Bismillaahirrahmaanirrahiim
“ARBA’IN”
ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para
Penentang)
Karya
Mirza Ghulam Ahmad
a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.
-- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)
Bagian 14
ARBA’ÎN KE II
“DUEL MAKAR” DALAM PERISTIWA HIJRAH NABI BESAR MUHAMMAD SAW. DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN ISLAM YANG DINUBUATKAN DALAM PERISTIWA ISRA NABI BESAR MUHAMMAD SAW.
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan topik Nubuatan Dalam Nama “Masjid-al-Aqsha” (Mesjid yang Jauh) sehubungan dengan firman Allah
Swt.:
سُبۡحٰنَ
الَّذِیۡۤ اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ ہُوَ
السَّمِیۡعُ
الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Maha Suci Dia
Yang memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid
Haram ke Masjid Aqsha yang sekelilingnya
telah Kami berkati, supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami, اِنَّہٗ ہُوَ
السَّمِیۡعُ
الۡبَصِیۡرُ -- sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha
Melihat (Bani Israil [17]:2).
Ayat ini, yang nampaknya menyebut suatu kasyaf (pengalaman ruhani) Nabi Besar
Muhammad saw., telah dianggap oleh sebagian ahli tafsir Al-Quran menunjuk
kepada Mi’raj (kenaikan ruhani) beliau saw.. Berlawanan dengan pendapat umum, kami cenderung kepada
pendapat bahwa ayat ini membahas masalah Isra (perjalanan ruhani di
waktu malam) Nabi Besar Muhammad saw., dari Mekkah
ke Yerusalem dalam kasyaf, sedang peristiwa mikraj
beliau saw. telah dibahas agak terinci dalam Surah Al-Najm [53]:1-19).
Dua Peristiwa
Ruhani yang Berbeda Waktu
Semua kejadian yang
disebut dalam Surah Al-Najm
(ayat-ayat 8-18) yang telah diwahyukan
tidak lama sesudah hijrah umat Islam ke
Abessinia, yang telah terjadi di
bulan Rajab tahun ke-5 nabawi,
diceriterakan secara terinci dalam buku-buku hadits yang membahas mikraj Nabi Besar Muhammad saw., sedang peristiwa Isra beliau saw. dari
Mekkah ke Yerusalem yang dibahas oleh surah Bani Israil (Al-Isra) ayat 2 yang sedang
dibahas., menurut Zurqani terjadi pada tahun ke-11 nabawi, menurut Sir Williams Muir dan beberapa pengarang Kristen lainnya pada tahun
ke-12. Tetapi menurut Mardawaih dan Ibn Sa’d, peristiwa Isra terjadi pada 17 Rabiul-awal, setahun sebelum hijrah (Al-Khashaish
al-Kubra). Baihaqi pun
menceriterakan, bahwa Isra itu terjadi setahun atau 6 bulan
sebelum hijrah.
Dengan demikian
semua hadits yang bersangkutan dengan persoalan ini menunjukkan bahwa peristiwa
Isra itu terjadi setahun atau 6 bulan sebelum hijrah,
yaitu kira-kira pada tahun ke-12 nabawi,
setelah Siti Khadijah r.a. wafat, yang terjadi pada tahun ke-10 nabawi, ketika Nabi Besar Muhammad saw. tinggal bersama-sama dengan Ummi Hani, saudari sepupu beliau saw..
Tetapi peristiwa mikraj, menurut
pendapat sebagian terbesar ulama, terjadi kira-kira pada tahun ke-5 nabawi. Dengan demikian dua kejadian itu dipisahkan satu dengan
yang lain oleh jarak waktu 6 atau 7 tahun, dan oleh karenanya kedua kejadian itu tidak mungkin sama, peristiwa yang satu (mikraj) harus
dianggap berbeda dan terpisah dari
yang lain (Isra).
Lagi pula peristiwa-peristiwa yang menurut hadits
terjadi dalam mi'raj Nabi Besar
Muhammad saw., sama sekali berbeda dalam sifatnya dengan peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam Isra. Secara sambil lalu dapat disebutkan di sini
bahwa kedua peristiwa itu hanya kejadian-kejadian
ruhani belaka, dan Nabi Besar
Muhammad saw., tidak naik ke langit atau pergi ke Yerusalem dengan tubuh kasar, sebagaimana yang umumnya dipercayai
kalangan umat Islam.
Bukti-bukti Peristiwa Isra Berbeda Dengan Peristiwa
Mikraj
Selain kesaksian sejarah yang kuat ini, ada
pula kejadian-kejadian lain yang berkaitan dengan peristiwa itu mendukung
pendapat bahwa kejadian mi’raj dan Isra itu sama sekali berbeda
dan terpisah satu sama lain:
(a) Al-Quran menguraikan kejadian mi'raj
Nabi Besar Muhammad saw., dalam surah An-Najm [53], tetapi sedikit pun tidak menyinggung Isra, sedang dalam Surah Bani Israil yang sedang dibahas Al-Quran membahas soal Isra, tetapi
sedikit pun tidak menyinggung peristiwa mi'raj.
(b) Ummi Hani
r.a., saudari sepupu Nabi Besar Muhammad
saw., yang di rumahnya beliau saw. menginap
pada malam peristiwa Isra terjadi, hanya membicarakan perjalanan Nabi Besar Muhammad
saw. ke Yerusalem, dan sama sekali tidak menyinggung kenaikan beliau ke langit.
Ummi Hani r.a.
adalah orang pertama yang kepadanya Nabi
Besar Muhammad saw., menceriterakan
“perjalanan beliau di waktu malam” (isra) ke Yerusalem,
dan paling sedikit tujuh penghimpun riwayat-riwayat hadits telah mengutip
keterangan Ummi Hani r.a. mengenai
kejadian ini, yang bersumber pada empat perawi yang berlain-lainan. Semua
perawi ini sepakat, bahwa Nabi Besar
Muhammad saw., berangkat ke Yerusalem dan pulang kembali ke Mekkah
pada malam itu juga.
Jika seandainya Nabi Besar Muhammad saw., telah membicarakan pula kenaikan beliau saw. ke langit (mikraj) tentu Ummi Hani r.a. tidak akan lupa menyebutkan hal ini dalam
salah satu riwayatnya. Tetapi beliau tidak menyebut hal itu dalam satu riwayat
pun, dengan demikian menun-jukkan dengan pasti bahwa pada malam yang bersangkutan itu Nabi Besar Muhammad saw. hanya melakukan Isra
dari Mekkah
ke Yerusalem,
dan bahwa mi'raj tidak terjadi pada ketika itu.
Nampaknya beberapa
perawi hadits mencampur-baurkan kedua
peristiwa Isra dan mi'raj itu. Rupanya pikiran mereka dikacaukan
oleh kata isra’, yang dipergunakan baik untuk Isra maupun untuk mi'raj,
dan persamaan yang terdapat pada
beberapa uraian terinci mengenai Isra
dan Mi'raj telah menambah dan memperkuat pendapat mereka yang kacau- balau itu.
(c)
Hadits-hadits yang mula-mula meriwayatkan perjalanan
Nabi Besar Muhammad saw. dari Mekkah ke Yerusalem
dan selanjutnya mengenai kenaikan (mi’raj)
beliau saw. (Masjidil-Aqsha) dari sana ke langit,
menyebut pula bahwa di Yerusalem
beliau bertemu dengan beberapa nabi
terdahulu, -- termasuk Nabi Adam a.s.,
Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. -- dan bahwa di berbagai petala (tingkatan) langit beliau menemui kembali nabi-nabi
yang itu-itu juga tetapi tidak dapat mengenal mereka.
Bagaimana mungkin nabi-nabi tersebut, yang telah beliau jumpai
di Yerusalem -- dan shalat
berjama’ah di masjidi- Aqsha yang diimami beliau saw. – dan mereka pun telah sampai pula ke langit sebelum beliau saw., tetapi mengapa beliau saw. tidak
mengenali mereka, padahal beliau saw. telah melihat
mereka beberapa saat sebelumnya dalam perjalanan itu-itu juga?
Tidaklah masuk akal bahwa Nabi Besar Muhammad saw., tidak dapat mengenali mereka, padahal hanya beberapa saat sebelum itu, beliau saw.
bertemu dengan mereka dalam perjalanan
itu juga. Kenyataan ini membuktikan
bahwa peristiwa mikraj berlainan
peristiwa Isra yang dipisahkan jarak waktu selama 6-7 tahun.
Nubuatan Dalam Nama Masjid-al-Aqsha
(Mesjid yang Jauh)
“Masjid Aqsa” (masjid yang jauh)
menunjuk kepada rumah peribadatan
(Kenisah) yang didirikan oleh Nabi Sulaiman a.s. di Yerusalem. Dengan Demikian kasyaf (penglihatan ruhani) Nabi Besar Muhammad saw. yang disebut dalam ayat ini mengandung
suatu nubuatan yang agungm bahwa “perjalanan malam hari” (Isra) beliau saw. ke “Masjid Aqsa” berarti hijrah beliau ke Medinah, tempat beliau saw. akan mendirikan suatu masjid Muslim yang pertama
yaitu masjid Nabawi yang
ditakdirkan kelak akan menjadi masjid
pusat Islam. Inilah makna
yang pertama dari penyebutan “masjidil-aqsha” (mesjid yang jauh) dalam peristiwa Isra Nabi Besar Muhammad saw.
Ada
pun makna kedua dari “masjidil-Aqsha” yang dalam peristiwa ruhani (kasyaf)
tersebut Nabi Besar Muhammad saw. saw. mengimami para nabi Allah lainnya dalam shalat
berjama’ah -- mengandung arti bahwa agama
baru, yaitu agama Islam, sekali pun selama 13 tahun Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat beliau saw.
mendapat penentangan zalim di Mekkah
-- dinubuatkan dalam ayat
tersebut tidak akan terkurung di
tempat kelahirannya saja di Mekkah,
melainkan akan tersebar ke seantero dunia,
dan pengikut-pengikut dari semua agama akan menggabungkan diri kepadanya.
Kepergian Nabi Besar Muhammad saw., ke Yerusalem dalam kasyaf peristiwa Isra
tersebut mengandung arti, bahwa beliau saw. akan diberi kekuasaan atas daerah yang terletak di Yerusalem itu. Nubuatan
ini telah menjadi sempurna di masa khilafat
(kekhalifahan) Umar bin Khaththab r.a., lalu di Yerusalem
dibangun mesjid Islam yang pertama
yang diberi nama Masjid-al-Aqsha.
Itulah makna kedua penyebutan “masjid-al-Aqsha”
dalam peristiwa Isra Nabi Besar Muhammad saw. tersebut.
Makna Ketiga
“Masjid-al-Aqsha” (Mesjid yang Jauh)
Ada pun makna yang
ketiga menunjuk kepada suatu “perjalanan ruhani” Nabi
Besar Muhammad saw. ke suatu yang negara
yang jauh di suatu masa yang akan datang, yakni ketika
setelah umat Islam mengalami 3 abad masa kejayaan Islam yang pertama, kemudian secara berangsur-angsur kegelapan
ruhani akan melanda umat Islam – bahkan menutupi seluruh dunia -- maka
Nabi Besar Muhammad saw. akan
muncul kembali secara ruhani dalam wujud salah seorang pengikut hakiki beliau saw -- yaitu misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Masih
Mau’ud a.s. di Akhir Zaman -- di satu negara
yang sangat jauh dari tempat pertama beliau saw. diutus di Mekkah yaitu di Hindustan sebagaimana diisyaratkan dalam perumpamaan mengenai kedatangan seorang
laki-laki yang datang berlari-lari dari bagian
terjauh kota itu, firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا
الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ
یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾ اتَّبِعُوۡا
مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah
utusan-utusan itu. Ikutilah
mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk.” (Yā Sīn [36]:21-22).
Isyarat yang
terkandung dalam kata rajulun (seorang laki-laki) dapat tertuju kepada Masih
Mau’ud a.s. yang telah disebut demikian dalam suatu hadits yang
terkenal (Bukhari, Kitab at-Tafsir surah Al-Jumu’ah). Dan kata-kata yang sama dalam arti dan maksud dengan kata yas’a (berlari-lari) telah dipakai
mengenai Masih Mau’ud a.s. oleh
Nabi Besar Muhammad saw. dalam
beberapa sabda beliau saw.yang memberi isyarat kepada sifatnya yang tidak mengenal
lelah, cepat bertindak dan tidak mengenal jemu dalam usahanya untuk kepentingan Islam, dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam yang kedua di Akhir
Zaman ini (QS.61:10).
Mengenai seorang
laki-laki yang datang dari bagian terjauh kota itu dengan berlari-lari tersebut sebelumnya Allah Swt. berfirman tentang perumpamaan sebuah kota
yang kepada penduduknya Allah
Swt. secara berturut-turut mengutus 3 orang
rasul tetapi ditolak
oleh penduduk kota:
وَ اضۡرِبۡ لَہُمۡ مَّثَلًا اَصۡحٰبَ الۡقَرۡیَۃِ ۘ اِذۡ جَآءَہَا الۡمُرۡسَلُوۡنَ ﴿ۚ﴾ اِذۡ اَرۡسَلۡنَاۤ
اِلَیۡہِمُ اثۡنَیۡنِ فَکَذَّبُوۡہُمَا فَعَزَّزۡنَا بِثَالِثٍ
فَقَالُوۡۤا اِنَّاۤ اِلَیۡکُمۡ
مُّرۡسَلُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا
مَاۤ اَنۡتُمۡ اِلَّا بَشَرٌ مِّثۡلُنَا ۙ وَ مَاۤ
اَنۡزَلَ الرَّحۡمٰنُ مِنۡ شَیۡءٍ ۙ اِنۡ اَنۡتُمۡ
اِلَّا تَکۡذِبُوۡنَ ﴿﴾
قَالُوۡا رَبُّنَا یَعۡلَمُ اِنَّاۤ
اِلَیۡکُمۡ لَمُرۡسَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا
عَلَیۡنَاۤ اِلَّا الۡبَلٰغُ
الۡمُبِیۡنُ ﴿﴾ قَالُوۡۤا اِنَّا تَطَیَّرۡنَا بِکُمۡ ۚ لَئِنۡ
لَّمۡ تَنۡتَہُوۡا لَنَرۡجُمَنَّکُمۡ وَ لَیَمَسَّنَّکُمۡ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِیۡمٌ ﴿﴾ قَالُوۡا
طَآئِرُکُمۡ مَّعَکُمۡ ؕ اَئِنۡ ذُکِّرۡتُمۡ ؕ بَلۡ اَنۡتُمۡ
قَوۡمٌ مُّسۡرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan kemukakanlah bagi mereka misal mengenai penduduk
suatu kota ketika orang-orang yang diutus (rasul-rasul) datang
kepada mereka. Ketika Kami
mengirimkan kepada mereka dua orang rasul, maka mereka mendustakan keduanya, maka Kami memperkuat dengan yang ketiga, فَقَالُوۡۤا اِنَّاۤ
اِلَیۡکُمۡ مُّرۡسَلُوۡنَ -- lalu
mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus
kepada kamu.” Mereka
berkata: ”Kamu sekali-kali tidak lain hanya manusia seperti kami, dan Tuhan Yang Maha Pemurah sekali-kali tidak
menurunkan sesuatu, kamu tidak lain hanya berdusta belaka.” Mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami mengetahui
sesungguhnya kami benar-benar diutus
kepada kamu. Dan tugas kami sekali-kali tidak lain hanya menyampaikan dengan
jelas.” Mereka berkata: “Sesungguhnya kemalangan kami karena kamu, jika kamu tidak benar-benar berhenti niscaya kami akan merajam kamu, dan niscaya
azab yang pedih akan menimpa kamu dari
kami” Mereka, para rasul, berkata: “Kemalangan kamu itu bersama dirimu sendiri.
Apakah jika kamu diper-ingatkan kamu mengancam
kami? Bahkan kamu adalah kaum yang me-lampaui batas.” (Yā Sīn
[36]:14-20).
Empat “Burung” Nabi Ibrahim a.s.
Qaryah
dapat berarti sesuatu kota atau tempat, atau secara kiasan dapat dipakai dalam arti seluruh
dunia. Jadi ash-hab-al-qaryah dapat berarti umat manusia umumnya. Atau kata yang berarti kota tertentu itu dapat mengisyaratkan kepada kota Mekkah, yaitu Pusat dan Benteng Islam yang disebut ummul-qura
(induk kota). Sejalan dengan makna qaryah
tersebut maka kata “orang-orang yang diutus” akan berlaku untuk Nabi Besar Muhammad
saw. yang dalam wujud beliau saw. menampilkan semua
rasul dan nabi Allah.
Ada pun makna pengiriman “dua orang rasul” dalam ayat selanjutnya
dapat mengisyaratkan kepada Nabi Ibrahim
a.s. . dan Nabi Isma’il a.s. atau kepada Nabi Musa a.s. dan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,
sedangkan makna rasul Allah yang ketiga
merujuk kepada Nabi Besar Muhammad saw.
yang kedatangannya bukan saja “memperkuat”
Nabi Ibrahim a.s. . dan Nabi
Isma’il a.s. tetapi juga
“memperkuat” Nabi Musa a.s. dan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.61:6-7), karena Nabi Besar Muhammad saw, bukan saja
merupakan perwujudan pengabulan doa Nabi Ibrahim a.s. pada
waktu membangun kembali Ka’bah
(Baitullah) bersama Nabi Isma’il a.s. (QS.2:128-130), juga Nabi Besar Muhammad
saw. datang sebagai “Nabi yang seperti Musa” dan “Ahmad” atau “Roh Kebenaran” yang membawa “seluruh
kebenaran” sebagaimana nubuatan Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. (Ulangan 18:15-19; QS.11:18;
QS.46:11; QS.73:16 & Yahya
16:12-13; QS.61:7).
Ada pun makna ayat “seorang laki-laki yang datang
berlari-lari” dari “bagian terjauh kota itu” dalam ayat selanjutnya (21) mengisyaratkan
kepada kedatangan misal Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. (QS.43:58), sehingga “burung-burung”
Nabi Ibrahim a.s. jumlahnya “4 burung”
(QS.2:261), yakni (1) Nabi Musa a.s., (2) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., (3) Nabi
Besar Muhammad saw. (misal Nabi Musa a.s.) dan (4) Mirza Ghulam Ahmad a.s. (misal
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) atau Masih
Mau’ud a.s., yakni “seorang laki-laki yang datang berlari-lari” dari “bagian terjauh kota itu”, firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا
الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ
یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾ اتَّبِعُوۡا
مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan
berlari-lari, ia berkata:
“Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan
itu. Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk.” (Yā
Sīn [36]:21-22).
Satu penunjukan
yang khusus kepada Isra kedua kali
atau kebangkitan
kedua atau “perjalanan ruhani” Nabi
Besar Muhammad saw. secara ruhani di Akhir
Zaman terdapat dalam QS.62:3-4,
firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang
telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
me-reka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam ke-sesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ -- Dan
juga akan membangkitkannya pada kaum
lain dari antara mereka, yang belum
bertemu dengan mereka. وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- Dan
Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Pada hakikatnya tidak
ada Pembaharu dapat benar-benar
berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya
(daya pensuciannya), suatu jemaat
yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang
mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu
mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan
cita-cita dan asas-asas ajaran-nya
itu, kemudian mengirimkan
pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan
ajaran itu kepada bangsa-bangsa lain.
Didikan yang Nabi Besar Muhammad saw. berikan kepada para pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan
mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam
diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama
itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini (QS.62:3).
Para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. di masa Awal dan di Akhir Zaman
Makna ayat: وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ -- Dan juga akan
membangkitkannya pada kaum lain dari
antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.“ Ajaran Nabi Besar Muhammad saw. ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka -- yang di tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan
(QS.2:130) -- melainkan kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw.,
melainkan juga kepada keturunan demi keturunan manusia yang akan datang
hingga Kiamat.
Atau ayat ini dapat juga berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. akan dibangkitkan
di antara kaum (umat Islam) yang
belum pernah tergabung dalam para
pengikut semasa hidup beliau saw.. karena dipisahkan jarak waktu 13 abad.
Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang
termasyhur, tertuju kepada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. untuk kedua kali dalam wujud Masih
Mau’ud a.s. di Akhir Zaman ini. Abu Hurairah r.a. berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw.,
ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.:
“Siapakah yang diisyaratkan oleh
kata-kata Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang
belum bertemu dengan mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi)
sedang duduk di antara kami.
Setelah saya berulang-ulang mengajukan
pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan tangan beliau pada Salman
dan bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari
mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).
Hadits Nabi Besar
Muhammad saw. ini menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi. Dan Masih
Mau’ud a.s., pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, yang walau
pun dari pihak nenek beliau
termasuk Ahli Bait Nabi Besar
Muhammad saw. tetapi dari pihak laki-laki adalah dari keturunan Parsi.
Mereka itulah yang
dimaksud oleh Nabi Besar Muhammad saw. yang diibaratkan “tetesan
air hujan yang akhir” yang kebaikannya
sama dengan “tetesan air hujan yang awal”, beliau saw. bersabda:
“Perumpamaan umatku seperti
halnya hujan, tidak diketahui manakah yang lebih baik, awalnya atau akhirnya”
(HR Tirmidzi
2869; Ahmad dalam Musnadnya).
Dengan perkataan
lain ada dua golongan sahabat
Nabi Besar Muhammad saw. yakni di masa
awal yang hidup bersama beliau saw.
dan di Akhir Zaman yang beriman
kepada pengutusan kedua kali beliau
saw. secara ruhani dalam wujud Masih Mau’ud
a.s. (QS.62:3-4).
“Duel Makar” yang Senantiasa Berulang
Hadits Nabi Besar
Muhammad saw. lainnya menyebutkan bahwa kedatangan Al-Masih
Mau’ud a.s. pada saat ketika “tidak
ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang
tertinggal di dalam Islam selain namanya”, yaitu jiwa
ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi) sesuai dengan firman-Nya dalam QS.17:86-89 mengenai “pencabutan
ruh” Al-Quran untuk sementara
waktu pada masa kemunduran Islam
setelah mengalami kejayaan yang pertama selama 3 abad (QS.32:6).
Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat
bahwa ayat وَّ
اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا
بِہِمۡ ؕ --
Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka,
yang belum bertemu dengan mereka“ ini
menunjuk kepada kedatangan kedua kali
Nabi Besar Muhammad saw. atau “Isra” (perjalanan ruhani pada waktu
malam) di Akhir Zaman dalam
wujud Masih Mau’ud
a.s..
Dengan demikian sempurna
pulalah nubuatan yang terkandung
dalam peristiwa Isra Nabi Besar
Muhammad saw. dalam firman-Nya:
سُبۡحٰنَ
الَّذِیۡۤ اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ ہُوَ
السَّمِیۡعُ
الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Maha Suci Dia
Yang memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid
Haram ke Masjid Aqsha yang sekelilingnya
telah Kami berkati, supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha
Melihat (Bani Israil [17]:2).
Jadi
kembali kepada pembahasan firman Allah Swt. mengenai “duel
makar” antara “makar buruk” Abu
Jahal dkk dengan “makar tandingan”
Allah Swt. (QS.8:31) yang mengakibatkan terjadi peristiwa Hijrah Nabi Besar Muhammad saw. dari Mekkah ke Madinah dinubuatkan
dalam firman-Nya:
سُبۡحٰنَ
الَّذِیۡۤ اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ ہُوَ
السَّمِیۡعُ
الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Maha Suci Dia
Yang memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid
Haram ke Masjid Aqsha yang sekelilingnya
telah Kami berkati, supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha
Melihat (Bani Israil [17]:2).
Dengan
demikian jelaslah bahwa penyebut masjid Al-Aqsha dalam ayat mengenai
peristiwa Isra Nabi Besar Muhammad
saw. sama sekali tidak ada hubungannya dengan nama mesjid yang dibangun umat
Islam di Palestina (Yeusalem) yang diberi nama Mesjid-al-Aqsha, sebab penyebutan masjid-al-Aqsha (mesjid yang
jauh) dalam surah Al-Isra (Bani
Israil) merupakan nubuatan, bahwa keberkatan dari peristiwa hijrah
-- yakni upaya makar-buruk
yang gagal Abu Jahal dkk – terhadap Nabi Besar
Muhammad saw. dari Mekkah ke Madinah
maka umat
Islam akan banyak sekali membangun mesjid-mesjid
di berbagai wilayah kekuasaan umat Islam yang jauh dari kota Mekkah (masjid-al-Haram),
sesuai ayat: “yang sekelilingnya
telah Kami berkati supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari
Tanda-tanda Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha
Melihat.”
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 30 April
2017