalam ayat: ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  -- “Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan perbuatan tangan manusia,” dapat diartikan:
   (a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya didasari oleh wahyu Ilahi;
      (b) orang-orang yang hidup di benua-benua dan orang-orang yang hidup di pulau-pulau. Ayat ini berarti, bahwa semua bangsa di dunia telah menjadi rusak sampai kepada intinya, baik secara politis, sosial maupun akhlaki.      
       Keadaan “jahiliyah”  seperti itu terulang kembali di Akhir Zaman ini sebagaimana  firman  Allah Swt. berikut ini  mengenai masa fatrah (masa jeda)  kesinambungan pengutusan rasul Allah di kalangan Bani Adam (QS.7:35-37), khususnya masa antara pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.  sekitar 600 tahun,          firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی  فَتۡرَۃٍ  مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang  menjelaskan syariat kepada kamu  pada masa jeda pengutusan rasul-rasul, supaya kamu tidak mengatakan:  مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ -- “Tidak pernah datang kepada kami  seorang pemberi kabar gembira dan tidak pula seorang pemberi peringatan.” فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ  --    Padahal sungguh  telah datang kepada kamu seorang pembawa kabar gembira  dan pemberi peringatan, dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Māidah [5]:20).
       Berdasarkan Sunnatullāah tersebut Allah Swt. dalam Al-Quran memperingatkan umat Islam di Akhir Zaman ini  karena mereka  telah perpisah  selama 1400 tahun dari masa  pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. yang penuh berkat, firman-Nya: 
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ   -- Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti.  (Al-Hadīd [57]:17-18).

Agar Tidak Ada Alasan Menyalahkan Allah Swt.  

         Salah satu tujuan pengutusan  rasul Allah yang dijanjikan tersebut  adalah agar tidak ada alasan (hujah) bagi manusia untuk menyalahkan Allah Swt. ketika azab Ilahi yang dijanjikan menimpa mereka,  sebab Allah Swt. tidak pernah menimpakan azab Ilahi sebelum terlebih dulu diutus  kepada manusia  rasul Allah yang kedatangannya  dijanjikan kepada mereka (QS.6:132; QS.11:118; QS.17:16; QS.26:135; QS.28:60), firman-Nya:
وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی  ﴿﴾ قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی ﴿﴾٪
Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan azab sebelum ini  niscaya mereka akan berkata: "Ya Rabb (Tuhan) kami, me­ngapakah   Eng-kau tidak mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?" Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun  tunggulah, lalu segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak.. (Thā Hā [20]:135-136). 
      Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai  missi utama pengutusan beliau sebagai Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama (sebutan) yang berlainan (QS.77:12) antara lain sebagai misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) atau  Masih Mau’ud a.s.:
      “Adapun kegiatanku (missiku) sama dengan  kegiatan  (missi)  Hadhrat Isa a.s.. Dari arti inilah sehingga aku dinamakan Masih Mau’ud (Masih yang dijanjikan), karena aku diperintahkan bahwa  hanya dengan melalui ajaran dan jejak kesucian sajalah  aku akan menyebarkan kebenaran di dunia ini.
      Aku adalah penentang orang yang mengangkat pedang  dan menumpahkan darah manusia atas nama agama. Dan aku mendapat perintah  -- sampai dimana masih ada kemungkinan  -- semua kesalahan akan aku singkirkan dari orang-orang Islam, dan aku akan menyeru mereka ke jalan yang lurus, keinsyafan, kelemah-lembutan, kesopan-santuan,  dan kepada akhlak yang suci.”

Penjelmaan Sifat “Ahmad” Nabi Besar Muhammad Saw. (Ruh Kebenaran)  di Akhir Zaman  di  Kalangan “Âkharīna Minhum” (Kaum Lain di Antara Mereka)    

         Pentingnya kelemah-lembutan dan menampilkan akhlak mulia  ajaran Islam (Al-Quran) di Akhir Zaman ini   -- dimana sesuai dengan QS.57:17-18 keadaan umumnya hati umat manusia  telah menjadi keras  --  merupakan penjelmaan makna nama Ahmad  -- yakni sifat jamal (kelembutan) dari Nabi Besar Muhammad saw. -- sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ  اِنِّیۡ  رَسُوۡلُ  اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ مُّصَدِّقًا  لِّمَا بَیۡنَ  یَدَیَّ  مِنَ  التَّوۡرٰىۃِ وَ مُبَشِّرًۢا  بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ  مِنۡۢ  بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ  اَحۡمَدُ ؕ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ  بِالۡبَیِّنٰتِ قَالُوۡا ہٰذَا  سِحۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata: ”Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu menggenapi apa yang ada sebelumku yaitu Taurat, وَ مُبَشِّرًۢا  بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ  مِنۡۢ  بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ  اَحۡمَدُ --  dan memberi kabar gembira mengenai seorang rasul yang akan datang sesudahku namanya Ahmad.”  Maka tatkala ia datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang jelas mereka berkata: “Ini adalah  sihir yang nyata.” (Ash-Shaf [61]:7).
   Berkenaan  nubuatan Nabi Isa Ibnu maryam a.s.  mengenai kedatangan Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran, lihat Injil Yahya (Yohanes) 12:13; 14:16-17; 15:26; 16:17; yang dari situ kesimpulan berikut dengan jelas dapat diambil:
(a)       Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran tidak dapat datang sebelum Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   berangkat dari dunia ini (wafat).
(b)         Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran akan tinggal di dunia untuk selama-lamanya, akan mengatakan banyak hal yang  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.    sendiri tidak dapat mengatakannya karena dunia belum dapat menanggungnya pada waktu itu.
(c)         Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran akan memimpin umat manusia kepada segala kebenaran.
(d)         Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran tidak akan bicara atas kehendak sendiri, tetapi apa pun yang didengar oleh beliau, itu pulalah yang akan diucapkan oleh beliau.
(e)      Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran akan memuliakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dan memberikan kesaksian atas kebenarannya.
         Lukisan mengenai Paraklit (Paraclete) atau Penolong atau Ruh Kebenaran itu serasi benar dengan kedudukan dan tugas Nabi Besar Muhammad saw. sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran.  Nabi Besar Muhammad saw.   datang sesudah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   meninggalkan dunia ini (wafat), beliau adalah nabi pembawa syariat terakhir dan Al-Quran merupakan syariat suci terakhir, diwahyukan untuk seluruh umat manusia hingga Hari Kiamat (QS.5:4).
     Beliau tidak berkata atas kehendak sendiri, melainkan apa pun yang didengar beliau dari Tuhan, itu pulalah yang diucapkan beliau (QS.53:4). Beliau memuliakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  (QS.2:254; QS.3:56). Nubuatan dalam Injil Yahya di atas adalah sesuai dengan nubuatan yang disebut dalam ayat yang sedang dibahas kecuali bahwa bukan nama Ahmad yang tercantum di situ melainkan Paraklit (Paraclete).

Persamaan Arti  Emeth dan Ahmad

  Para penulis Kristen menantang ketepatan versi (anggapan) Al-Quran mengenai nubuatan itu, sambil mendasarkan pernyataan-pernyataan mereka pada perbedaan kedua nama itu, dengan tidak memperhatikan kesamaan sifat-sifat yang dituturkan oleh Bible dan Al-Quran.
   Pada hakikatnya, Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   memakai bahasa Arami dan Ibrani. Bahasa Arami adalah bahasa ibu beliau dan bahasa Ibrani adalah bahasa agama beliau. Versi Bible sekarang adalah terjemahan dari bahasa Arami dan bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani.
 Suatu terjemahan dengan sendirinya tidak dapat membawakan sepenuh keindahan gubahan aslinya. Bahasa-bahasa mempunyai batas-batasnya masing-masing. Demikian pula mengenai kaum yang mempergunakan bahasa itu. Batas-batas mereka itu nampak pula dalam karya-karya mereka.
  Bahasa Yunani mempunyai penggunaan kata lain  yaitu  Periklutos, yang mempunyai persamaan arti dengan Ahmad dalam bahasa Arab. Jack Finegan, seorang ahli ilmu agama Kristen kenamaan, mengatakan di dalam kitabnya bernama  Archaeology of World Religions  berkata, “Kalau dalam bahasa Yunani kata Paracletos (Penghibur) sangat cocok dengan kata Periclutos (termasyhur), maka kata itu berarti nama-nama Ahmad dan Muhammad”.
   Lebih-lebih   The Damascus Document”  (Dokumen atau Naskah asal Damaskus), suatu naskah yang ditemukan menjelang akhir abad ke-19 dalam gereja Yahudi di Ezra, Mesir Kuno (halaman 2) melukiskan bahwa Yesus telah menubuatkan kedatangan “Ruh Suci” dengan nama Emeth: “Dan dengan Almasih-Nya Dia memberitahukan kepada mereka Rohulkudus-Nya. Sebab dialah Emeth ialah, Al-Amin (Si Jujur), dan sesuai dengan nama-Nya demikian pula  nama mereka .....” Emeth  dalam bahasa Ibrani berarti “Kebenaran” atau Si Jujur (Al-Amin) dan orang yang kebaikannya dawam” (Strahan’s Fourth Gospel, 141).
   Kata ini ditafsirkan oleh orang-orang Yahudi  “Cap (meterai) Tuhan.” Dengan sendirinya, meskipun Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   mungkin telah mempergunakan nama Ahmad, persamaan bunyi lafal antara kedua kata (Ahmad dan Emeth) itu telah membuat para penulis di kemudian hari menulis kata Emeth sebagai alih-alih kata “Ahmad” yang adalah persamaan kosa-kata dalam bahasa Ibrani.
 Jadi, nubuatan yang disebut dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.  tetapi sebagai kesimpulan dapat pula dikenakan kepada  misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)   --  yakni Masih Mau’ud a.s.   -- Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, sebab beliau telah dipanggil dengan nama Ahmad di dalam berbagai wahyu Ilahi (Barahin-i Ahmadiyyah), dan oleh karena dalam diri beliau terwujud kedatangan kedua atau diutusnya yang kedua kali  Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani  (QS.62:3-4) telah pula dinyatakan dengan jelas dalam Injil Barnabas  -- yang dianggap oleh kaum gerejani tidak sah -- tetapi pada pihak lain mereka menganggapnya otentik (dapat dipercaya), seotentik setiap dari keempat Injil.

Dua Makna Penyebutan “Sifat Ahmad” Nabi Besar Muhammad saw.

      Jadi,  penyebutan nama “Ahmad”  oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  mengenai  Nabi Besar Muhammad saw. dalam ayat: وَ مُبَشِّرًۢا  بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ  مِنۡۢ  بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ  اَحۡمَدُ --  dan memberi kabar gembira mengenai seorang rasul yang akan datang sesudahku namanya Ahmad   tersebut mengandung dua makna:
      (1) Mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.   yang merupakan misal Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:15-19; QS.11:18; QS.46:11; QS.73:16) tetapi beliau menyebutkan nama sifat jamal (kehalusan) Nabi Besar Muhammad saw. yaitu Ahmad.
      (2) Mengisyaratkan kepada teman sejawat beliau di kalangan Bani Ismail – yakni misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) atau “burung” keempat Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261)  atau Masih Mau’ud a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., yang  sekaligus merupakan kedatangan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw. (QS.62:3-4), yang akan mewujudkan kejayaan  Islam yang kedua kali (QS.61:10) dengan cara-cara yang damai (lembut), sebagaimana halnya misi   Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang lebih menekankan kepada pemaafan (pengampunan), bukan pembalasan  sebagaimana ajaran Taurat  (Matius 5:38-48; QS. 5.45-46).
     Jadi, mengisyaratkan kepada penjelmaan sifat “Ahmad” Nabi Besar Muhammad saw. itulah yang dimaksud dengan pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani di Akhir Zaman ini dalam wujud Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  yang akan mewujudkan kembali kejayaan Islam kedua kali  (QS.61:10) dengan cara-cara yang lembut dan penuh kasih-sayang (rahmat),     firman-Nya:
  ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada me-reka Kitab dan Hikmah  وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ --   walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ -- Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara me-reka, yang belum bertemu dengan mereka.  وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ  -- Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksanaذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ  --  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
        Jadi, itulah makna  perkataan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.:  وَ مُبَشِّرًۢا  بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ  مِنۡۢ  بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ  اَحۡمَدُ --  dan memberi kabar gembira mengenai seorang rasul yang akan datang sesudahku namanya Ahmad      dalam firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ یٰبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ  اِنِّیۡ  رَسُوۡلُ  اللّٰہِ  اِلَیۡکُمۡ مُّصَدِّقًا  لِّمَا بَیۡنَ  یَدَیَّ  مِنَ  التَّوۡرٰىۃِ وَ مُبَشِّرًۢا  بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ  مِنۡۢ  بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ  اَحۡمَدُ ؕ فَلَمَّا جَآءَہُمۡ  بِالۡبَیِّنٰتِ قَالُوۡا ہٰذَا  سِحۡرٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Isa ibnu Maryam berkata: ”Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepada kamu menggenapi apa yang ada sebelumku yaitu Taurat, وَ مُبَشِّرًۢا  بِرَسُوۡلٍ یَّاۡتِیۡ  مِنۡۢ  بَعۡدِی اسۡمُہٗۤ  اَحۡمَدُ --  dan memberi kabar gembira mengenai seorang rasul yang akan datang sesudahku namanya Ahmad.”  Maka tatkala ia datang kepada mereka dengan bukti-bukti yang jelas mereka berkata: “Ini adalah  sihir yang nyata.” (Ash-Shaf [61]:7).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***

Pajajaran Anyar,  10 April 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...