Jumat, 26 Mei 2017

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"




Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 28

ARBA’ÎN KE III & IV
(TAMAT)

PERSAMAAN SUNNATULLÂH MENGENAI KEBINASAAN PARA PENDUSTA ATAS NAMA ALLAH SWT. DALAM AL-QURAN DENGAN SUNNATULLÂH  DALAM  KITAB-KITAB ILHAMI  DALAM BIBLE   

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya   telah dikemukakan topik     Perumpamaan Kedekatan Nabi Besar Muhammad Saw. Dengan Allah Swt. sehubungan dengan   wahyu Ilahi selanjutnya yang diterima Masih Mau’ud a.s.  sesuai dengan berbagai  wahyu Al-Quran:
 “Aku adalah Allah maka sembahlah Aku [dan jangan melupakan Aku] dan berupayalah mencapai-Ku, dan berdoalah kepada Tuhan engkau dan rajinlah berdoa. Allah adalah Sahabat dan Penyayang. Dia mengajarkan Al-Quran, dan perkataan   apa yang akan kamu ikuti selain Al-Quran?
Kami telah menurunkan rahmat atas hamba ini. Ia tidak bicara dengan kehendaknya sendiri, apa pun yang kamu dengar itu adalah wahyu dari Tuhan. Ia menghampiri Tuhan yaitu dinaikan, kemudian ia mencondongkan diri kepada manusia menyampaikan kebenaran sehingga seolah serupa dengan tali di antara dua busur  -- Tuhan di [lengkungan busur] atas dan makhluk berada di [lengkungan busur] bawah.”
        Senanda dengan wahyu-wahyu Ilahi tersebut dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman mengenai kedekatan Allah Swt. dengan Nabi Besar Muhammad saw.:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ النَّجۡمِ   اِذَا ہَوٰی  ۙ﴿﴾ مَا ضَلَّ صَاحِبُکُمۡ  وَ مَا غَوٰی ۚ﴿﴾  وَ مَا یَنۡطِقُ عَنِ  الۡہَوٰی  ؕ﴿﴾ اِنۡ  ہُوَ   اِلَّا  وَحۡیٌ   یُّوۡحٰی  ۙ﴿﴾عَلَّمَہٗ  شَدِیۡدُ الۡقُوٰی  ۙ﴿﴾ ذُوۡ مِرَّۃٍ ؕ  فَاسۡتَوٰی  ۙ﴿﴾ وَ ہُوَ  بِالۡاُفُقِ الۡاَعۡلٰی ؕ﴿﴾ ثُمَّ  دَنَا فَتَدَلّٰی ۙ﴿﴾  فَکَانَ قَابَ قَوۡسَیۡنِ  اَوۡ اَدۡنٰی  ۚ﴿﴾ فَاَوۡحٰۤی  اِلٰی عَبۡدِہٖ  مَاۤ  اَوۡحٰی  ﴿ؕ﴾ مَا کَذَبَ الۡفُؤَادُ  مَا  رَاٰی  ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Demi bintang apabila  jatuh. Tidaklah sesat sahabat kamu dan tidak pula keliru, dan ia sekali-kali tidak berkata-kata menuruti keinginannya.  Perkataannya itu tidak lain melainkan wahyu yang diwahyukan. Tuhan Yang Mahakuat Perkasa mengajarinya,    Pemilik Kekuatan, lalu  Dia bersemayam  di atas ‘Arasy, dan Dia mewahyukan Kalam-Nya ketika ia, Rasulullah, berada di ufuk tertinggi.   Kemudian ia, Rasulullah, mendekati Allah, lalu Dia kian dekat kepadanya,  maka jadilah ia, seakan-akan, seutas tali dari dua buah busur,  atau lebih dekat lagi.  Lalu Dia mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang telah Dia wahyukan.  Hati Rasulullah sekali-kali tidak berdusta apa yang dia lihat.  (An-Najm [53]:1-12).
       Karena pada dasarnya pengutusan  Masih Mau’ud as. di Akhir Zaman ini bukan hanya  sebagai penggenapan kedatangan  para rasul Allah  kedua kali yang ditunggu-tunggu oleh semua umat Bergama  dengan nama (sebutan) yang berlainan, bahkan merupakan pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. saw. secara ruhani (QS.62:3-4), karena itu sebagaimana   wahyu-wahyu Al-Quran terbukti kebenarannya pada masa Nabi Besar Muhammad saw., demikian pula halnya dengan wahyu-wahyu Ilahi yang diterima oleh Masih Mau’ud a.s. pun terbukti kebenarannya, firman-Nya:
  ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ  --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-6).

Jaminan Pertolongan Allah Swt.

       Ada pun jaminan Allah Swt. berkenaan perjuangan suci  para rasul-Nya  walau pun menghadapi “berbagai makar buruk” yang dapat memindahkan gunung-gunung  sekali pun  (QS.14:47-63), Dia berfirman: 
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾ لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾  
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina.   Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan menang.”  Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.  Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,   walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya. رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ --  Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. Itulah golongan Allah. Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah  itulah orang-orang yang berhasil.  (Al-Mujadilah [58]:21-22).
     Sesuai dengan pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut demikian juga Masih Mau’ud a.s. pun mendapat jaminan pertolongan Allah Swt. dalam misi sucinya untuk mewujudkan kejayaan Islam kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10):
“Biarlah Aku sendiri berhadapan dengan  mereka yang mendustakan engkau. Aku berdiri bersama  Rasul-Ku. Hari-Ku akan menjadi Peradilan besar. Engkau berada pada jalan lurus. Kami akan menunjukkan (memperlihatkan) kepada engkau sebagian dari urusan mereka atau kami akan mewafatkan engkau dan menyempurnakan janji sesudahnya. Aku akan mengangkat engkau kepada-Ku, yaitu kenaikan kepada Tuhan akan dibuat  baik di dunia dan pertolongan-Ku akan datang kepada engkau. Sesungguhnya Aku adalah Tuhan  Pemilik  sulthan (Tanda/dalil yang  menaklukkan hati serta membawa mereka ke dalam penguasaan-Nya).”
     Masih Mau’ud a.s.  mengakhiri uraiannya dalam ARBA’IN III dengan wahyu-wahyu Ilahi tersebut   dan selanjutnya akan dikemukakan ARBA’ÎN IV   yang mengakhiri rencana semula  Masih Mau’ud a.s. untuk menulis sebanyak 40 risalah yang semula  direncanakan    sebanyak 1 halaman --  dan paling banyak   4 halaman -- dalam setiap risalahnya, namun dalam kenyataannya dalam empat penerbitan ARBA’ÎN jumlah halamannya melebihi rencana semula – yakni 70 halaman   --  sehingga dengan penerbitan ARBA’ÎN IV    Masih Mau’ud a.s. menganggap telah memenuhi janjinya, yakni empat penerbitan risalah ARBA’ÎN mewakili 40 penerbitan ARBA’IN, dengan alasan  sebagaimana peristiwa mikraj Nabi Besar Muhammad saw. perintah  5 kali shalat fardhu bagi umat Islam dalam sehari-semalam   telah menggantikan perintah   50 kali  shalat.


ARBA’ÎN KE IV

       “Pada Arba’in nomor 3 kami telah menuliskan dalil-dalil yang terang, bahwa telah menjadi Sunnatullāh sejak dulu, barangsiapa berdusta atas nama Allah dia akan dibinasakan.    Kini, kami jelaskan kepada orang-orang yang sama-sama berakal, bahwa yang benar adalah apa yang telah kami terangkan.
      Ingat, jangan seperti orang-orang yang siap melawan kami dengan berdalih pada ucapan-ucapan seorang  mullah, sehingga  hingga siap berani mati. Takutlah kepada Allah dari menganggap remeh dalil Quran Syarif. Jelas, bahwa Allah tidak menurunkan ayat: وَ لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا بَعۡضَ الۡاَقَاوِیۡلِ     (dan sekiranya ia mengada-ada atas nama Kami) sebagai permainan, yang akibat dari permainan itu bisa timbul suatu dalil yang tidak dapat dipercaya. Tuhan   Maha Suci dari segala perbuatan yang sia-sia.
    Oleh karena itu dalam kondisi   Tuhan Yang Maha Hakim, Maha ‘Adil tentang ayat ini  -- dan juga tentang ayat-ayat lainnya yang berbunyi: اِذًا  لَّاَذَقۡنٰکَ ضِعۡفَ الۡحَیٰوۃِ  وَ ضِعۡفَ الۡمَمَاتِ[1] menerangkan-Nya atas argumentasi yang tidak masuk akal dan yang mustahil, maka jika demikian terpaksa harus diakui, bahwa apabila ada seseorang mengaku menerima wahyu  atau ma’mur minallāh (yang mendapat perintah dari Allah) dengan kedustaan   sekali-kali dia tidak akan hidup seperti yang berlaku pada nubuwatan (kenabian) Rasulullah saw. -- yakni hidup selama 23 tahun terhitung mulai saat ia mendakwakan diri.
     Jika tidak, bagaimana pun alasannya tidak dapat dibenarkan, dan tidak ada satu  cara pun  yang dapat dipertahankan untuk membenarkannya, sebab berdusta atas nama Allah dan mengaku ma’mur minallāhi dengan kepalsuan tetapi dapat hidup selama 23 tahun atau lebih  maka tidak diragukan lagi kebenaranlah  bagi  seorang pengingkar, seandainya ia mengajukan bantahannya sedangkan kamu mengakui kedustaannya.
      Kemudian, bagaimana mungkin kita akan menerima,  bahwa “Tidakkah nabi kamu pun  seperti pendusta itu, dimana seorang pendustapun dapat hidup selama 23 tahun?” Jelas  merupakan satu dalil, lalu bagaimana mungkin kebenaran ayat وَ لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا بَعۡضَ الۡاَقَاوِیۡلِ    (dan sekiranya ia mengada-ada dusta atas Kami) dapat zahir pada pada orang-orang? Dan dalil apakah yang akan diberikan untuk meyakinkan   bahwa seandainya Rasulullah saw. berdusta maka akan mati   sebelum  waktu 23 tahun, sedangkan  jika ada orang lain berdusta atas Allah ia malah masih dapat hidup selama 23 tahun atau lebih?
     Berikut ini hanyalah satu contoh. Misalnya seorang pelayan toko  berkata, “Jika aku berkhianat dalam urusan jual-beli, atau aku menjual barang-barang bekas, atau berbohong, atau mengurangi timbangan maka  saat itu juga  halilintar akan  menyambar kepalaku, karena itu percayalah kepadaku, sedikitpun jangan ragu-ragu bahwa kadang-kadang aku memberikan barang-barang bekas atau mengurangi timbangan atau berbohong. Bahkan sekali lagi, percayalah kepadaku, sambil memejamkan mata berbelanjalah di tokoku, sedikitpun jangan curiga.”
   Nah, lalu apakah dengan ucapan yang membual itu orang-orang akan mendapatkan ketenangan dan menganggap   ocehannya itu adalah  satu dalil atas kejujurannya? Sekali-kali tidak, na’udzubillâh, ucapan semacam itu sekali-kali tidak bisa dianggap sebagai satu jaminan kejujuran orang tersebut, bahkan dilihat dari satu segi itu hanyalah tipu muslihat yang  membodohi makhluk Tuhan.
     Dari dua alternatif berikut ini boleh dianggap suatu dalil. Pertama, berapa kali di hadapan orang banyak benar-benar terjadi bahwa orang yang menjual barang dagangannya berkata bohong atau berbuat curang atau mengurangi timbangan  atau berkhianat atas sesuatu yang lain, kemudian seketika itu juga dia disambar petir lalu mati.
      Kejadian seperti itu telah berulang kali terjadi, yakni  membohongi, curang, khianat, kemudian berulang-ulang petir menyambarnya, maka dalam keadaan semacam itu ucapan orang ini boleh digunakan sebagai dalil, sebab banyak orang yang yang menyaksikan peristiwa itu, yakni berkata bohong lalu langsung disambar petir.
    Kedua, aternatif dari peristiwa umum, bahwa barangsiapa menjadi pelayan toko yang berdusta dalam jual-beli dagangan, mengurangi timbangan, berkhianat atas sesuatu atau menjual barang-barang bekas, maka setiap kali ia berbuat demikian petir selalu menyambarnya.
    Dengan memperhatikan contoh seperti kita terpaksa kita mengatakan kepada setiap orang yang insyaf  bahwa lafaz (kata):  لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا  (sekiranya dia mengada-ada dusta atas Kami) yang difirmankan oleh Tuhan memberi dalil yang tak terpatahkan, apabila salah satu dari kedua keadaan  terdapat:
    (1)  Na’udzubillâh, seandainya Rasulullah saw. sebelumnya pernah berdusta, dan Tuhan menghukum beliau dengan hukuman pedih, dari hal itu menjadi contoh peringatan bagi orang-orang  bahwa, “Jika kamu  mendustai Tuhan maka kamu akan mendapat hukuman sebagaimana orang-orang dahulu dihukum dalam hal yang sama.”  Tetapi tidak ada argumenasi (dalil) semacam itu atas diri Rasulullah saw., bahkan berpikiran semacam itu terhadap Rasulullah saw. adalah kufur.
     (2) Argumentasi kedua, yaitu barangsiapa berdusta atas Tuhan, dia tidak akan mencapai tempo panjang, ia cepat binasa. Itulah argumentasi yang benar, jika tidak, maka kalimat لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا (sekiranya dia mengada-ada dusta atas Kami) adalah firman Tuhan yang sia-sia, tak mempunyai satu bukti apapun.
     Jadi, jelaslah, bahwa ucapan orang-orang yang mengingkari Tuhan, tak percaya pada nubuwatan (kenabian/kabar gaib) Rasulullah saw. dan ingkar terhadap ayat-ayat suci Quran Syarif yang turun dari Tuhan, maka ucapan-ucapan mereka itu tidak lebih daripada sekedar penina-bobo anak-anak. Dan jelaslah, bahwa bagaimana mungkin rasa puas dan ketenangan ada pada diri para penentang Islam, bahkan bagi mereka itu hanya akan merupakan satu dakwa belaka yang tanpa satu dalilpun bersamanya.
     Betapa bodoh mereka yang berkata, “Jika aku  berbuat  sesuatu dosa maka aku akan mati”, saeolah-olah nampaknya ratusan  ribu orang di dunia ini setiap berbuat dosa tetapi tidak mati. Lalu bagaimana hal itu  bisa menjadi alasan bahwa:  “Tuhan sedikitpun tidak berkata apa-apa terhadap orang lain yang berbuat dosa, dan hukuman  ini khusus untukku.”

Tidak Didukung  Peristiwa Nyata

   Satu hal lagi yang tak masuk akal adalah  orang yang berkata seperti itu sendiri tidak memberikan bukti-bukti bahwa:   “Dari pengalaman yang lalu aku tahu – dan orang-orang lainpun menyaksikan –  karena dosa itu aku mendapat hukuman Tuhan.”
     Walhasil, memperolok-olokkan dan berpikiran bodoh semacam itu terhadap Kalam   Tuhan yang suci, jawaban tuntas atas pikiran semacam itu  tidak akan hidup selamat  melainkan  ia akan dihukum dan dibinasakan di dunia ini juga. Dan keterangan mengenal hal ini anda sekalian dapat mencarinya ratusan banyaknya di dalam Quran Syarif.
    Perhatikan firman berikut:  وَ قَدۡ  خَابَ  مَنِ افۡتَرٰی yakni “pendusta akan mati dalam keadaan kecewa, tanpa hasil” (QS.20:62). Kemudian berfirman lagi:
فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ
Yakni, “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang-orang yang mengada-ada  atas Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya?” – QS.7:38).
     Jelaslah bahwa barangsiapa mendustai Tanda-tanda Allah di saat Nabi Allah zahir maka  Tuhan tidak akan membiarkannya hidup dan dengan azab yang besar ia akan dibinasakan. Lihat kaum Nabi Nuh a.s., kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Nabi Luth a.s., kaum Fir’aun, para musuh Rasulullah saw. di Mekkah, bagaimanakah pembalasan terhadap mereka?
     Jadi, apabila pendusta di dunia ini juga mendapat hukuman maka demikian juga barangsiapa berdusta atas nama Tuhan yang namanya tersebut pada ayat pertama bagaimana mungkin mereka akan selamat? Perlakuan Tuhan terhadap orang-orang yang benar dengan yang dusta tidaklah sama. Apakah bagi pendusta tidak ada hukuman di dunia ini? مَا  لَکُمۡ ٝ  کَیۡفَ تَحۡکُمُوۡنَ (“apa yang terjadi dengan kamu, bagaimana kamu mengambil keputusan?” QS.68:37).
Kemudian pada tempat lain Tuhan berfirman lagi:
وَ اِنۡ یَّکُ صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ  بَعۡضُ الَّذِیۡ  یَعِدُکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یَہۡدِیۡ مَنۡ ہُوَ مُسۡرِفٌ  کَذَّابٌ
(“… dan jika ia seorang pendusta maka Dialah yang menanggung   dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian   yang diancamkannya kepada kamu akan menimpa kamu. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta”  - Qs.40:29).
     Yakni, “Jika nabi ini berdusta maka ia akan mati atas kedustaannya sendiri, dan  jika ternyata benar maka pastilah kamu pun akan merasakan pedihnya azab, sebab orang yang melampaui  atas, baik ia berdusta ataupun berbohong, sekali-kali tidak akan mendapat bantuan Allah.”
    Coba perhatikan,  adalah yang lebih jelas lagi daripada ini? Tuhan telah berulang kali mengatakan di dalam Quran Syarif bahwa pendusta akan mati di dunia ini juga, tetapi bagi para nabi Allah yang benar dan  para ma’murin ilallāh (orang-orang yang diperintah Allah) baru akan wafat setelah menyempurnakan tugas-tugasnya, diberikan waktu untuk menyebarkan agama, dan kehidupan singkat dalam tempo 23 tahun akan diperolehnya dalam masa nubuatan (kenabian), sebab kebanyakan permulaan nubuatan (kenabian) pada umur 40 tahun. Dan apabila ada umur 23 tahun lagi lamanya maka itu seolah-olah keindahan masa hidup. Oleh sebab itu berulang-ulang aku katakan bahwa bagi orang-orang yang benar masa nubuatan (kenabian) Rasulullah saw. adalah tolok ukuran yang sangat benar.
   Sekali-kali tidak mungkin seseorang yang mendustai Tuhan dapat hidup sesuai masa nubuatan (kenabian) Rasulullah saw. yakni 23 tahun, melainkan pasti ia binasa. Berkenaan dengan ayat ini seorang temanku dengan niat baik mengemukakan alasan bahwa ayat: لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا  (Sekiranya ia mengada-ada atas Kami) hanya ditujukan kepada Rasulullah saw., karena itu bagaimana dapat dianggap bahwa apabila ada seseorang berdusta maka diapun akan dibinasakan?

Jawaban

        Jawaban yang aku berikan kepadanya adalah, bahwa firman Tuhan ini tak dapat ditolak dan beberapa dalil  di atas adalah satu dalil  kebenaran. Nubuat dan perkataan Tuhan barulah benar apabila yang mendustakan mati. Jika tidak, maka ucapan itu tak bisa menjadi dalil atas orang-orang yang ingkar, dan tidak pula baginya sebagai dalil. Bahkan ia akan berani mengatakan bahwa tidak wafatnya Rasulullah saw. dalam tempu 23 tahun bukan berarti beliau itu benar, akan tetapi karena berbohong atas Tuhan bukanlah suatu dosa yang karenanya Tuhan membinasakannya di dunia ini juga. Sebab jika memang hal itu adalah suatu dosa dan Sunnatullāh berlaku atasnya – yakni setiap pendusta akan dihukum di dunia ini juga – maka untuknya perlu ada contoh-contohnya. Tetapi malah sebaliknya, yaitu banyak orang berdusta atas Tuhan lalu hidup selama 23 tahun  -- bahkan lebih  -- dan tidak binasa. Katakanlah, apa jawabnya  jika kamu katakan bahwa pembawa syariat jika berdusta pasti akan mati tetapi semua pembohong tidak?
   Pertama, dakwa itu tanpa dalil. Tuhan tidak menghubungkan masalah kebohongan dengan syariat. Selain itu perlu juga diketahui, bahwa apa itu syariat? Syariat adalah beberapa perintah dan  larangan yang diterangan mealui wahyu, dan dengan itu ditetapkan peraturan (undang-undang) bagi umatnya. Itulah pembawa syariat. Maka dengan demikian menuruf definisi ini lawan-lawan kami semuanya berdosa, sebab di dalam wahyu yang aku terima terdapat perintah dan larangan.[2] Contohnya ilham ini:

قُلۡ لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ یَغُضُّوۡا مِنۡ  اَبۡصَارِہِمۡ وَ یَحۡفَظُوۡا فُرُوۡجَہُمۡ ؕ
(Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan pandangan mereka  dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka – Qs.24:31).
    [Kedua ilham tersebut] terdapat di dalam Barâhin-e-Ahmadiyyah, dan di dalamnya terdapat perintah dan juga larangan, dan atasnya telah berlalui dalam tempo 23 tahun pula. Demikian juga dalam wahyu yang aku terima hingga kini terdapat perintah dan larangan.
      Dan jika dikatakan yang dimaksud dengan  syariat adalah yang di dalamnya terdapat hukum-hukum  baru, maka yang demikian itu adalah batil (dusta). [Allah berfirman]:
اِنَّ ہٰذَا  لَفِی الصُّحُفِ الۡاُوۡلٰی ﴿ۙ﴾  صُحُفِ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ مُوۡسٰی ﴿٪﴾
(Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang dahulu, [yaitu] Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa – QS.87:19-20).  
     Yakni  ajaran  Quran terdapat juga di dalam Taurat, jadi  jika  disebutkan bahwa syariat adalah  sesuatu yang di dalamnya dibahas  perintah dan larangan  yang pasti (tegas)  maka   hal ini pun batil, karena jika di dalam Al-Quran dan Taurat disebutkan perintah-perintah syariat ba-istifa (yang tegas) maka di sana tidak ada kesempatan lagi untuk berijtihad (mengemukakan pendapat).
    Pendeknya semua pikiran itu sia-sia, tak ada gunanya dan hampa.   Kami meyakini bahwa Hadhrat Rasulullah saw. adalah Khâtaman Anbiyya dan Quran Syarif adalah penutup Kitab Syariat, tetapi  Tuhan tidak mengharamkan atas Diri-Nya bahwa  sebagai pembaharuan melalui  seorang utusan yang lain mengeluarkan perintah:  “Jangan berdusta, jangan menjadi saksi palsu, jangan berzina, jangan menumpahkan darah.”   Adalah jelas bahwa menerangkan seperti demikian   merupakan penerangan syariat  yang merupakan tugas  Masih Mau’ud (Al-Masih yang Dijanjikan).
      Jadi betapa rusaknya dalil kamu  apabila seseorang  yang  membawa  syariat dan ia adalah pendusta maka maka ia   bisa tetap hidup sampai 23 tahun lamanya.  Hendaknya diingat, bahwa semua argumentasi (dalil) ini tak beralasan dan sungguh memalukan.
   Di suatu malam aku memberi penjelasan kepada temanku mengenai hal ini, maka di saat itu pula terulang kembali pemandangan yang pernah terjadi pada diriku di saat turun wahyu dari Allah. Pengalaman dan percakapan itu kembali diperlihatkan kepadaku, kemudian turun ilham: Qul: Inna hudallāhi huwal- huda -- (Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah adalah petunjuk  hakiki),  yakni mengenai ayat:    لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا       (Sekiranya ia mengada-ada atas Kami), yang telah dijelaskan oleh Tuhan itulah makna yang benar.
   Semenjak itu aku berkeinginan mencari bandingannya dari kitab-kitab terdahulu. Ternyata di dalam Bible terdapat banyak perbandingan-perbandingan tersebut bahwa nabi-nabi palsu dibinasakan. Oleh karena itu di sini aku merasa perlu menulis beberapa perbandingan dari antara perbandingan-perbandingan tersebut, supaya para pembaca dapat mengambil faedah darinya, dan perbandingan-perbandingan tersebut adalah sebagai berikut.

KHABAR-KHABAR GAIB DARI  TAURAT DAN KITAB-KITAB WAHYU TUHAN LAINNYA BERKENAAN DENGAN NABI-NABI PALSU

        Tertulis  di dalam Taurat bahwa, “Apabila di tengah-tengah kamu muncul  seorang nabi atau seorang pemimpi, dan ia memberitahukan kepada kamu suatru tanda atau mukjizat, dan apabila mukjizat atau tanda yang dikatakannya kepada kamu itu terjadi dan ia membujuk: Mari kita mengikuti tuhan lain, yang tidak kau kenal, dan  mari kita berbakti kepadanya, maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu, sebab Tuhan Allah kamu mencoba kamu untuk mengetahui apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Allah kamu dengan segenap hati kamu dan dengan segenap jiwa kamu. Tuhan Allah kamu harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintahNya, suaraNya harus kamu dengarkan, kepadaNya kamu harus berbakti dan berpaut. Nabi atau pemimpi itu harus dihukum mati karena ia telah mengajak murtad terhadap Tuhan Allah kamu….. “
    Perhatikanlah semua itu pada Taurat istisna (Kitab Ulangan) bab 13 ayat 1 sampai 5. Penjelasan kabar gaib itu ialah bahwa “seorang nabi yang hendak memalingkan kamu dari jalan Allah dan membawa kepada jalan lain yang bukan dari Allah maka ia akan dibinasakan.”
    Ingatlah di dalam Taurat tidak terdapat kata-kata: “Nabi palsu baru akan terbunuh apabila ajarannya telah disampaikan”, yakni “sembahlah selain Allah yang patut disembah”  atau “jadilah hamba ghairullāh”, melainkan inilah bunyi kata-katanya, “Ajarkanlah ikutan ghairullah, yakni suruhlah mengamalkan ajaran yang berlawanan dengan Taurat, yang mengandung ajaran lain bukan ajaran Tauhid Ilahi”  barulah Tuhan akan membinasakannya, sebab dia mengajarkan ajaran yang berlawanan dengan maksud dan tujuan Tuhan.
    Kemudian tertulis pula kalimat-kalimat di dalam Taurat sebagai berikut: “Tetapi nabi yang berbuat dosa, yakni yang berkata-kata atas namaKu yang Aku tidak memerintahkannya untuk mengatakannya maka nabi seperti itu akan terbunuh.” Di dalam ayat ini dengan jelas Tuhan berfirman bahwa hukuman bagi pendusta adalah bahwa Tuhan sendiri  yang akan membunuhnya, dan sekali-kali dia tidak akan selamat. Lihatlah pula Taurat Istisna (Ulangan) Bab 18 ayat 20.
     Kemudian pada kitab Nabi Yehezkiel berkenaan nabi palsu berbunyi: “Tuhan Yehuwah berkata: Nabi palsu akan terbunuh dan yang mengikuti ruhnya mereka tidak akan melihatnya sedikitpun. Dia berkata setelah menipu bahwa, “Tuhan berkata walaupun Tuhan tidak mengutusnya. Tuhan berkata walaupun aku tidak berkata”, karena itu Tuhan Yehuwah berkata begini, “Kamu berbohong!” Dan Tuhan Yehuwah berkata, “Aku adalah musuhmu, dan  tanganKu akan bekerja di atas nabi-nabi palsu yang menipu”,  yakni yang tidak ada  kasyaf kesucian, dan yang meyakinkan diri bahwa ini adalah kalam Tuhan, padahal itu bukanlah kalam Tuhan.  Ketahuilah bahwa hanya sebab meyakini tidaklah memenuhi, akan tetapi yang berbuat dusta akan dibinasakan karena ia berbuat dosa. Karena itu wahai  nabi palsu, Aku akan menghancurkan dinding pagar yang telah  kamu poles dan akan Aku runtuhkan (ratakan) sama dengan tanah hingga nampak pondasinya. Ia akan runtuh dan engkau akan terjepit mati di tengah-tengahnya”. Hal ini adalat dilihat pada kitab Yehezkiel Bab 13 ayat 3-14.
    Kemudian pada Yesaya pun mendukungnya, seperti berikut: “Tuhan akan memotong kepala dan ekor serta cabang Bani Israil pada suatu hari. Dan seorang nabi  yang mengajarkan kedustaan  itulah yang dimaksud ekor.” Lihatlah pada kitab Yesaya Bab 9 ayat 5.
   Demikian pula di dalam kitab  Nabi Yeremia mengenai nabi palsu diterangkan. Mengenai nabi-nabi palsu Rabbil- Afwāj berfirman begini: “Lihat Aku akan adili mereka dengan perlakuan buruk dan Aku berikan minum air sanum racun pembunuh. Oleh karena gara-gara para nabi Yerusalem di semua permukaan bumi tak beragama. Lihatlah satu taufan debu bertiup ke arahnya, ini adalah akibat dari kemarahan Tuhan. Satu taufan yang mengamuk akan menimpa orang-orang yang berdusta. Aku tidak mengutus nabi-nabi itu. Mereka berlari sendiri. Aku tidak memerintahkannya, tetapi mereka menubuatkan sendiri”. Lihatlah pada kitab Yeremia Bab 23 ayat 5-21.
   Begitu pula pada kitab Nabi Zakaria mengenai nabi-nabi palsu menerangkan: “Aku akan mengeluarkan nabi-nabi palsu dan ruh-ruh kotor dari dunia. Dan akan terjadi apabila ada yang menubuatkan diri maka ibu bapaknya akan berkata kepadanya, “Engkau tidak akan hidup sebab engkau berdusta atas nama Tuhan” – yang disebabkan Tuhan akan membinasakan nabi-nabi palsu, karena itu ibu bapak pendusta itu sangat takut bahwa kini mereka dusta – “Ibu bapak yang dari mereka itu ia telah lahir, di saat ia akan mengumumkan kabar gaib maka kedua orang tuanya itu akan menasihatinya” – yakni berkata: Apakah engkau ingin mati mengumumkan kabar gaib palsu? – “pada hari itu akan terjadi bahwa di antara nabi-nabi, satu persatu di  saat menyatakan  akan mendapat malu sendiri akibat dari rukyanya itu. Jangan sekali-kali memakai pakaian  terbuat dari bulu dengan maksud ingin menipu. Bahkan satu persatu akan berkata: “Aku bukanlah nabi melainkan sekedar petani”. Lihat pada kitab Zakariya bab 13 ayat 2-3.
    Di dalam Injil ‘Amal pun mengenai nabi palsu terdapat keterangan: “Hai lakio-laki Bani Israil! Ketahuilah apa yang kamu inginkan dengan orang-orang itu. Sebab di hari depanTheyidas sedikit berkata: Aku   -- yakni pendakwa nubuatan palsu --  “dan bertemu dengan 400 orang Tehmina, dia dipukuli. Dan seberapa banyaknya pengikutnya kebingungan dan bubar berantakan, setelah itu Yehuda bangkit di hari-hari jaleli ismunawesi – yakni ia mendakwakan nubuwatan palsu – banyak sekali orang-orang yang tertarik kepadanya maka ia pun binasa dan semua pengikutnya bubar berantakan. Sekarang aku katakan kepadamu: Jauhilah orang, biarlah mereka pergi, sebab jika rencana ini atau pekerjaan ini datangnya dari manusia maka pasti akan sia-sia.  Tetapi jika datangnya dari Tuhan maka kamu tidak dapat menyia-nyiakannya. Jangan sampai kamu pun jadi penentang Tuhan.” Lihat kitab ‘Amal Bab 5 ayat 35-40.
      Juga di dalam kitab Nabiullah Daud a.s, di dalam Zabur banyak disebut-sebut tentang dibinasakannya nabi-nabi palsu, dan juga di dalam kitab-kitab lainnya dari Injil. Tetapi aku kira menulis sekedarnya juga cukup, sebab masalah ini tidak baik, yaitu bahwa pendusta adalah musuh nubuatan Tuhan, dan pendusta berkeinginan mencampurbaurkan kegelapan dengan cahaya, dan dengan sengaja menjerumuskan orang-orang ke dalam kebinasaan.
   Oleh sebab itu Tuhan adalah musuhnya. Allah Ta’ala dengan hikmah dan rahmat-Nya lebih mudah mencabut nyawanya daripada mematikan ribuan orang. Jadi sebagaimana hukuman Tuhan kepada orang-orang yang jahat adalah maut (kematian) demikian juga balasan bagi pendusta. Tetapi keselamatan orang-orang yang benar Allah  menjaganya. Dan untuk menjaga jiwa serta kehormatannya diperlihatkan-Nya Tanda-tanda langit, dan Dia adalah Pelindung orang-orang baik. Orang-orang shidiq (benar) terpelihara di Pangkuan-Nya, bagai seekor anak singa di bawah lindungan induknya.
    Itulah sebabnya,  jika bersumpah dengan mengatakan nabi palsu, pendusta, dajjal, tak beriman, padahal  pendakwa itu dari Tuhan dan benar, dan sebenarnya yang mendustakannya itulah yang  salah dan meminta keputusan Tuhan bahwa, “Jika orang ini benar maka aku akan mati lebih dulu, tetapi seandainya dia pendusta maka ia akan mati di masa kehidupanku”, maka pasti Allah Ta’ala akan membinasakan si pendusta yang bersumpah minta keputusan Tuhan itu.
   ami sudah menuliskannya bahwa pada waktu perang Badar doa inilah yang dipanjatkan oleh Abu Jahal. Dengan menyebut nama Rasulullah saw. bahwa, “Di antara kami berdua yang berdusta akan terbunuh di medan perang ini.” Maka setelah doa itu dia sendiri yang mati terbunuh.
       Inilah doa yang dipanjatkan Maulvi Ismail Aligarh dan Maulvi Ghulam Dastegir Kasuri terhadap diriku, yang atasnya ribuan manusia menjadi saksi, kemudian mereka  berdua yang telah mati. Kepada Nazir Hussain Dehlewi yang dikenal sebagai muhaddits telah kuminta dengan serius agar dia membuat keputusan dengan doa itu tetapi dia ketakutan dan lari menghindar[3].        Barangkali waktu di mesjid kerajaan Delhi berkumpul sekitar 7000 orang ketika dia menolak perkara ini  oleh sebab itulah dia hingga kini masih hidup.
        Kami cukupkan dulu risalah ini hingga di sini, dan kami menunggu balasannya dari Tuan Hafiz Muhammad Yusuf dan kawan-kawannya.

PENGUMUMAN

    Aku telah menyempurnakan keinginanku, bahwa 40 selebaran risalah “Arba’in” akan aku sebarkan secara terpisah-pisah. Dulu aku berpikir bahwa selebaran ini akan aku terbitkan hanya satu halaman satu halaman atau kadang-kadang satu setengah halaman atau hingga dua-dua halaman atau mungkin tiga empat halaman. Akan tetapi muncul pendapat lain yang kenyataannya berbeda dengan rencana  semula. Seperti pada risalah nomor 2, 3 dan 4. Dan begitulah akhirnya risalah ini hingga mencapai 70 halaman, dan dengan demikian pada hakikatnya sempurnalah sudah apa yang aku inginkan. Oleh sebab itu aku selesaikan ini hingga nomr 4, dan seterusnya tidak akan dilanjutkan, cukup sampai nomor 4.
     Sebagaimana Tuhan Yang Maha Gagah pada mulanya mewajibkan kita mula-mula 50 kali waktu mendirikan shalat, kemudian dikuranginya menjadi 5 waktu saja, seperti itu pulalah aku berbuat di atas Sunnatullah Rabbul  Karim. Kepada para pembaca, setelah kupersingkat dari 40 maka aku tetapkan sampai nomor 4, dan aku akhiri tulisanku ini dengan beberapa nasihat untuk anggota Jemaatku.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  27 Mei   2017



[1] “Jika Nabi ini (Muhammad saw.) berdusta atas Kami  maka Kami akan azab  dia dalam masa kehidupan dan masa kematian” Maksudnya dia akan diazab dengan pedih hingga binasa.”
[2] Oleh karena di dalam wahyu yang aku terima mengandung perintah dan larangan serta menyegarkan hukum-hukum yang penting  karena itu Tuhan memberi nama fulka  yakni “bahtera/perahu” kepada “ajaranku” dan kepada wahyu yang turun kepadaku. Seperti satu ilham yang turun kepadaku:
وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا
(Dan buatlah bahtera di hadapan Kami dan wahyu Kami)
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُبَایِعُوۡنَکَ  اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ  فَوۡقَ  اَیۡدِیۡہِمۡ
(sesungguhnya orang-orang baiat kepada engkau, sesungguhnya mereka baiat kepada Allah, Tangan Allah ada di atas tangan mereka).
Yakni, “bahtera ajaran dan pembaharuan ini terciptanya dari wahyu Kami dan di depan mata Kami. Barangsiapa baiat kepada engkau berarti dia baiat di Tangan Tuhan, Tangan Tuhan berada di atas tangan mereka.” Coba perhatikan, Tuhan telah menyatakan wahyuku, ajaranku, baiatku, sebagai “Bahtera Nuh” dan telah menjadikannya sarana keselamatan untuk semua umat manusia, yang terhadapnya Mta-Nya  menyaksikan dan Telinga-Nya mendengarkan. (Pen).
[3] Perkara ini hampir 9 tahun berlalu ketika aku mengunjungi kota Delhi. Tuan Mian Nazir Hussain kami undang, hingga setelah mengetahui tiap tindak-tanduknya, ucapan dan caci-makiannya maka inilah keputusannya yang diambil, bahwa dia bersumpah atas kebenaran itikadnya, kemudian setelah dapat hidup selama satu tahun di masa kehidupanku maka aku akan bakar semua kitabku, dan, na’udzubillâh, aku anggap dia yang benar, tetapi dia lari menghindar, karena berkat menghindar inilah dia hingga kini masih hidup.  (Pen).

Rabu, 24 Mei 2017

Pengulangan "Pewahyuan Ayat-ayat Al-Quran" Kepada Masih Mau'ud a.s. Membuktikan Kesempurnaan "Wahyu-wahyu Al-Quran" yang Diwahyukan Kepada Nabi Besar Muhammad Saw.



Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ARBA’IN”

ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para Penentang)

  Karya

  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.   -- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)


Bagian 27

ARBA’ÎN KE III

PENGULANGAN  PEWAHYUAN AYAT-AYAT  AL-QURAN KEPADA     MASIH MAU’UD A.S. MEMBUKTIKAN KESEMPURNAAN WAHYU-WAHYU AL-QURAN  YANG DIWAHYUKAN ALLAH SWT. KEPADA NABI BESAR MUHAMMAD SAW.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam akhir  Bab sebelumnya   telah dikemukakan topik     Nubuatan   Pengakuan Bersalah  Para Penentang Masih Mau’ud a.s.. Mengenai hal tersebut Masih Mau’ud a.s. bersabda:
       “Dia berfirman lagi: (Wahyu bahasa Arab)  artinya:
 “Dan mereka berkata: “Ini hanya tipuan dan orang ini menghancurkan agama.” Katakanlah: “Kebenaran sudah datang dan kepalsuan sudah hilang.” Katakanlah: “Sekiranya hal ini bukan dari Allah kamu akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya, yaitu kamu tidak akan menemukan bukti dukungan untuk itu sebagai Perkataan Tuhan. Dia-alah Yang mengutus rasul-Nya [yaitu hamba yang lemah ini]  dengan petunjuk dan   agama yang benar serta memperbaharui akhlak.”
      Katakanlah: “Sekiranya aku membuat-buat, aku akan menanggung dosanya, yakni aku  yang akan binasa. Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang berbuat dusta terhadap Allah? Ini adalah wahyu Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Kasih supaya engkau memperingatkan mereka yang nenek-moyangnya tidak diberi peringatan, dan supaya engkau mengundang mereka untuk menerima kebenaran.”

Kenabian Buruzi (Zhilli – Bayangan) Masih Mau’ud a.s.

    Wahyu-wahyu Ilahi yang  diterima oleh Masih Mau’ud a.s. tersebut pada hakikatnya merupakan pengulangan wahyu Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad Saw., sebab  walau pun  Masih Mau’ud a.s. dan Nabi Besar Muhammad saw.  berlainan jasad  tetapi dari segi jiwa (ruhani) keduanya  sama, yaitu seperti  seorang orang yang berdiri di depan sebuah cermin maka menjadi dua wujud (1) wujud asli, (2) wujud bayangan.
       Kenabian (kerasulan) yang disandang Masih Mau’ud a.s.  seperti itu – sebagai buah ketaatan sempurna kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32) -- dinamakan  kenabian buruzi (zhilli – bayangan), sebagaimana firman-Nya:
قُلۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾   قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:  Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah  aku,  Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”  Katakanlah:   Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika mereka berpaling maka ketahuilah sesungguh-nya Allāh tidak mencintai orang-orang kafir. (Âli-‘Imran [3]:32-33).
      Ayat 32  dengan tegas menyatakan bahwa sejak diutusnya Nabi Besar Muhammad saw. tujuan memperoleh kecintaan Ilahi  tidak mungkin terlaksana kecuali dengan mengikuti  beliau saw.: فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ  -- “maka ikutilah  aku,  Allah pun akan mencintai kamu.
           Selanjutnya ayat ini melenyapkan kesalahpahaman yang mungkin dapat timbul dari QS.2:63 bahwa sekedar beriman kepada adanya Tuhan dan alam akhirat saja sudah cukup untuk memperoleh najat (keselamatan). Itulah sebabnya selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قُلۡ اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ ۚ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah:   Taatilah Allah dan Rasul ini”, kemudian jika mereka berpaling maka ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (Ali-‘Imran [3]:33).

Empat Martabat Ruhani Bagi Para Pengikut Hakiki Nabi Besar Muhammad Saw.

     Ada pun rincian derajat (martabat) ruhani dari orang-orang yang mendapat kecintaan Allah Swt. – sebagai buah dari kepatuh-taatan kepada Nabi Besar Muhammad saw. – tersebut Allah Swt. berfirman:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ  -- yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalihوَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا --  dan mereka  itulah sahabat yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا   --  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisā [4]:70-71).
          Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian —  nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti  Nabi Besar Muhammad saw.   Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi  Nabi Besar Muhammad saw.   semata.
     Tidak ada nabi lain menyamai beliau saw. dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi di sisi Tuhan mereka” (QS.57: 20).
        Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut  Nabi Besar Muhammad saw.  dapat naik ke martabat nabi juga, yakni kenabian buruzi (zhilli – bayangan).
    Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Imam Al-Raghib yang mengatakan:
 “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.”
Dan membubuhkan bahwa:
Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”
Itulah makna firman Allah Swt.: 
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati.   Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisā [4]:70-71).

Pengulangan Pewahyuan Wahyu-wahyu Al-Quran

       Oleh karena itu wahyu-wahyu Ilahi yang diterima orang-orang suci di lingkungan umat Islam – terutama para wali Allah dan para mujaddid, termasuk Rasul Akhir Zaman, yaitu Imam Mahdi a.s. atau Masih Mau’ud a.s.  --    wahyu-wahyu Ilahi  yang diterimanya kebanyakan merupakan pengulangan wahyu-wahyu Al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad saw., namun  dengan makna-makna sesuai tuntutan zaman para orang suci tersebut, termasuk di Akhir Zaman ini.
    Contohnya adalah wahyu Ilahi yang diterima Masih Mau’ud a.s. yang dikemukakan sebelum ini:
     “Dan mereka berkata: “Ini hanya tipuan dan orang ini menghancurkan agama.” Katakanlah: “Kebenaran sudah datang dan kepalsuan sudah hilang.” Katakanlah: “Sekiranya hal ini bukan dari Allah kamu akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya, yaitu kamu tidak akan menemukan bukti dukungan untuk itu sebagai Perkataan Tuhan. Dia-alah Yang mengutus rasul-Nya [yaitu hamba yang lemah ini]  dengan petunjuk dan   agama yang benar serta memperbaharui akhlak.”
       Wahyu Ilahi tersebut merupakan pengulangan dari berbagai  wahyu Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw., misalnya :
      Tuduhan  para penentang Masih Mau’ud a.s.: “Dan mereka berkata: “Ini hanya tipuan dan orang ini menghancurkan agama,”  pada hakikatnya merupakan pengulangan dari wahyu-wahyu Al-Quran  mengenai tuduhan para penentang Nabi Besar Muhammad saw., contohnya Allah Swt. berfirman:
 وَ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ عَلَیۡہِ قَوۡمٌ اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ جَآءُوۡ ظُلۡمًا وَّ زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾  وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا ﴿﴾  قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿﴾  
Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya, dan  kepadanya kaum   lain telah membantunya.” Sesungguhnya   mereka telah berbuat zalim dan dusta.   Dan mereka berkata:  ”Al-Quran  adalah dongengan-dongengan  orang-orang dahulu, dimintanya supa-ya dituliskan lalu itu dibacakan kepa-danya pagi dan petang.”   Katakanlah: ”Diturunkannya  Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Furqān [25]:5-7).
      Kemudian wahyu Ilahi berupa jawaban Allah Swt. berkenaan  tuduhan terhadap Masih Mau’ud a.s.:  “Katakanlah: “Kebenaran sudah datang dan kepalsuan sudah hilang   merupakan pengulangan wahyu Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw. dalam Surah Bani Israil berikut ini, firman-Nya:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ  کَانَ  زَہُوۡقًا ﴿﴾
Dan katakanlah:  Haq yakni kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap,  sesungguhnya kebatilan itu pasti  lenyap.” (Bani Israil [17]:82). Lihat pula QS.21:19; QS.34:49-50.

Persesuaian Wahyu Ilahi Kepada Masih Mau’ud a.s. dengan Wahyu Al-Quran

       Selanjutnya wahyu Ilahi yang diterima Masih Mau’ud a.s.:  Katakanlah: “Sekiranya hal ini bukan dari Allah,  kamu akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya, yaitu kamu tidak akan menemukan bukti dukungan untuk itu sebagai perkataan Tuhan merupakan pewahyuan ulang dari wahyu Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw. berikut ini,  firman-Nya:
اَفَلَا یَتَدَبَّرُوۡنَ الۡقُرۡاٰنَ ؕ وَ لَوۡ  کَانَ مِنۡ عِنۡدِ غَیۡرِ اللّٰہِ لَوَجَدُوۡا فِیۡہِ اخۡتِلَافًا کَثِیۡرًا ﴿﴾
Maka      tidakkah mereka ingin merenungkan Al-Quran? Dan seandainya  Al-Quran ini  berasal dari sisi yang bukan-Allah, niscaya mereka akan mendapati banyak pertentangan di dalamnya. (An-Nisa [4]:83).
         Makna “pertentangan” dapat mengacu kepada pertentangan-pertentangan dalam teks Al-Quran dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya; atau kepada ketidakadaan persesuaian antara nubuatan-nubuatan yang tersebut dalam Al-Quran dengan hasil atau penggenapan nubuatan-nubuatan itu.
      Demikian juga seandainya wahyu-wahyu Ilahi yang dikemukakan oleh Masih Mau’ud a.s. dalam berbagai karya tulis  beliau a.s.  – sebagaimana tuduhan para penentang beliau -- merupakan kedustaan yang dibuat-buat beliau  a.s. pasti akan terjadi kekacau-balauan atau pertentangan,  tetapi kenyataan membuktikan kebenaran wahyu-wahyu Ilahi yang diterima Masih Mau’ud a.s., misalnya mengenai kehinaan bahkan kematian  yang menimpa para penentang Masih Mau’ud a.s. sesuai nubuatan yang beliau a.s. kemukakan sebelumnya.
      Semuanya itu terjadi karena  Masih Mau’ud a.s. adalah benar-benar Rasul Akhir Zaman  yang kedatangannya ditunggu-tunggu dengan penuh harap oleh semua umat beragama, sebagaimana pernyataan  wahyu Ilahi selanjutnya kepada beliau a.s.: Dia-alah Yang mengutus rasul-Nya [yaitu hamba yang lemah ini]  dengan petunjuk dan   agama yang benar serta memperbaharui akhlak”  yang pada hakikatnya merupakan pengulangan wahyu Al-Quran berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya: 
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia meme-nangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [61]:10). Lihat pula QS.9:33; QS.48:29.
   Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau a.s.  – yakni di Akhir Zaman ini  -- semua agama muncul  serta berlomba-lomba menyiarkan agama mereka masing-masing, dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian melalui perjuangan suci Masih Mau’ud a.s. dan Jemaat  beliau a.s. (Jemaat Muslim Ahmadiyah)  yang dipimpin secara berturut-turut oleh para Khalifatul Masih.

Nubuatan Pengakuan Kekeliruan Para Penentang Masih Mau’ud a.s.

     Demikian juga wahyu Ilahi yang diterima Masih Mau’ud a.s. mengenai pengakuan kesalahan para penentang beliau  selanjutnya pada hakikatnya  merupakan pengulangan pewahyuan Al-Quran:
“Mungkin Allah akan segera memberi (menimbulkan) persahabatan di antara engkau dengan mereka yang bermusuhan dengan engkau.[1] [Dia] mempunyai kekuasaan melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Mereka akan bersimpuh-sujud sambil berdoa: “Tuhan, ampunilah kami, kami bersalah.” Hari ini kamu tidak dipersalahkan. Allah akan meیَّngampuni kamu  dan Dia paling pengasih daripada yang pengasih.”
             Senanda  dengan wahyu Ilahi tersebut Allah Swt. berfirman dalam Al-Quran berkenaan saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. yang kemudian mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan kepada Nabi Yusuf a.s., firman-Nya:
قَالَ ہَلۡ عَلِمۡتُمۡ مَّا فَعَلۡتُمۡ بِیُوۡسُفَ وَ اَخِیۡہِ   اِذۡ  اَنۡتُمۡ  جٰہِلُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡۤا ءَاِنَّکَ لَاَنۡتَ یُوۡسُفُ ؕ قَالَ اَنَا یُوۡسُفُ وَ ہٰذَاۤ  اَخِیۡ ۫ قَدۡ مَنَّ اللّٰہُ عَلَیۡنَا ؕ اِنَّہٗ  مَنۡ ـتَّقِ وَ یَصۡبِرۡ  فَاِنَّ اللّٰہَ  لَا  یُضِیۡعُ  اَجۡرَ  الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡا تَاللّٰہِ لَقَدۡ اٰثَرَکَ اللّٰہُ عَلَیۡنَا وَ  اِنۡ کُنَّا لَخٰطِئِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ لَا تَثۡرِیۡبَ عَلَیۡکُمُ الۡیَوۡمَ ؕ یَغۡفِرُ اللّٰہُ  لَکُمۡ ۫ وَ ہُوَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ ﴿﴾
Ia, Yusuf, berkata:  “Apakah kamu mengetahui apa yang telah ka-mu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu berbuat jahil kepadanya?”   Mereka berkata: “Apakah engkau ini Yusuf?” Ia berkata:  “Ya, aku adalah Yusuf dan ini saudaraku, sungguh Allah telah melimpahkan karunia atas kami. Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar maka sesungguhnya   Allah   tidak akan me-nyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang berbuat ihsan.”  Mereka berkata:  “Demi Allah, sungguh Allah benar-benar telah melebihkan engkau di atas kami dan se-sungguhnya kami benar-benar  orang-orang yang bersalah.”   Ia berkata: “Tidak ada celaan bagi kamu pada hari ini, semoga Allah mengampuni kamu, dan Dia-lah Yang Paling Penyayang dari semua penyayang. (Yusuf [12]:90-93).

Musuh Sengit Setelah Beriman Akan Menjadi Sahabat Karib

     Senanda dengan firman Allah Swt. tersebut dalam surah lain Allah Swt. berfirman:
عَسَی اللّٰہُ  اَنۡ یَّجۡعَلَ  بَیۡنَکُمۡ وَ بَیۡنَ الَّذِیۡنَ عَادَیۡتُمۡ  مِّنۡہُمۡ  مَّوَدَّۃً ؕ وَ اللّٰہُ قَدِیۡرٌ ؕ  وَ  اللّٰہُ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Boleh jadi kelak Allah akan menjadikan kecintaan di atara kamu dan di antara orang-orang yang saat ini  kamu bermusuhan dengan mereka, karena Allah Maha Kuasa, dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah [60]:8).
   Ayat ini mengandung kabar gaib. Kepada para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  diberitahukan bahwa mereka dianjurkan supaya menghentikan segala perhubungan bersahabat dengan musuh-musuh agama mereka, walaupun musuh itu mungkin keluarga sendiri yang mempunyai pertalian darah sangat dekat sekalipun (QS.58:23).
Namun larangan itu ditetapkan berlaku untuk jangka waktu singkat saja,  Sebab waktu itu telah kian mendekat dengan cepat  ketika musuh-musuh bebuyutan itu akan menjadi sahabat-sahabat mesra (QS.41:34-36), yaitu ketika kemudian mereka beriman kepada Rasul Allah yang sebelumnya mereka  dustakan dan tentang yakni mereka menyambut seruan  Rasul Allah tersebut (QS.3:191-195; QS.17:50-53).
Perintah pemutusan perhubungan  dengan orang-orang kafir  dalam Al-Quran  berlaku hanya terhadap orang-orang kafir yang berperang terhadap kaum Muslimin seperti dinyatakan dalam ayat berikutnya (QS.60:910). Perhubungan bersahabat dengan semua orang-orang bukan Islam yang tidak berperang terhadap Islam tidak dilarang.

Perumpamaan Kedekatan Nabi Besar Muhammad Saw. Dengan Allah Swt.

Demikian juga wahyu Ilahi selanjutnya yang diterima Masih Mau’ud a.s.  sesuai dengan berbagai  wahyu Al-Quran:
 “Aku adalah Allah maka sembahlah Aku [dan jangan melupakan Aku] dan berupayalah mencapai-Ku, dan berdoalah kepada Tuhan engkau dan rajinlah berdoa. Allah adalah Sahabat dan Penyayang. Dia mengajarkan Al-Quran, dan perkataan   apa yang akan kamu ikuti selain Al-Quran?
      Kami telah menurunkan rahmat atas hamba ini. Ia tidak bicara dengan kehendaknya sendiri, apa pun yang kamu dengar itu adalah wahyu dari Tuhan. Ia menghampiri Tuhan yaitu dinaikan, kemudian ia mencondongkan diri kepada manusia menyampaikan kebenaran sehingga seolah serupa dengan tali di antara dua busur  -- Tuhan di [lengkungan busur] atas dan makhluk berada di [lengkungan busur] bawah.”
         Senanda dengan wahyu-wahyu Ilahi tersebut dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman mengenai kedekatan Allah Swt. dengan Nabi Besar Muhammad saw.:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ النَّجۡمِ   اِذَا ہَوٰی  ۙ﴿﴾ مَا ضَلَّ صَاحِبُکُمۡ  وَ مَا غَوٰی ۚ﴿﴾  وَ مَا یَنۡطِقُ عَنِ  الۡہَوٰی  ؕ﴿﴾ اِنۡ  ہُوَ   اِلَّا  وَحۡیٌ   یُّوۡحٰی  ۙ﴿﴾عَلَّمَہٗ  شَدِیۡدُ الۡقُوٰی  ۙ﴿﴾ ذُوۡ مِرَّۃٍ ؕ  فَاسۡتَوٰی  ۙ﴿﴾ وَ ہُوَ  بِالۡاُفُقِ الۡاَعۡلٰی ؕ﴿﴾ ثُمَّ  دَنَا فَتَدَلّٰی ۙ﴿﴾  فَکَانَ قَابَ قَوۡسَیۡنِ  اَوۡ اَدۡنٰی  ۚ﴿﴾ فَاَوۡحٰۤی  اِلٰی عَبۡدِہٖ  مَاۤ  اَوۡحٰی  ﴿ؕ﴾ مَا کَذَبَ الۡفُؤَادُ  مَا  رَاٰی  ﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Demi bintang  apabila  jatuh. Tidaklah sesat sahabat kamu dan tidak pula keliru, dan ia sekali-kali tidak berkata-kata menuruti keinginannya.  Perkataannya itu tidak lain melainkan wahyu yang diwahyukan. Tuhan Yang Mahakuat Perkasa mengajarinya,     Pemilik Kekuatan, lalu  Dia bersemayam  di atas ‘Arasy, dan Dia mewahyukan Kalam-Nya ketika ia, Rasulullah, berada di ufuk tertinggi.  Kemudian ia, Rasulullah, mendekati Allah, lalu Dia kian dekat kepadanya,  maka jadilah ia, seakan-akan, seutas tali dari dua buah busur,  atau lebih dekat lagi.  Lalu Dia mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang telah Dia wahyukan.  Hati Rasulullah sekali-kali tidak berdusta apa yang dia lihat.  (An-Najm [53]:1-12).
       Karena pada dasarnya pengutusan  Masih Mau’ud as. di Akhir Zaman ini bukan hanya  sebagai penggenapan kedatangan  para rasul Allah  kedua kali yang ditunggu-tunggu oleh semua umat Bergama  dengan nama (sebutan) yang berlainan, bahkan merupakan pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. saw. secara ruhani (QS.62:3-4)., karena itu sebagaimana   wahyu-wahyu Al-Quran terbukti kebenarannya pada masa Nabi Besar Muhammad saw., demikian pula halnya dengan wahyu-wahyu Ilahi yang diterima oleh Masih Mau’ud a.s. pun terbukti kebenarannya, firman-Nya:
  ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ  --  Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. ٰ Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-6).

Jaminan Pertolongan Allah Swt.

       Ada pun jaminan Allah Swt. berkenaan perjuangan suci  para rasul-Nya  walau pun menghadapi “berbagai makar buruk” yang dapat memindahkan gunung-gunung  sekali pun  (QS.14:47-63), Dia berfirman: 
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾ لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾  
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina.   Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan menang.”  Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.  Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,   walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya. رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ --  Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. Itulah golongan Allah. Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allāh  itulah orang-orang yang berhasil.  (Al-Mujadilah [58]:21-22).
     Sesuai dengan pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut demikian juga Masih Mau’ud a.s. pun mendapat jaminan pertolongan Allah Swt. dalam misi sucinya untuk mewujudkan kejayaan Islam kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10):
“Biarlah Aku sendiri berhadapan dengan  mereka yang mendustakan engkau. Aku berdiri bersama  Rasul-Ku. Hari-Ku akan menjadi Peradilan besar. Engkau berada pada jalan lurus. Kami akan menunjukkan (memperlihatkan) kepada engkau sebagian dari urusan mereka atau kami akan mewafatkan engkau dan menyempurnakan janji sesudahnya. Aku akan mengangkat engkau kepada-Ku, yaitu kenaikan kepada Tuhan akan dibuat  baik di dunia dan pertolongan-Ku akan datang kepada engkau. Sesungguhnya Aku adalah Tuhan  Pemilik  sulthan (Tanda/dalil yang  menaklukkan hati serta membawa mereka ke dalam penguasaan-Nya).”

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
                                                                              ***
Pajajaran Anyar,  24 Mei   2017




[1] Ini satu hal yang sangat tak mungkin, bahwa semua orang akan menerimaku, sebab menurut ayat: Wa lidzālika khalaqahum (dan untuk itulah mereka diciptakan) dan ayat wa ja’ilul- ladzīna- taba-‘uka fawqal- ladziina kafarū ilā yawmil- qiyāmah – (dan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau di atas mereka yang kafir hingga hari kiamat). Jika dikatakan semuanya akan beriman adalah suatu pertentangan yang jelas. Jadi yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang menolong.

Persamaan "Sunnatullaah" Mengeai "Kebinasaan Para Pendusta" Atas Nama "Allah Swt." Dalam "Al-Quran" Dengan "Sunnatullaah" Dalam "Kitab-kitab Ilhami"Dalam "Bible"

Bismillaahirrahmaanirrahiim “ARBA’IN” ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN (Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argu...