Sabtu, 29 April 2017

"Duel Makar" Dalam Peristiwa "Hijrah" Nabi Besar Muhammad Saw. dan Hubungannya Dengan "Perkembangan Islam" yang "Dinubuatkan" Dalam Peristiwa "Isra" Nabi Besar Muhammad Saw.



Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 14

ARBA’ÎN KE II

DUEL MAKAR”  DALAM PERISTIWA HIJRAH NABI BESAR MUHAMMAD SAW. DAN HUBUNGANNYA DENGAN  PERKEMBANGAN ISLAM  YANG DINUBUATKAN DALAM  PERISTIWA ISRA   NABI BESAR  MUHAMMAD SAW.       

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya   telah dikemukakan topik    Nubuatan Dalam Nama “Masjid-al-Aqsha” (Mesjid yang Jauh) sehubungan dengan firman Allah Swt.:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ  اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ  اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ  لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ  ہُوَ  السَّمِیۡعُ  الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Maha Suci Dia  Yang  memperjalankan  hamba-Nya pada waktu malam  dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha   yang   sekelilingnya telah Kami berkati supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kamiاِنَّہٗ  ہُوَ  السَّمِیۡعُ  الۡبَصِیۡرُ --   sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat  (Bani Israil [17]:2).
          Ayat ini, yang nampaknya menyebut suatu kasyaf (pengalaman ruhani) Nabi Besar Muhammad saw., telah dianggap oleh sebagian ahli tafsir Al-Quran menunjuk kepada Mi’raj (kenaikan ruhani) beliau saw.. Berlawanan dengan pendapat umum, kami cenderung kepada pendapat bahwa ayat ini membahas masalah Isra (perjalanan ruhani di waktu malam)  Nabi Besar Muhammad saw.,  dari Mekkah ke Yerusalem dalam kasyaf, sedang peristiwa mikraj beliau saw. telah dibahas agak terinci dalam Surah Al-Najm [53]:1-19).

Dua Peristiwa  Ruhani yang  Berbeda Waktu

       Semua kejadian yang disebut dalam Surah Al-Najm (ayat-ayat 8-18) yang telah diwahyukan tidak lama sesudah hijrah umat Islam ke Abessinia, yang telah terjadi di bulan Rajab tahun ke-5 nabawi, diceriterakan secara terinci dalam buku-buku hadits yang membahas mikraj  Nabi Besar Muhammad saw.,  sedang peristiwa Isra beliau saw.   dari Mekkah ke Yerusalem yang dibahas oleh  surah Bani Israil (Al-Isra) ayat 2 yang sedang dibahas.,  menurut Zurqani terjadi pada tahun ke-11 nabawi, menurut Sir Williams Muir dan beberapa pengarang Kristen lainnya pada tahun ke-12. Tetapi menurut Mardawaih dan Ibn Sa’d, peristiwa Isra terjadi pada 17 Rabiul-awal, setahun sebelum hijrah (Al-Khashaish al-Kubra).   Baihaqi pun menceriterakan, bahwa Isra itu terjadi setahun atau 6 bulan sebelum hijrah.
         Dengan demikian semua hadits yang bersangkutan dengan persoalan ini menunjukkan bahwa peristiwa  Isra itu terjadi setahun atau 6 bulan sebelum hijrah, yaitu kira-kira pada tahun ke-12 nabawi, setelah Siti Khadijah r.a. wafat, yang terjadi pada tahun ke-10 nabawi, ketika  Nabi Besar Muhammad saw.  tinggal bersama-sama dengan Ummi Hani, saudari sepupu beliau saw..
        Tetapi peristiwa mikraj, menurut pendapat sebagian terbesar ulama, terjadi kira-kira pada tahun ke-5 nabawi. Dengan demikian dua kejadian itu dipisahkan satu dengan yang lain oleh jarak waktu 6 atau 7 tahun, dan oleh karenanya kedua kejadian itu tidak mungkin sama, peristiwa yang satu (mikraj) harus dianggap berbeda dan terpisah dari yang lain (Isra).
        Lagi pula peristiwa-peristiwa yang menurut hadits terjadi dalam mi'raj  Nabi Besar Muhammad saw.,   sama sekali berbeda dalam sifatnya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam Isra. Secara sambil lalu dapat disebutkan di sini bahwa kedua peristiwa itu hanya kejadian-kejadian ruhani belaka, dan  Nabi Besar Muhammad saw.,  tidak naik ke langit atau pergi ke Yerusalem dengan tubuh kasar, sebagaimana yang umumnya dipercayai kalangan umat Islam.

Bukti-bukti Peristiwa Isra Berbeda Dengan  Peristiwa Mikraj

         Selain kesaksian sejarah yang kuat ini, ada pula kejadian-kejadian lain yang berkaitan dengan peristiwa itu mendukung pendapat bahwa kejadian  mi’raj dan Isra itu sama sekali berbeda dan terpisah satu sama lain:
       (a) Al-Quran menguraikan kejadian mi'raj  Nabi Besar Muhammad saw.,   dalam surah An-Najm [53], tetapi sedikit pun tidak menyinggung  Isra, sedang dalam Surah Bani Israil yang sedang dibahas  Al-Quran membahas soal Isra, tetapi sedikit pun tidak menyinggung peristiwa mi'raj.
        (b) Ummi Hani r.a., saudari sepupu  Nabi Besar Muhammad saw.,  yang di rumahnya beliau saw. menginap pada malam peristiwa Isra terjadi, hanya membicarakan perjalanan  Nabi Besar Muhammad saw.  ke Yerusalem, dan sama sekali tidak menyinggung kenaikan beliau ke langit.
        Ummi Hani r.a. adalah orang pertama yang kepadanya  Nabi Besar Muhammad saw.,   menceriterakan “perjalanan beliau di waktu malam”  (isra) ke Yerusalem, dan paling sedikit tujuh penghimpun riwayat-riwayat hadits telah mengutip keterangan Ummi Hani r.a. mengenai kejadian ini, yang bersumber pada empat perawi yang berlain-lainan. Semua perawi ini sepakat, bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.,  berangkat ke Yerusalem dan pulang kembali ke Mekkah pada malam itu juga.
         Jika seandainya  Nabi Besar Muhammad saw.,   telah membicarakan pula kenaikan beliau saw. ke langit (mikraj)  tentu Ummi Hani r.a.  tidak akan lupa menyebutkan hal ini dalam salah satu riwayatnya. Tetapi beliau tidak menyebut hal itu dalam satu riwayat pun, dengan demikian menun-jukkan dengan pasti bahwa pada malam yang bersangkutan itu  Nabi Besar Muhammad saw. hanya melakukan Isra  dari Mekkah ke  Yerusalem, dan bahwa mi'raj tidak terjadi pada ketika itu.
        Nampaknya beberapa perawi hadits mencampur-baurkan kedua peristiwa Isra dan mi'raj itu. Rupanya pikiran mereka dikacaukan oleh kata isra’, yang dipergunakan baik untuk Isra maupun untuk mi'raj, dan persamaan yang terdapat pada beberapa uraian terinci mengenai Isra dan Mi'raj telah menambah dan memperkuat pendapat mereka yang kacau- balau itu.
        (c) Hadits-hadits yang mula-mula meriwayatkan perjalanan Nabi Besar Muhammad saw. dari Mekkah  ke Yerusalem dan selanjutnya mengenai kenaikan (mi’raj) beliau saw. (Masjidil-Aqsha) dari sana ke langit, menyebut pula bahwa di Yerusalem beliau bertemu dengan beberapa nabi terdahulu,  -- termasuk Nabi Adam a.s.,  Nabi Ibrahim a.s.,  Nabi Musa a.s., dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  --  dan bahwa di berbagai petala (tingkatan)  langit beliau menemui kembali nabi-nabi yang itu-itu juga  tetapi tidak dapat mengenal mereka.
       Bagaimana mungkin  nabi-nabi tersebut, yang telah beliau jumpai di Yerusalem   -- dan  shalat berjama’ah di masjidi- Aqsha  yang diimami beliau saw.  – dan mereka pun telah sampai pula ke langit sebelum beliau saw.,  tetapi  mengapa beliau  saw. tidak mengenali mereka, padahal beliau  saw. telah melihat mereka beberapa saat sebelumnya dalam perjalanan itu-itu juga?
       Tidaklah masuk akal bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.,  tidak dapat mengenali mereka, padahal hanya beberapa saat sebelum itu, beliau saw. bertemu dengan mereka dalam perjalanan itu juga.  Kenyataan ini membuktikan bahwa peristiwa mikraj  berlainan  peristiwa Isra  yang dipisahkan  jarak waktu selama 6-7 tahun.

Nubuatan Dalam Nama  Masjid-al-Aqsha (Mesjid yang Jauh)

         “Masjid Aqsa” (masjid yang jauh) menunjuk kepada rumah peribadatan (Kenisah) yang didirikan oleh Nabi Sulaiman a.s.   di Yerusalem. Dengan Demikian kasyaf  (penglihatan ruhani) Nabi Besar Muhammad saw.  yang disebut dalam ayat ini mengandung suatu nubuatan yang agungm bahwa “perjalanan malam hari” (Isra)  beliau saw.  ke “Masjid Aqsa” berarti hijrah beliau ke Medinah, tempat beliau saw. akan mendirikan suatu masjid Muslim  yang pertama  yaitu masjid Nabawi yang ditakdirkan kelak akan menjadi masjid pusat Islam. Inilah makna yang  pertama dari penyebutan “masjidil-aqsha” (mesjid  yang jauh) dalam peristiwa Isra Nabi Besar Muhammad saw.
          Ada pun  makna kedua dari “masjidil-Aqsha”  yang dalam peristiwa ruhani (kasyaf) tersebut  Nabi Besar Muhammad saw. saw. mengimami para nabi Allah lainnya dalam shalat berjama’ah   -- mengandung arti  bahwa agama baru, yaitu agama Islam,    sekali pun selama 13 tahun Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat beliau saw. mendapat  penentangan zalim di Mekkah  -- dinubuatkan dalam ayat tersebut tidak akan terkurung di tempat kelahirannya saja di  Mekkah,  melainkan akan tersebar ke seantero dunia, dan pengikut-pengikut dari semua agama akan menggabungkan diri kepadanya.
        Kepergian  Nabi Besar Muhammad saw., ke Yerusalem dalam kasyaf peristiwa Isra tersebut   mengandung arti, bahwa beliau  saw. akan diberi kekuasaan atas daerah  yang terletak di Yerusalem itu. Nubuatan ini telah menjadi sempurna di masa khilafat (kekhalifahan)  Umar bin Khaththab r.a., lalu di Yerusalem dibangun mesjid Islam yang pertama yang diberi nama Masjid-al-Aqsha. Itulah makna kedua penyebutan “masjid-al-Aqsha” dalam peristiwa  Isra Nabi Besar Muhammad saw. tersebut.

Makna Ketiga “Masjid-al-Aqsha” (Mesjid yang Jauh)

      Ada pun makna yang ketiga   menunjuk kepada suatu “perjalanan ruhani”  Nabi Besar Muhammad saw. ke suatu yang negara   yang jauh  di suatu masa yang akan datang, yakni ketika setelah umat Islam mengalami 3 abad masa kejayaan Islam yang pertama,  kemudian secara berangsur-angsur  kegelapan ruhani akan melanda umat Islam – bahkan menutupi seluruh dunia  -- maka  Nabi Besar Muhammad saw.  akan muncul kembali secara ruhani dalam wujud salah seorang pengikut hakiki beliau saw  -- yaitu misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman --  di satu negara yang sangat jauh dari tempat pertama beliau saw. diutus di Mekkah yaitu di Hindustan sebagaimana diisyaratkan dalam perumpamaan mengenai kedatangan seorang laki-laki yang datang berlari-lari  dari bagian terjauh kota itu, firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ  رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾  اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari,  ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan  itu.   Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk.” (Yā Sīn [36]:21-22).
        Isyarat yang terkandung dalam kata rajulun (seorang laki-laki) dapat tertuju kepada   Masih Mau’ud a.s. yang telah disebut demikian dalam suatu hadits yang terkenal (Bukhari, Kitab at-Tafsir surah Al-Jumu’ah). Dan  kata-kata yang sama dalam arti dan maksud dengan kata yas’a (berlari-lari) telah dipakai mengenai  Masih Mau’ud a.s.  oleh Nabi Besar Muhammad saw.  dalam beberapa sabda beliau saw.yang memberi isyarat kepada sifatnya yang tidak mengenal lelah, cepat bertindak dan tidak mengenal jemu dalam usahanya untuk kepentingan Islam, dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam yang kedua di Akhir Zaman ini (QS.61:10).
        Mengenai    seorang laki-laki  yang datang dari bagian terjauh kota itu dengan berlari-lari  tersebut   sebelumnya Allah Swt. berfirman  tentang perumpamaan  sebuah kota yang kepada penduduknya Allah Swt.  secara berturut-turut mengutus  3 orang rasul  tetapi  ditolak oleh penduduk kota:
وَ اضۡرِبۡ لَہُمۡ مَّثَلًا  اَصۡحٰبَ الۡقَرۡیَۃِ ۘ اِذۡ جَآءَہَا  الۡمُرۡسَلُوۡنَ ﴿ۚ﴾ اِذۡ  اَرۡسَلۡنَاۤ  اِلَیۡہِمُ  اثۡنَیۡنِ  فَکَذَّبُوۡہُمَا فَعَزَّزۡنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوۡۤا اِنَّاۤ  اِلَیۡکُمۡ مُّرۡسَلُوۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا مَاۤ  اَنۡتُمۡ  اِلَّا بَشَرٌ مِّثۡلُنَا ۙ وَ مَاۤ اَنۡزَلَ  الرَّحۡمٰنُ  مِنۡ شَیۡءٍ ۙ اِنۡ  اَنۡتُمۡ  اِلَّا تَکۡذِبُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا رَبُّنَا یَعۡلَمُ  اِنَّاۤ  اِلَیۡکُمۡ لَمُرۡسَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا عَلَیۡنَاۤ  اِلَّا  الۡبَلٰغُ  الۡمُبِیۡنُ ﴿﴾ قَالُوۡۤا اِنَّا تَطَیَّرۡنَا بِکُمۡ ۚ لَئِنۡ لَّمۡ تَنۡتَہُوۡا لَنَرۡجُمَنَّکُمۡ وَ لَیَمَسَّنَّکُمۡ مِّنَّا عَذَابٌ  اَلِیۡمٌ ﴿﴾ قَالُوۡا طَآئِرُکُمۡ مَّعَکُمۡ ؕ اَئِنۡ ذُکِّرۡتُمۡ ؕ بَلۡ  اَنۡتُمۡ  قَوۡمٌ  مُّسۡرِفُوۡنَ﴿﴾
Dan kemukakanlah bagi mereka   misal mengenai  penduduk suatu kota  ketika orang-orang yang diutus (rasul-rasul) datang kepada mereka.   Ketika Kami mengirimkan kepada mereka dua orang rasul, maka mereka mendustakan keduanya, maka Kami memperkuat dengan yang ketigaفَقَالُوۡۤا اِنَّاۤ  اِلَیۡکُمۡ مُّرۡسَلُوۡنَ --   lalu mereka berkata: “Sesungguhnya  kami adalah orang-orang yang diutus kepada  kamu.”   Mereka berkata:  Kamu sekali-kali tidak lain hanya  manusia seperti kami, dan Tuhan Yang Maha Pemurah sekali-kali tidak menurunkan sesuatu, kamu tidak lain hanya berdusta belaka.”   Mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami mengetahui sesungguhnya kami benar-benar diutus kepada kamu.    Dan  tugas  kami  sekali-kali tidak lain hanya menyampaikan dengan jelas.”   Mereka berkata: “Sesungguhnya kemalangan kami karena kamu, jika kamu tidak benar-benar berhenti niscaya kami akan merajam kamu,   dan niscaya azab yang pedih akan menimpa kamu dari  kami” Mereka, para rasul, berkata: “Kemalangan kamu itu bersama dirimu sendiri. Apakah jika kamu  diper-ingatkan kamu mengancam kami? Bahkan kamu adalah  kaum yang me-lampaui batas.” (Yā Sīn [36]:14-20).

Empat “Burung” Nabi Ibrahim a.s.

        Qaryah dapat berarti sesuatu kota atau tempat, atau secara kiasan dapat dipakai dalam arti seluruh dunia. Jadi ash-hab-al-qaryah dapat berarti umat manusia umumnya. Atau kata yang berarti kota tertentu itu dapat mengisyaratkan kepada kota Mekkah,  yaitu Pusat dan Benteng Islam yang disebut ummul-qura (induk kota).   Sejalan dengan makna qaryah   tersebut maka  kata “orang-orang yang diutus”  akan berlaku untuk Nabi Besar Muhammad saw.   yang dalam wujud beliau saw. menampilkan   semua rasul dan nabi Allah.
        Ada pun makna pengiriman “dua orang rasul” dalam ayat selanjutnya dapat mengisyaratkan kepada Nabi Ibrahim a.s. . dan  Nabi Isma’il a.s. atau kepada    Nabi Musa a.s.  dan  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., sedangkan makna rasul Allah yang ketiga merujuk kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang kedatangannya bukan saja “memperkuat” Nabi Ibrahim a.s. . dan  Nabi Isma’il a.s. tetapi juga  “memperkuat” Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.61:6-7),  karena Nabi Besar Muhammad saw, bukan saja merupakan perwujudan  pengabulan doa Nabi Ibrahim a.s. pada waktu membangun kembali Ka’bah (Baitullah) bersama Nabi Isma’il a.s. (QS.2:128-130), juga Nabi Besar Muhammad saw.  datang sebagai “Nabi yang seperti Musa” dan “Ahmad” atau “Roh Kebenaran” yang membawa “seluruh kebenaran”  sebagaimana nubuatan Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Ulangan 18:15-19; QS.11:18; QS.46:11; QS.73:16 & Yahya 16:12-13; QS.61:7).  
        Ada pun makna ayat  “seorang laki-laki   yang datang  berlari-lari” dari “bagian terjauh kota itu”  dalam ayat selanjutnya (21) mengisyaratkan kepada kedatangan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), sehingga “burung-burung” Nabi Ibrahim a.s. jumlahnya “4 burung” (QS.2:261), yakni (1) Nabi Musa a.s., (2) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., (3) Nabi Besar Muhammad saw. (misal Nabi Musa a.s.) dan (4) Mirza Ghulam Ahmad a.s. (misal   Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) atau Masih Mau’ud a.s.,  yakni “seorang laki-laki yang datang berlari-lari” dari “bagian terjauh kota itu”, firman-Nya:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ  رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾  اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari,  ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan  itu.   Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk.” (Yā Sīn [36]:21-22).
         Satu penunjukan yang khusus kepada Isra kedua kali atau  kebangkitan kedua  atau “perjalanan ruhani”  Nabi Besar Muhammad saw.  secara ruhani  di Akhir Zaman terdapat dalam QS.62:3-4, firman-Nya:
   ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang     rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada me-reka Kitab dan Hikmah  walaupun sebelumnya mereka berada dalam ke-sesatan yang nyata,  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ   --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ --   Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ --  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).     
      Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajaran-nya itu,  kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa-bangsa lain.
     Didikan yang Nabi Besar Muhammad saw.  berikan kepada para pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini (QS.62:3).

Para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. di masa Awal dan di Akhir Zaman

     Makna ayat: وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ   --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.“  Ajaran  Nabi Besar Muhammad saw.   ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka  --  yang di tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan (QS.2:130)  --  melainkan kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan demi keturunan manusia yang akan datang hingga Kiamat.
    Atau ayat ini dapat juga berarti bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.      akan dibangkitkan di antara kaum (umat Islam) yang belum pernah tergabung dalam para pengikut semasa hidup beliau saw.. karena dipisahkan jarak waktu 13 abad.  
Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.       untuk kedua kali dalam wujud  Masih Mau’ud a.s.  di Akhir Zaman ini. Abu Hurairah r.a.  berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah    saw., ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.:  “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata  Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami.
   Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan tangan beliau pada Salman dan bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).
    Hadits Nabi Besar Muhammad saw. ini menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi.   Dan Masih Mau’ud a.s.,  pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, yang   walau pun dari pihak nenek   beliau termasuk Ahli Bait Nabi Besar Muhammad saw.   tetapi dari pihak laki-laki adalah dari keturunan Parsi.
   Mereka itulah yang dimaksud oleh Nabi Besar Muhammad saw. yang diibaratkan   “tetesan air hujan yang akhir” yang kebaikannya sama dengan “tetesan air hujan yang awal”, beliau saw. bersabda:
Perumpamaan umatku seperti halnya hujan, tidak diketahui manakah yang lebih baik, awalnya atau akhirnya” (HR Tirmidzi 2869; Ahmad dalam Musnadnya).
        Dengan perkataan lain ada dua golongan   sahabat Nabi Besar Muhammad saw. yakni di masa awal  yang hidup bersama beliau saw. dan di Akhir Zaman  yang beriman kepada pengutusan kedua kali beliau saw. secara ruhani dalam wujud Masih  Mau’ud a.s. (QS.62:3-4).

Duel Makar” yang Senantiasa Berulang
                                       
    Hadits Nabi Besar Muhammad saw. lainnya menyebutkan bahwa kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. pada saat ketika “tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya”, yaitu  jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi) sesuai dengan firman-Nya dalam QS.17:86-89     mengenai “pencabutan ruhAl-Quran untuk sementara waktu pada masa kemunduran Islam setelah mengalami kejayaan yang pertama selama 3 abad (QS.32:6).
     Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ   --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka   ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali  Nabi Besar Muhammad saw. atau “Isra” (perjalanan ruhani pada waktu malam) di Akhir Zaman dalam wujud   Masih Mau’ud a.s..
    Dengan demikian sempurna pulalah nubuatan yang terkandung dalam peristiwa Isra Nabi Besar Muhammad saw. dalam firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ  اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ  اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ  لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ  ہُوَ  السَّمِیۡعُ  الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Maha Suci Dia  Yang  memperjalankan  hamba-Nya pada waktu malam  dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha   yang   sekelilingnya telah Kami berkati supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami   sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat  (Bani Israil [17]:2).     
        Jadi kembali kepada pembahasan firman Allah Swt. mengenai  “duel makar” antara “makar buruk” Abu Jahal dkk dengan “makar tandingan” Allah Swt. (QS.8:31) yang mengakibatkan terjadi peristiwa Hijrah Nabi Besar Muhammad saw. dari Mekkah ke Madinah  dinubuatkan dalam firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ  اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ  اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ  لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ  ہُوَ  السَّمِیۡعُ  الۡبَصِیۡرُ ﴿﴾
Maha Suci Dia  Yang  memperjalankan  hamba-Nya pada waktu malam  dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha   yang   sekelilingnya telah Kami berkati supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami,     sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat  (Bani Israil [17]:2).
      Dengan demikian  jelaslah bahwa penyebut masjid Al-Aqsha dalam ayat mengenai peristiwa Isra Nabi Besar Muhammad saw. sama sekali tidak ada hubungannya dengan nama mesjid yang dibangun umat Islam di Palestina (Yeusalem) yang diberi nama Mesjid-al-Aqsha, sebab penyebutan masjid-al-Aqsha  (mesjid yang jauh) dalam surah Al-Isra (Bani Israil) merupakan nubuatan,  bahwa   keberkatan dari peristiwa hijrah   --  yakni  upaya makar-buruk  yang gagal  Abu Jahal dkk – terhadap Nabi Besar Muhammad  saw. dari Mekkah ke Madinah maka  umat Islam akan banyak sekali membangun mesjid-mesjid di berbagai wilayah  kekuasaan umat Islam yang jauh dari kota Mekkah (masjid-al-Haram), sesuai ayat:   “yang   sekelilingnya telah Kami berkati   supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami,  sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”  

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***

Pajajaran Anyar,  30 April    2017

Jumat, 28 April 2017

"Duel Makar" Dalam Peristiwa "Penyaliban" Nabi Isa Ibnu Maryam yang Dimenangi "Makar Tandingan" Allah Swt. & Genapnya Makna Nubuatan "Yaksirush- Shalib (Mematahkan Salib) yang Dilakukan Masih Mau'ud a.s.



Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 13

ARBA’ÎN KE II

DUEL MAKAR” DALAM PERISTIWA PENYALIBAN NABI ISA IBNU MARYAM A.S. YANG DIMENANGI "MAKAR TANDINGAN" ALLAH SWT. & GENAPNYA MAKNA NUBUATAN YAKSIRUSH- SHALIB” (MEMATAHKAN SALIB) YANG DILAKUKAN MASIH MAU’UD A.S.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya telah dikemukakan topik Jaminan Kesuksesan Perjuangan Suci Para Rasul Allah  & “Duel Makar” yang Senantiasa Dimenangkan Allah Swt.
       Sehubungan dengan topik tersebut dalam firman-Nya berikut ini utusan (rasul) Allah Swt. yang hakiki senantiasa  mendapat jaminan pertolongan Allah Swt. dalam menghadapi para penentangnya yang takabbur dan zalim, firman-Nya:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina.  ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ   --  Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan menang.”  اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ --    Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujadalah [58]:21-22)
 Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran senantiasa menang terhadap kepalsuan,  bagaimana pun hebatnya makar buruk yang dirancang oleh para  penentang Rasul Allah tersebut, firman-Nya:
وَ قَدۡ مَکَرُوۡا مَکۡرَہُمۡ وَ عِنۡدَ اللّٰہِ مَکۡرُہُمۡ ؕ وَ اِنۡ کَانَ مَکۡرُہُمۡ لِتَزُوۡلَ مِنۡہُ  الۡجِبَالُ ﴿﴾   فَلَا تَحۡسَبَنَّ اللّٰہَ مُخۡلِفَ وَعۡدِہٖ  رُسُلَہٗ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  عَزِیۡزٌ  ذُو انۡتِقَامٍ ﴿ؕ﴾
Dan  sungguh  mereka telah melakukan makar mereka, tetapi makar mereka ada di sisi Allah,  dan  jika sekali pun  makar mereka dapat me-mindahkan gunung-gunung. Maka janganlah engkau   menyangka  bahwa  Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya, sesungguhnya  Allah Maha Perkasa, Yang memiliki pembalasan. (Ibrahim [14]:47-48).
    Makna ayat:  وَ عِنۡدَ اللّٰہِ مَکۡرُہُمۡ  -- “tetapi makar mereka ada di sisi Allah”  yaitu Allah Swt.   sungguh-sungguh mengetahui  makar buruk mereka, dan Dia akan menggagalkannya, berikut firman Allah Swt. mengenai “duel makar” antara Allah Swt. dengan para penentang Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang berusaha membunuh beliau  melalui penyaliban (QS.4:158-159) yang dimenangkan Allah Swt.:
فَلَمَّاۤ  اَحَسَّ عِیۡسٰی مِنۡہُمُ الۡکُفۡرَ قَالَ مَنۡ اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ ؕ قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ اللّٰہِ ۚ اٰمَنَّا بِاللّٰہِ ۚ وَ اشۡہَدۡ بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ رَبَّنَاۤ  اٰمَنَّا بِمَاۤ اَنۡزَلۡتَ وَ اتَّبَعۡنَا الرَّسُوۡلَ فَاکۡتُبۡنَا مَعَ الشّٰہِدِیۡنَ ﴿﴾  وَ مَکَرُوۡا وَ مَکَرَ اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Maka tatkala  Isa merasa   ada  kekafiran pada mereka yakni kaumnya ia berkata: ”Siapakah penolong-penolongku  dalam urusan Allah?” Para hawari berkata: “Kamilah  para penolong urusan Allah. Kami beriman ke-pada Allah, dan  saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah  diri.   Ya Rabb (Tuhan) kami, kami beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami mengikuti Rasul ini maka catatlah kami bersama   orang-orang yang menjadi saksi.”  وَ مَکَرُوۡا وَ مَکَرَ اللّٰہُ ؕ   -- Dan mereka,  yakni musuh Al-Masih, merancang makar  buruk  dan Allah pun merancang makar  tandingan  وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ --  dan Allah sebaik-baik Perancang makar.  (Âli ‘Imran [3]:53-55).

Duel Makar” Dalam  Peristiwa Penyaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang  Menggelincirkan   Orang-orang yang “Berhati Bengkok

        Berikut adalah pernyataan Allah Swt. mengenai keunggulan “makar tandingan” Allah Swt. pada peristiwa upaya membunuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui  penyaliban  yang dirancang oleh para pemuka agama Yahudi, firman-Nya: 
وَّ قَوۡلِہِمۡ اِنَّا قَتَلۡنَا الۡمَسِیۡحَ عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ رَسُوۡلَ اللّٰہِ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ ؕ وَ  اِنَّ الَّذِیۡنَ اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ لَفِیۡ شَکٍّ مِّنۡہُ ؕ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ  اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ  یَقِیۡنًۢا ﴿﴾ۙ    بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا ﴿﴾
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ  -- padahal mereka tidak membunuhnya secara biasa dan tidak pula mematikannya melalui penyaliban, akan tetapi ia disamarkan  kepada mereka seperti telah mati di atas salib.  وَ  اِنَّ الَّذِیۡنَ اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ لَفِیۡ شَکٍّ مِّنۡہُ  -- Dan sesungguhnya  orang-orang yang berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan mengenai ini, مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ  اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ --  mereka tidak memiliki  pengetahuan yang pasti mengenai ini melainkan menuruti dugaan belaka  وَ مَا قَتَلُوۡہُ  یَقِیۡنًۢا-- dan mereka tidak  yakin telah membunuhnya. بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا  --    Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya  dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (An-Nisā [4]:158-159).
  Makna kalimat mā shalabū hu berkenaan  ayat: وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ  -- padahal mereka tidak membunuhnya secara biasa dan tidak pula mematikannya melalui penyaliban, akan tetapi ia disamarkan  kepada mereka seperti telah mati di atas salib” artinya  mereka tidak menyebabkan kematian dia pada tiang salib, sebab shalab itu cara membunuh yang terkenal.
   Orang berkata “shalaba al-lishsha” yakni “ia membunuh pencuri itu dengan memakunya pada tiang salib”. Ayat itu tidak mengingkari kenyataan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dipakukan ke tiang salib, tetapi menyangkal beliau mati di atas tiang salib itu, sebab jika itu terjadi berarti makar buruk kaum Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. berhasil.
    Kata-kata “syubbiha lahum” artinya: Nabi Isa a.s. ditampakkan kepada orang-orang Yahudi seperti orang yang mati disalib; atau maknanya  hal kematian Nabi Isa a.s. menjadi samar atau menjadi teka-teki kepada mereka. Syubbiha 'alaihi al-amru, artinya “hal itu dibuat kalang-kabut, samar atau teka-teki kepadanya” (Lexicon Lane).
  Ungkapan, mā qatalūhu yaqīnan  artinya: (1) mereka tidak membunuh dia dengan nyata; (2) mereka tidak mengubah  dugaan mereka  jadi keyakinan, yakni  pengetahuan mereka mengenai kematian Nabi Isa a.s. pada tiang salib tidak demikian pasti (meyakinkan)  sampai tidak ada suatu celah keraguan pun dalam pikiran mereka bahwa mereka benar-benar telah membunuh beliau.
   Dalam hal ini kata ganti hu dalam qatalūhu menunjuk kepada kata benda zhann (dugaan). Orang-orang Arab berkata “qatalasy-syai’a khubran”, yakni “ia memperoleh pengetahuan sepenuhnya dan pasti mengenai hal itu supaya meniadakan segala kemungkinan untuk meragukan hal itu” (Lexicon Lane; Lisan-al-‘Arab; dan Al-Mufradat).

Bukti-bukti Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Tidak Wafat Tergantung di Kayu Salib

Bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  tidak wafat pada tiang salib tapi wafat secara wajar, jelas nampak dari Al-Quran. Fakta-fakta berikut, sebagaimana dikisahkan dalam Injil sendiri, memberi dukungan yang kuat kepada keterangan Al-Quran itu:
1. Karena  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  itu seorang Nabi Allah, beliau tak mungkin mati pada kayu salib, sebab menurut Bible: "orang yang tergantung itu kutuklah bagi Tuhan Allah" (Ulangan 21:23).
2.  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah berdoa kepada Tuhan dalam kesakitan yang amat sangat supaya "biarkanlah kiranya cawan (kematian di atas salib) ini lepas dariku" (Markus 14:36; Matius 26:29; Lukas 22:42); dan doa beliau telah terkabul (Iberani 5:7).
3.  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah mengabarkan sebelumnya bahwa seperti Nabi Yunus a.s.  yang telah masuk ke perut ikan besar dan telah keluar lagi hidup-hidup (Matius 12:40), beliau akan tinggal dalam "perut bumi" selama tiga hari dan akan keluar lagi hidup-hidup.
4.  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah menubuatkan pula bahwa beliau akan pergi mencari kesepuluh suku bangsa Israil yang hilang (Yahya 10:16). Bahkan orang-orang Yahudi di masa  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. pun mempercayai bahwa suku-suku bangsa Israil yang hilang itu telah terpencar ke berbagai negeri (Yahya 7:34, 35).
5.  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah terpancang pada tiang salib hanya selama kira-kira 3 jam (Yahya 19:14) dan sebagai orang yang memiliki kesehatan jasmani yang normal, beliau tidak mungkin wafat dalam waktu yang sependek itu.
6. Segera sesudah  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. diturunkan dari tiang salib, pinggang beliau ditusuk dan darah serta air keluar darinya. Hal demikian merupakan tanda yang pasti bahwa beliau masih hidup (Yahya 19:34).
7. Orang-orang Yahudi sendiri merasa tidak yakin mengenai kematian  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebab mereka telah meminta kepada Pilatus untuk menempatkan penjaga di kuburannya "supaya jangan murid-muridnya datang mencuri Dia, serta mengatakan kepada kaum, bahwa Ia sudah bangkit dari antara orang mati" (Matius 27:64).
8. Tidak didapatkan dalam semua Injil barang sebuah pun pernyataan tertulis dari seorang saksi yang menerangkan bahwa  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah wafat ketika beliau diturunkan dari tiang salib atau ketika beliau ditempatkan dalam kuburan. Lagi pula, tidak seorang pun dari antara murid beliau hadir di tempat kejadian penyaliban, semuanya melarikan diri tatkala  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dibawa ke tempat penyaliban.
Kejadian yang sebenarnya nampaknya demikian, boleh jadi disebabkan oleh impian istrinya agar "Jangan berbuat barang apapun ke atas orang yang benar itu" (Matius 27 : 19), maka Pilatus telah percaya bahwa  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  tidak bersalah, dan karenanya telah bersekongkol dengan Yusuf Arimatea -- seorang tokoh dari perkumpulan Essene, tempat  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sendiri pernah menjadi anggotanya, sebelum beliau diutus sebagai nabi -- untuk menolong jiwa beliau.
Sidang pemeriksaan perkara  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  berlangsung pada hari Jum'at, karena Pilatus dengan sengaja mengulur waktu dengan perhitungan bahwa esok harinya jatuh Hari Sabat, saat orang-orang terhukum tidak dapat dibiarkan di atas tiang salib sesudah matahari terbenam.
  Ketika pada akhirnya Pilatus merasa terpaksa menghukum  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  ia memberikan keputusannya hanya 3 jam sebelum terbenamnya matahari, dengan demikian meyakinkan dirinya bahwa tidak ada orang yang normal kesehatannya tinggal di atas tiang salib dalam waktu yang sesingkat itu dapat mati. Selain itu Pilatus telah sudi mengusahakan agar  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s diberi anggur atau cuka dicampur dengan rempah-rempah mur (myrrh) untuk mengurangi perasaan sakitnya.
 Tatkala sesudah 3 jam lamanya tergantung, beliau diturunkan dari salib dalam keadaan tidak sadarkan diri (mungkin karena pengaruh cuka yang diminumkan kepada beliau), Pilatus dengan senang hati mengabulkan permintaan Yusuf Arimatea dan menyerahkan tubuh  beliau kepadanya.
Lain halnya dari kedua penjahat yang digantung bersama-sama  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  tulang-tulang beliau tidak dipatahkan, dan Yusuf Arimatea telah meletakkan beliau di suatu rongga yang ruangnya luas, digali di bagian samping bukit padas. Ketika itu tidak ada ilmu pemeriksaan mayat (medical autopsy), tidak ada percobaan stethoscopis, tidak diadakan pemeriksaan dari segi hukum dengan pertolongan kesaksian dari mereka yang terakhir bersama beliau ("Mystical life of Yesus" oleh H. Spencer Lewis).
9. Marham Isa (salep Isa) yang terkenal itu dibuat dan dipakai untuk mengobati luka-luka  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., dan beliau diurus serta dirawat oleh Yusuf Arimatea dan Nicodemus yang juga seorang yang sangat terpelajar dan anggota yang amat terhormat dari Ikatan Persaudaraan Essene.
10. Setelah luka-luka beliau cukup sembuh,  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  meninggalkan kuburan itu dan menemui beberapa murid beliau dan bersantap bersama mereka, lalu menempuh perjalanan jauh dari Yerusalem ke Galilea dengan berjalan kaki (Lukas 24:50).
11. "The Crucifixion by an Eye Witness," sebuah buku yang untuk pertama kalinya iterbitkan pada tahun 1873 di Amerika Serikat, merupakan terjemahan dalam bahasa Inggeris dari sebuah naskah surat dalam bahasa Latin purba yang ditulis 7 tahun sesudah peristiwa salib oleh seorang warga Essene di Yerusalem kepada seorang anggota perkumpulan itu di Iskandaria, memberi dukungan yang kuat kepada pendapat bahwa  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s telah diturunkan dari salib dalam keadaan masih hidup. Buku itu menceriterakan secara terinci semua kejadian yang menjurus kepada peristiwa salib, pemandangan di bukit tempat terjadinya penyaliban dan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian.

Membantah Dua Pendapat Mengenai Upaya Pembunuhan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang Gagal

     Dua pendapat yang berbeda tersebar di tengah-tengah orang-orang Yahudi mengenai dugaan wafat Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. karena penyaliban. Beberapa di antara mereka berpendapat bahwa beliau pertama-tama dibunuh, kemudian tubuh  beliau digantung pada tiang salib, sedang yang lainnya berpendapat bahwa beliau dibunuh dengan dipakukan pada tiang salib. Pendapat yang pertama tercermin dalam Kisah Rasul-rasul 5:50, kita baca: "Yang sudah kamu ini bunuh dan menggantungkan Dia pada kayu itu."
Al-Quran membantah kedua pendapat ini dengan mengatakan:  وَ مَا قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ --  "mereka tidak membunuhnya, dan tidak pula mematikannya di atas salib." Pertama Al-Quran menolak pembunuhan Nabi Isa Ibnu Mryam a.s. dalam bentuk apapun, dan selanjutnya menyangkal cara pembunuhan yang khas dengan jalan menggantungkan pada salib. Al-Quran  tidak menolak kenyataan  bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. digantung pada tiang salib,tetapi  Al-Quran hanya menyangkal wafatnya di atas tiang salib.
   Makna ayat: بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا  --    Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya  dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” Orang-orang Yahudi dengan gembira mengumandangkan telah membunuh Nabi Isa a.s. di atas tiang salib, sehingga dengan demikian telah membuktikan bahwa pendakwaan beliau sebagai nabi Allah tidak benar.
Ayat itu bersama-sama ayat sebelumnya mengandung sangkalan yang keras  terhadap tuduhan tersebut serta membersihkan beliau dari noda yang didesas-desuskan, lalu mengutarakan keluhuran derajat ruhani beliau dan bahwa beliau telah mendapat kehormatan di hadirat Allah Swt..
  Dalam ayat itu sama sekali tidak ada sebutan  mengenai kenaikan beliau ke langit dengan tubuh jasmani karena Allah Swt. tidak membutuhkan tempat tinggal.  Ayat itu hanya mengatakan bahwa Allah Swt. menaikkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. ke haribaan-Nya Sendiri, hal demikian menunjukkan dengan jelas suatu kenaikan ruhani, sebab tidak ada tempat kediaman tertentu dapat ditunjukkan bagi Allah Swt..

Menggenapi Nubuatan  Nabi Besar Muhammad Saw. Makna  “Yaksirush-shalib (Mematahkan Salib)

 Demikianlah rahasia gaib yang dibukakan Allah Swt. kepada Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman ini (QS.3:180; QS.72-27-29) berkenaan misteri penyaliban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang telah menggelincirkan orang-orang yang berhati bengkok  sehingga timbul berbagai macam penafsiran yang keliru mengenai peristiwa penyaliban yang melahirkan fitnah Dajjal yang sebelumnya telah diperingatkan oleh para nabi Allah,  terutama oleh Nabi Besar Muhammad saw..
  Bukti-bukti selamatnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari kematian terkutuk di tiang salib – sebgaimana yang diinginkan oleh para pemuka Yahudi  -- tersebut  merupakan penggenapan nubuatan  dalam sabda Nabi Besar Muhammad saw. mengenai salah satu tugas Imam Mahdi as. atau Masih Mau’ud a.s.  di Akhir zaman ini, yaitu “yaksiru shalib” (mematahkan salib – HR Al-Bukhari dan Muslim) yaitu membatalkan  faham “kematian terkutuk” Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di tiang salib untuk “menebus dosa manusia”, firman-Nya:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ  اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ  اِلٰی رَبۡوَۃٍ  ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿﴾
Dan Kami menjadikan  Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki   lembah-lembah hijau  dan    sumber-sumber mata air yang  mengalir (Al-Mu’minūn [23]51).
      Oleh sebab kematian Yesus (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) seperti pula kelahirannya telah menjadi masalah yang banyak dipertentangkan, dan beberapa kekacauan pendapat dan keraguan masih tetap ada mengenai bagaimana dan di mana beliau melampaukan hari-hari terakhir dalam kehidupan beliau yang padat karya itu, dan oleh karena persoalan cara menemui ajal beliau pun merupakan persoalan yang sangat penting  bagi agama Kristen maka pada tempatnya diberikan catatan yang  agak lengkap mengenai persoalan yang penting tapi rumit ini.

Perjalanan Nabi Isa Ibnu Maryam  a.s. dari Palestina ke Kasymir

   Al-Quran dan Bible dikuatkan oleh kenyataan-kenyataan sejarah yang telah diakui sahnya, memberi dukungan kuat kepada pandangan bahwa Yesus (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) tidak wafat di atas salib sebagaimana dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran.  Dalil-dalil dan keteranggan-keterangan berikut menunjang dan mendukung pernyataan itu:
(1) Dalam bukunya "The Unknown Life of Yesus". Nicholas Notovitch. seorang pengembara bangsa Rus yang pernah melawat ke Timur Jauh pada kira-­kira tahun 1877 menceriterakan. bahwa  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  pemah datang ke Kasymir dan Afghanistan. Sir Francis Younghusband yang pada waktu Nicholas Notovitch mengunjungi Kasymir adalah seorang penduduk berkebangsaan Inggris di istana Maharaja Kasymir, bertemu dengan dia di dekat Zojila Pass.
 Penyelidikan terbaru mengenai perjalanan-perjalanan Nabi Isa a.s.  di Timur memberikan dukungan kuat kepada buku Notovitch. Profesor Nicholus Roerich dalam bukunya "Heart of Asia" mengatakan: "Di Srinagar kami mula-mula menemukan hikayat yang  aneh sekitar kunjungan Yesus ke tempat itu. Kemudian kami melihat betapa tersebar-luasnya di India, di Laddakh, dan di Asia Tengah hikayat mengenai kunjungan Yesus ke berbagai-bagai daerah itu.  Di seluruh Asia Tengah, di Kasymir, di Laddakh, dan di Tibet, dan bahkan lebih ke utara lagi masih terdapat kepercavaan yang kuat bahwa Yesus atau Isa berkeliling di daerah itu”  ("Glimpses of World History" oleh Yawaharlal Nehru).
 Beberapa sarjana telah berlindung di belakang beberapa bagian yang samar pada buku Notovitch, untuk menyebutkan bahwa Yesus datang ke Timur sebelum dan bukan sesudah beliau mendapat tugas sebagai nabi Allah. Tetapi seorang anak yang berumur baru 13 tahun atau 14 tahun seperti usia Yesus ketika datang ke India, tidak mungkin mempunyai gagasan melaksanakan suatu perjalanan panjang dan sulit ke tempat yang begitu jauh, dan dengan demikian menantang bahaya maut di tengah perjalanan.
 Gerangan tarikan apa atau tujuan apakah yang mendorong Yesus pada usia yang  semuda itu datang ke India? Dan seandainya beliau sungguh datang ke India pada masa itu, kepentingan apakah yang mendorong orang-orang India dan Kasymir untuk memelihara catatan mengenai kegiatan-kegiatan dan pengembaraan-pengembaraan seorang anak yang berusia 13 atau 14 tahun?
Kenyataan berdasarkan pada catatan-­catatan sejarah yaitu bahwa sesudah  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   ditolak  oleh orang-orang Yahudi dan  jiwa beliau dalam keadaan bahaya di Palestina,   Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   meninggalkan negeri itu guna mencari — untuk memenuhi nubuatan-nubuatan lama dalam Bible. — "Sepuluh suku Bani Israil yang hilang" dan menempuh perjalanan jauh serta berbahaya ke India dan Kasymir dan menjalani suatu kehidupan yang penuh peristiwa-peristiwa  sampai mencapai usia yang amat tua yaitu 120 tahun (Kanz al-Ummal,  Jilid 6).
 Saat itulah catatan-catatan mengenai kegiatan-kegiatan beliau mulai disimpan. "Sepuluh suku Bani Israil  yang hilang”  itu,      sesudah mereka dicerai-beraikan oleh bangsa-banasa Assiria dan Babilonia, dan telah menetap di Irak dan Iran, dan kemudian ketika orang-orang Iran di bawah Darius dan Cyrus meluaskan daerah jajahannya lebih jauh lagi ke timur  -- yaitu ke Afghanistan dan India  -- maka suku-suku Bani Israil  itu  hijrah  bersama-sama dengan mereka ke negeri-negeri  tersebut.
 (2) Orang-orang Kasymir dan Afghan adalah keturunan "Sepuluh Suku Bani Israil sang Hilang” itu. Kenyataan ini nampak jelas dari riwayat, sejarah, dan catatan tertulis mengenai kedua kaum tersebut. Nama kota-kota dan kabilah­-kabilah mereka, bentuk tubuh  mereka  dan sebagainya, semuanya menyerupai orang-orang Yahudi.
  Barang-barang pusaka mereka dan prasasti-prasasti kuno mereka menyokong pandangan itu. Ceritera-ceritera rakyatnva penuh dengan kisah-kisah yang berbau Yahudi. Nama Kasymir sendiri sebenarnya Kasyir yang berarti "seperti Siria"  (atau nampaknya nama Kasyir itu diambil dari Kasyi atau Kusy, seorang cucu Nabi Nuh a.s.). Semua kenyataan memberi kepastian kepada pandangan bahwa bangsa Afghan dan Kasymir sebagian besar adalah keturunan "Sepuluh Suku Bani Israil yang Hilang." 
  (3) Bukti-bukti tersebut cukup menjadi saksi untuk menunjukkan kenyataan, bahwa  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.    sungguh-sungguh datang ke Kasymir dan orang-orang Kasymir adalah keturunan "Sepuluh Suku Bani Israil yang Hilang”. Tetapi bukti terbesar dan paling terang mengenai kedatangan beliau ke Kasymir dan telah tinggal dan wafat di sana adalah adanya kuburan beliau di kampung Khanyar, Srinagar, Kasymir. Kuburan yang disebut Rauzabal itu. dikenal dengan berbagai sebutan, yaitu: kuburan Yus Asaf, kuburan Nabi Sahib (Baginda Nabi), kuburan Syahzadah Nabi (Nabi Pangeran), dan bahkan kuburan Isa Sahib (Baginda Isa).
      Menurut penuturan sejarah  yang telah terbukti sahnya, Yus Asaf datang ke Kasymir lebih dari 1900 tahun lampau dan mengajar dengan memakai tamsil dan mempergunakan banyak tamsil-tamsil yang tercantum dalam Injil.  Dalam sebagian buku sejarah tertentu. beliau digambarkan sebagai seorang nabi.
      Tambahan pula Yus Asaf  itu suatu nama dalam Bible, yang berarti "Yasu” yaitu ”pengumpul" yang merupakan salah satu nama sifat Yesus, sebab tugas  beliau adalah mengumpulkan suku-suku Bani Israil yang telah hilang ke pangkuan Majikannya, sebagaimana beliau sendiri katakan: "Ada lagi padaKu domba lain yang bukan masuk kandang domba ini, maka sekalian itu juga wajib Aku bawa, dan domba-domba itu kelak mendengar akan seruanku,  lalu akan menjadi sekawan, dan gembala seorang sahaja" (Injil Yahya 10:16).
  Kutipan-kutipan yang bernilai sejarah seperti berikut memberi juga sedikit penjelasan mengenai masalah ini:
"Makam itu pada umumnya dikenal sebagai makam seorang nabi. Beliau seorang pangeran yang datang ke Kasymir dari sebuah negeri asing dan giat dalam mengajar orang-orang Kasymir, Namanya Yus Asaf” (Tarikh A'zhami, hlm.  82-85).    
"Yus Asaf mengembara di beberapa negeri  hingga beliau tiba di sebuah negeri  yang disebut Kasymir. Beliau menjelajah seluruh negeri tersebut dan tinggal di sana hingga beliau wafat" (Ikmal-ad-Din, hlm. 258-359).
"Hikayat Kasymir itu — demikian diberitahukan kepada sava — menyebut­kan seorang  nabi  yang tinggal di sana dan memberikan pelajaran seperti dilakukan oleh Yesus dengan tamsil-tamsil dan kisah-kisah pendek, yang sampai saat ini dituturkan orang di Kasymir”  (John Noel's Article in Asia. Oct. 1930).
"Oleh sebab itu kepergian Isa a.s.  ke India dan wafat di Srinagar tidak bertentangan dengan kebenaran, baik dari segi akal atau sejarah" (Tafsir al­-Manar, jilid 6).
Tetapi kupasan yang lebih baik dan lebih lengkap mengenai masalah ini  lihat buku "Masih Hindustan Mein" ditulis oleh Hadhrat Ahmad (Mirza Ghulam Ahmad a.s.), Masih Mau'ud a.s.. Lihat pula buku terkenal bernama "Nazarene Gospel Restored” yang pengarangnya berpendapat bahwa sekalipun secara resmi disalibkan pada tahun 30 Masehi namun Yesus masih hidup selama 20 tahun sesudah kebangkitannya kembali.
Tidak mungkin ada lukisan lebih bagus mengenai tempat di mana sesudah beliau terhindar dari kematian terkutuk di atas salib,  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   dan ibunda beliau  tinggal  dengan aman-sentausa dan pulang ke rahmatullāh, daripada yang dikemukakan oleh Al-Quran  dalam kata-kata "dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber air yang mengalir" yang merupakan lukisan yang sangat tepat mengenai  Lembah Kasymir yang indah itu. Nicholas Notovitch menamakan Kasymir "Lembah Kebahagiaan Abadi". Dengan demikian genaplah kebenaran firman Allah Swt.: 
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ  اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ  اِلٰی رَبۡوَۃٍ  ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿﴾
Dan Kami menjadikan  Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki   lembah-lembah hijau  dan    sumber-sumber mata air yang  mengalir (Al-Mu’minūn [23]51).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***

Pajajaran Anyar,  26 April    2017

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...