Bismillaahirrahmaanirrahiim
“ARBA’IN”
ARBA’IN LI-ITMÂMIL HUJJAH ‘ALAL MUKHALLIFÎN
(Empat Puluh Risalah, Menyempurnakan Argumen Bagi Para
Penentang)
Karya
Mirza Ghulam Ahmad
a.s.
(Al-Masih Al-Mau’ud a.s.
-- Al-Masih yang Dijanjikan a.s.)
Bagian 28
ARBA’ÎN KE III & IV
(TAMAT)
PERSAMAAN SUNNATULLÂH MENGENAI KEBINASAAN PARA PENDUSTA ATAS NAMA ALLAH SWT. DALAM AL-QURAN DENGAN
SUNNATULLÂH DALAM KITAB-KITAB ILHAMI DALAM BIBLE
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
D
|
alam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan topik Perumpamaan Kedekatan Nabi Besar Muhammad Saw. Dengan Allah
Swt. sehubungan
dengan wahyu Ilahi selanjutnya yang diterima Masih Mau’ud a.s. sesuai
dengan berbagai wahyu Al-Quran:
“Aku adalah
Allah maka sembahlah Aku [dan jangan melupakan Aku] dan berupayalah
mencapai-Ku, dan berdoalah kepada Tuhan engkau dan rajinlah berdoa. Allah
adalah Sahabat dan Penyayang. Dia mengajarkan Al-Quran, dan perkataan apa
yang akan kamu ikuti selain Al-Quran?
Kami telah menurunkan rahmat atas hamba ini. Ia tidak
bicara dengan kehendaknya sendiri, apa pun yang kamu dengar itu adalah wahyu
dari Tuhan. Ia menghampiri Tuhan yaitu dinaikan, kemudian ia mencondongkan diri
kepada manusia menyampaikan kebenaran sehingga seolah serupa dengan tali di
antara dua busur -- Tuhan di [lengkungan
busur] atas dan makhluk berada di [lengkungan busur] bawah.”
Senanda dengan wahyu-wahyu Ilahi tersebut dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman mengenai kedekatan Allah Swt. dengan Nabi Besar Muhammad saw.:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَ النَّجۡمِ اِذَا ہَوٰی ۙ﴿﴾
مَا ضَلَّ صَاحِبُکُمۡ وَ مَا غَوٰی ۚ﴿﴾ وَ مَا یَنۡطِقُ عَنِ
الۡہَوٰی ؕ﴿﴾ اِنۡ
ہُوَ اِلَّا وَحۡیٌ
یُّوۡحٰی ۙ﴿﴾عَلَّمَہٗ
شَدِیۡدُ الۡقُوٰی ۙ﴿﴾ ذُوۡ مِرَّۃٍ ؕ فَاسۡتَوٰی ۙ﴿﴾ وَ ہُوَ بِالۡاُفُقِ الۡاَعۡلٰی ؕ﴿﴾ ثُمَّ دَنَا فَتَدَلّٰی ۙ﴿﴾ فَکَانَ
قَابَ قَوۡسَیۡنِ اَوۡ اَدۡنٰی ۚ﴿﴾
فَاَوۡحٰۤی اِلٰی عَبۡدِہٖ مَاۤ
اَوۡحٰی ﴿ؕ﴾ مَا کَذَبَ الۡفُؤَادُ مَا
رَاٰی ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Demi bintang apabila jatuh.
Tidaklah sesat sahabat kamu dan tidak pula keliru, dan ia sekali-kali tidak berkata-kata menuruti keinginannya.
Perkataannya itu tidak lain melainkan wahyu yang diwahyukan. Tuhan Yang Mahakuat Perkasa mengajarinya, Pemilik
Kekuatan, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan Dia mewahyukan
Kalam-Nya ketika ia, Rasulullah, berada di ufuk tertinggi. Kemudian ia, Rasulullah, mendekati Allah, lalu Dia kian dekat kepadanya, maka jadilah ia, seakan-akan, seutas tali dari dua buah
busur, atau lebih dekat lagi. Lalu Dia
mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang telah Dia wahyukan. Hati Rasulullah
sekali-kali tidak berdusta apa yang dia lihat. (An-Najm
[53]:1-12).
Karena pada dasarnya pengutusan Masih
Mau’ud as. di Akhir Zaman ini
bukan hanya sebagai penggenapan kedatangan para rasul Allah kedua kali yang ditunggu-tunggu oleh semua umat
Bergama dengan nama (sebutan) yang
berlainan, bahkan merupakan pengutusan
kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. saw. secara ruhani (QS.62:3-4), karena itu sebagaimana wahyu-wahyu
Al-Quran terbukti kebenarannya
pada masa Nabi Besar Muhammad saw., demikian pula halnya dengan wahyu-wahyu Ilahi yang diterima oleh Masih Mau’ud a.s. pun terbukti kebenarannya, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara
mereka, yang membacakan kepada mereka
Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-6).
Jaminan Pertolongan
Allah Swt.
Ada pun jaminan Allah Swt. berkenaan perjuangan
suci para rasul-Nya walau pun
menghadapi “berbagai makar buruk”
yang dapat memindahkan gunung-gunung sekali pun
(QS.14:47-63), Dia berfirman:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿﴾ کَتَبَ
اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ اَنَا وَ
رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ قَوِیٌّ
عَزِیۡزٌ ﴿﴾ لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ
الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ
حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ
کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ
اِخۡوَانَہُمۡ اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ
ؕ اُولٰٓئِکَ کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ
الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ
مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ
حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ
ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang
yang sangat hina. Allah
telah menetapkan: “Aku dan
rasul-rasul-Ku pasti
akan menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha
Perkasa. Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka itu bapak-bapak mereka
atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah
menanamkan iman dan Dia telah
meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ
حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ
اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- Allah
ridha kepada mereka dan mereka ridha
kepada-Nya. Itulah golongan Allah.
Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Mujadilah [58]:21-22).
Sesuai dengan pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran tersebut demikian juga Masih Mau’ud a.s. pun mendapat jaminan pertolongan Allah Swt. dalam
misi sucinya untuk mewujudkan kejayaan
Islam kedua kali di Akhir Zaman ini (QS.61:10):
“Biarlah Aku sendiri berhadapan dengan mereka yang mendustakan engkau. Aku berdiri
bersama Rasul-Ku. Hari-Ku akan menjadi
Peradilan besar. Engkau berada pada jalan lurus. Kami akan menunjukkan
(memperlihatkan) kepada engkau sebagian dari urusan mereka atau kami akan mewafatkan
engkau dan menyempurnakan janji sesudahnya. Aku akan mengangkat engkau
kepada-Ku, yaitu kenaikan kepada Tuhan akan dibuat baik di dunia dan pertolongan-Ku akan datang
kepada engkau. Sesungguhnya Aku adalah Tuhan
Pemilik sulthan (Tanda/dalil
yang menaklukkan hati serta membawa
mereka ke dalam penguasaan-Nya).”
Masih Mau’ud a.s. mengakhiri uraiannya dalam ARBA’IN
III dengan wahyu-wahyu Ilahi
tersebut dan
selanjutnya akan dikemukakan ARBA’ÎN IV yang mengakhiri
rencana semula Masih Mau’ud a.s. untuk menulis sebanyak 40 risalah yang semula direncanakan
sebanyak 1 halaman -- dan paling
banyak 4 halaman -- dalam setiap risalahnya, namun dalam kenyataannya dalam empat penerbitan ARBA’ÎN
jumlah halamannya melebihi rencana semula – yakni 70 halaman -- sehingga dengan penerbitan ARBA’ÎN IV Masih Mau’ud a.s. menganggap telah memenuhi janjinya, yakni empat penerbitan risalah ARBA’ÎN mewakili 40 penerbitan ARBA’IN, dengan
alasan sebagaimana peristiwa mikraj Nabi Besar Muhammad saw. perintah
5
kali shalat fardhu bagi umat Islam
dalam sehari-semalam telah menggantikan
perintah 50 kali shalat.
ARBA’ÎN KE IV
“Pada Arba’in nomor 3 kami telah menuliskan dalil-dalil yang terang, bahwa telah menjadi Sunnatullāh sejak dulu, barangsiapa berdusta atas nama Allah dia akan dibinasakan. Kini, kami jelaskan kepada orang-orang yang
sama-sama berakal, bahwa yang benar adalah apa yang telah kami
terangkan.
Ingat, jangan seperti orang-orang yang siap
melawan kami dengan berdalih
pada ucapan-ucapan seorang mullah,
sehingga hingga siap berani mati. Takutlah
kepada Allah dari menganggap remeh dalil Quran Syarif. Jelas, bahwa
Allah tidak menurunkan ayat: وَ لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا بَعۡضَ
الۡاَقَاوِیۡلِ (dan sekiranya ia mengada-ada atas nama
Kami) sebagai permainan, yang akibat
dari permainan itu bisa
timbul suatu dalil yang tidak dapat dipercaya. Tuhan Maha
Suci dari segala perbuatan yang
sia-sia.
Oleh
karena itu dalam kondisi Tuhan
Yang Maha Hakim, Maha ‘Adil
tentang ayat ini -- dan juga tentang
ayat-ayat lainnya yang berbunyi: اِذًا لَّاَذَقۡنٰکَ ضِعۡفَ الۡحَیٰوۃِ وَ ضِعۡفَ الۡمَمَاتِ[1]
menerangkan-Nya atas argumentasi
yang tidak masuk akal dan yang mustahil,
maka jika demikian terpaksa harus diakui, bahwa apabila ada seseorang mengaku menerima wahyu atau ma’mur
minallāh (yang
mendapat perintah dari Allah) dengan kedustaan sekali-kali dia tidak akan hidup seperti yang berlaku pada nubuwatan (kenabian) Rasulullah saw. -- yakni hidup selama 23 tahun terhitung mulai saat
ia mendakwakan diri.
Jika tidak, bagaimana pun alasannya tidak dapat dibenarkan, dan tidak ada
satu cara pun yang dapat
dipertahankan untuk membenarkannya,
sebab berdusta atas nama Allah dan mengaku ma’mur minallāhi dengan kepalsuan tetapi dapat hidup selama 23 tahun atau lebih maka tidak diragukan lagi kebenaranlah bagi
seorang pengingkar, seandainya ia mengajukan bantahannya sedangkan kamu mengakui
kedustaannya.
Kemudian,
bagaimana mungkin kita akan menerima,
bahwa “Tidakkah nabi kamu pun seperti pendusta
itu, dimana seorang pendustapun dapat
hidup selama 23 tahun?” Jelas
merupakan satu dalil, lalu
bagaimana mungkin kebenaran ayat وَ لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا بَعۡضَ
الۡاَقَاوِیۡلِ (dan sekiranya ia mengada-ada dusta atas Kami)
dapat zahir pada pada orang-orang? Dan dalil
apakah yang akan diberikan untuk meyakinkan bahwa
seandainya Rasulullah saw. berdusta
maka akan mati sebelum
waktu 23 tahun, sedangkan
jika ada orang lain berdusta atas Allah ia malah masih dapat hidup selama 23 tahun atau lebih?
Berikut
ini hanyalah satu contoh. Misalnya seorang
pelayan toko berkata, “Jika aku berkhianat dalam urusan jual-beli, atau
aku menjual barang-barang bekas, atau berbohong,
atau mengurangi timbangan maka saat itu juga halilintar akan menyambar
kepalaku, karena itu percayalah kepadaku,
sedikitpun jangan ragu-ragu bahwa kadang-kadang aku memberikan barang-barang
bekas atau mengurangi timbangan
atau berbohong. Bahkan sekali lagi, percayalah kepadaku, sambil memejamkan mata berbelanjalah di tokoku,
sedikitpun jangan curiga.”
Nah,
lalu apakah dengan ucapan yang membual itu orang-orang akan
mendapatkan ketenangan dan menganggap
ocehannya itu adalah satu dalil atas kejujurannya? Sekali-kali tidak, na’udzubillâh,
ucapan semacam itu sekali-kali tidak
bisa dianggap sebagai satu jaminan kejujuran
orang tersebut, bahkan dilihat dari satu segi itu hanyalah tipu
muslihat yang membodohi makhluk
Tuhan.
Dari dua alternatif berikut ini boleh dianggap suatu dalil. Pertama, berapa kali di hadapan orang banyak benar-benar terjadi bahwa orang yang menjual barang dagangannya
berkata bohong atau berbuat curang
atau mengurangi timbangan atau berkhianat
atas sesuatu yang lain, kemudian seketika
itu juga dia disambar petir
lalu mati.
Kejadian seperti itu telah berulang kali terjadi, yakni membohongi,
curang, khianat, kemudian berulang-ulang
petir menyambarnya, maka dalam keadaan semacam itu ucapan orang ini boleh digunakan sebagai dalil, sebab banyak orang yang
yang menyaksikan peristiwa itu,
yakni berkata bohong lalu langsung disambar petir.
Kedua, aternatif dari peristiwa
umum, bahwa barangsiapa menjadi pelayan toko yang berdusta dalam jual-beli dagangan, mengurangi
timbangan, berkhianat atas sesuatu
atau menjual barang-barang bekas,
maka setiap kali ia berbuat demikian
petir selalu menyambarnya.
Dengan
memperhatikan contoh seperti kita terpaksa kita mengatakan kepada setiap orang yang insyaf bahwa lafaz
(kata): لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا (sekiranya dia mengada-ada dusta atas Kami) yang difirmankan oleh Tuhan memberi dalil
yang tak terpatahkan, apabila salah satu dari kedua keadaan terdapat:
(1) Na’udzubillâh,
seandainya Rasulullah saw. sebelumnya pernah berdusta, dan Tuhan
menghukum beliau dengan hukuman pedih, dari hal itu menjadi contoh peringatan bagi orang-orang bahwa, “Jika
kamu mendustai Tuhan maka kamu akan mendapat hukuman sebagaimana
orang-orang dahulu dihukum dalam hal yang sama.” Tetapi tidak
ada argumenasi (dalil) semacam itu atas diri Rasulullah saw., bahkan berpikiran semacam itu terhadap Rasulullah
saw. adalah kufur.
(2)
Argumentasi kedua, yaitu barangsiapa
berdusta atas Tuhan, dia tidak akan mencapai tempo panjang, ia cepat
binasa. Itulah argumentasi yang
benar, jika tidak, maka kalimat لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا (sekiranya dia mengada-ada dusta atas Kami)
adalah firman Tuhan yang sia-sia, tak mempunyai satu bukti apapun.
Jadi,
jelaslah, bahwa ucapan orang-orang yang
mengingkari Tuhan, tak percaya
pada nubuwatan (kenabian/kabar gaib)
Rasulullah saw. dan ingkar terhadap ayat-ayat suci Quran Syarif
yang turun dari Tuhan, maka ucapan-ucapan mereka itu tidak lebih
daripada sekedar penina-bobo anak-anak. Dan jelaslah, bahwa bagaimana mungkin rasa puas dan ketenangan
ada pada diri para penentang Islam, bahkan bagi mereka itu hanya akan merupakan satu dakwa belaka yang tanpa satu dalilpun bersamanya.
Betapa bodoh mereka yang berkata, “Jika aku
berbuat sesuatu dosa maka aku akan mati”, saeolah-olah nampaknya ratusan
ribu orang di dunia ini setiap berbuat dosa tetapi tidak mati. Lalu bagaimana hal itu
bisa menjadi alasan bahwa: “Tuhan sedikitpun tidak berkata apa-apa
terhadap orang lain yang berbuat
dosa, dan hukuman ini khusus untukku.”
Tidak Didukung Peristiwa Nyata
Satu
hal lagi yang tak masuk akal adalah orang yang berkata seperti itu sendiri tidak memberikan bukti-bukti bahwa: “Dari
pengalaman yang lalu aku tahu – dan orang-orang lainpun menyaksikan –
karena dosa itu aku mendapat
hukuman Tuhan.”
Walhasil,
memperolok-olokkan dan berpikiran bodoh semacam itu terhadap Kalam
Tuhan yang suci, jawaban tuntas atas pikiran semacam itu tidak
akan hidup selamat melainkan
ia akan dihukum dan dibinasakan di dunia ini juga. Dan keterangan
mengenal hal ini anda sekalian dapat mencarinya ratusan banyaknya di dalam Quran
Syarif.
Perhatikan
firman berikut: وَ قَدۡ خَابَ
مَنِ افۡتَرٰی yakni “pendusta
akan mati dalam keadaan kecewa, tanpa hasil” (QS.20:62). Kemudian berfirman
lagi:
فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی
عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ
بِاٰیٰتِہٖ
Yakni, “Dan siapakah yang lebih
aniaya daripada orang-orang yang mengada-ada
atas Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya?” – QS.7:38).
Jelaslah
bahwa barangsiapa mendustai Tanda-tanda
Allah di saat Nabi Allah zahir
maka Tuhan tidak akan membiarkannya
hidup dan dengan azab yang besar ia
akan dibinasakan. Lihat kaum Nabi Nuh a.s., kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum
Nabi Luth a.s., kaum Fir’aun, para musuh Rasulullah saw. di Mekkah,
bagaimanakah pembalasan terhadap
mereka?
Jadi,
apabila pendusta di dunia ini juga mendapat hukuman maka demikian juga barangsiapa berdusta atas nama Tuhan
yang namanya tersebut pada ayat pertama bagaimana
mungkin mereka akan selamat? Perlakuan
Tuhan terhadap orang-orang yang
benar dengan yang dusta tidaklah
sama. Apakah bagi pendusta tidak ada
hukuman di dunia ini? مَا لَکُمۡ ٝ
کَیۡفَ تَحۡکُمُوۡنَ (“apa yang terjadi
dengan kamu, bagaimana kamu mengambil keputusan?” QS.68:37).
Kemudian pada tempat lain Tuhan berfirman lagi:
وَ
اِنۡ یَّکُ صَادِقًا یُّصِبۡکُمۡ بَعۡضُ
الَّذِیۡ یَعِدُکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یَہۡدِیۡ مَنۡ ہُوَ مُسۡرِفٌ کَذَّابٌ
(“…
dan jika ia seorang pendusta maka Dialah yang menanggung dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar
niscaya sebagian yang diancamkannya
kepada kamu akan menimpa kamu. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang
yang melampaui batas lagi pendusta” - Qs.40:29).
Yakni,
“Jika nabi ini berdusta maka ia akan
mati atas kedustaannya sendiri, dan jika
ternyata benar maka pastilah kamu pun akan merasakan pedihnya azab, sebab orang
yang melampaui atas, baik ia berdusta
ataupun berbohong, sekali-kali tidak akan mendapat bantuan Allah.”
Coba
perhatikan, adalah yang lebih jelas lagi
daripada ini? Tuhan telah berulang kali
mengatakan di dalam Quran Syarif bahwa
pendusta akan mati di dunia ini juga, tetapi bagi para nabi Allah yang benar dan
para ma’murin ilallāh
(orang-orang yang diperintah Allah) baru akan
wafat setelah menyempurnakan tugas-tugasnya, diberikan waktu untuk menyebarkan agama, dan kehidupan singkat dalam tempo 23 tahun akan diperolehnya dalam masa
nubuatan (kenabian), sebab kebanyakan
permulaan nubuatan (kenabian) pada umur 40 tahun. Dan apabila ada umur 23 tahun lagi lamanya maka itu seolah-olah keindahan masa hidup. Oleh sebab itu berulang-ulang
aku katakan bahwa bagi orang-orang yang
benar masa nubuatan (kenabian) Rasulullah saw. adalah tolok ukuran yang sangat
benar.
Sekali-kali
tidak mungkin seseorang yang mendustai
Tuhan dapat hidup sesuai masa nubuatan (kenabian) Rasulullah saw. yakni 23
tahun, melainkan pasti ia binasa.
Berkenaan dengan ayat ini seorang temanku dengan niat baik mengemukakan alasan bahwa ayat: لَوۡ تَقَوَّلَ
عَلَیۡنَا
(Sekiranya ia mengada-ada atas Kami) hanya ditujukan kepada Rasulullah saw., karena itu bagaimana dapat dianggap bahwa apabila ada seseorang berdusta maka diapun
akan dibinasakan?
Jawaban
Jawaban yang aku berikan kepadanya adalah,
bahwa firman Tuhan ini tak dapat ditolak
dan beberapa dalil di atas adalah satu dalil kebenaran. Nubuat dan perkataan Tuhan
barulah benar apabila yang mendustakan mati. Jika tidak, maka
ucapan itu tak bisa menjadi dalil atas
orang-orang yang ingkar, dan tidak pula baginya sebagai dalil. Bahkan ia akan berani mengatakan bahwa tidak
wafatnya Rasulullah saw. dalam tempu 23 tahun bukan berarti beliau itu benar,
akan tetapi karena berbohong atas Tuhan
bukanlah suatu dosa yang karenanya
Tuhan membinasakannya di dunia ini juga. Sebab jika memang hal itu adalah suatu dosa dan Sunnatullāh berlaku atasnya – yakni setiap pendusta akan dihukum di dunia ini juga – maka untuknya perlu ada contoh-contohnya. Tetapi
malah sebaliknya, yaitu banyak orang berdusta atas Tuhan lalu hidup
selama 23 tahun -- bahkan lebih -- dan tidak
binasa. Katakanlah, apa jawabnya
jika kamu katakan bahwa pembawa syariat jika berdusta pasti akan
mati tetapi semua pembohong tidak?
Pertama,
dakwa itu tanpa dalil. Tuhan tidak menghubungkan masalah kebohongan dengan syariat. Selain itu perlu juga diketahui, bahwa apa itu syariat? Syariat adalah beberapa perintah dan larangan
yang diterangan mealui wahyu, dan dengan itu ditetapkan peraturan (undang-undang) bagi umatnya. Itulah pembawa syariat. Maka dengan demikian menuruf definisi ini lawan-lawan
kami semuanya berdosa, sebab di
dalam wahyu yang aku terima terdapat perintah dan larangan.[2] Contohnya ilham ini:
قُلۡ لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ یَغُضُّوۡا
مِنۡ اَبۡصَارِہِمۡ وَ یَحۡفَظُوۡا
فُرُوۡجَہُمۡ ؕ
(Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan pandangan
mereka dan memelihara kemaluan mereka,
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka – Qs.24:31).
[Kedua ilham tersebut] terdapat di dalam
Barâhin-e-Ahmadiyyah, dan di dalamnya terdapat perintah dan juga larangan,
dan atasnya telah berlalui dalam tempo 23 tahun pula. Demikian juga
dalam wahyu yang aku terima hingga
kini terdapat perintah dan larangan.
Dan
jika dikatakan yang dimaksud dengan syariat
adalah yang di dalamnya terdapat hukum-hukum
baru, maka yang demikian itu adalah batil (dusta). [Allah berfirman]:
اِنَّ
ہٰذَا لَفِی الصُّحُفِ الۡاُوۡلٰی ﴿ۙ﴾ صُحُفِ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ مُوۡسٰی ﴿٪﴾
(Sesungguhnya
ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang dahulu, [yaitu] Kitab-Kitab
Ibrahim dan Musa – QS.87:19-20).
Yakni ajaran Quran terdapat juga di dalam Taurat, jadi jika disebutkan bahwa syariat adalah sesuatu yang
di dalamnya dibahas perintah dan larangan yang pasti (tegas) maka hal ini pun batil, karena jika di dalam Al-Quran
dan Taurat disebutkan perintah-perintah syariat ba-istifa (yang
tegas) maka di sana tidak ada
kesempatan lagi untuk berijtihad (mengemukakan
pendapat).
Pendeknya
semua pikiran itu sia-sia, tak ada gunanya dan hampa. Kami meyakini bahwa Hadhrat Rasulullah
saw. adalah Khâtaman Anbiyya dan Quran
Syarif adalah penutup Kitab Syariat, tetapi Tuhan
tidak mengharamkan atas Diri-Nya bahwa
sebagai pembaharuan melalui seorang utusan
yang lain mengeluarkan perintah: “Jangan berdusta, jangan menjadi saksi palsu,
jangan berzina, jangan menumpahkan darah.”
Adalah jelas bahwa menerangkan seperti demikian merupakan penerangan syariat yang
merupakan tugas Masih Mau’ud (Al-Masih yang Dijanjikan).
Jadi betapa rusaknya dalil kamu apabila seseorang yang membawa syariat dan ia adalah pendusta maka maka ia bisa
tetap hidup sampai 23 tahun lamanya.
Hendaknya diingat, bahwa
semua argumentasi (dalil) ini tak beralasan dan sungguh memalukan.
Di suatu malam aku memberi penjelasan kepada
temanku mengenai hal ini, maka di saat itu pula terulang kembali pemandangan yang
pernah terjadi pada diriku di saat turun wahyu
dari Allah. Pengalaman dan percakapan itu kembali diperlihatkan kepadaku,
kemudian turun ilham: Qul: Inna hudallāhi huwal- huda -- (Katakanlah: Sesungguhnya
petunjuk Allah adalah petunjuk hakiki), yakni mengenai ayat: لَوۡ تَقَوَّلَ عَلَیۡنَا (Sekiranya ia mengada-ada atas Kami), yang
telah dijelaskan oleh Tuhan itulah makna yang benar.
Semenjak itu aku berkeinginan mencari
bandingannya dari kitab-kitab terdahulu.
Ternyata di dalam Bible terdapat
banyak perbandingan-perbandingan tersebut bahwa nabi-nabi palsu dibinasakan. Oleh karena itu di sini aku merasa
perlu menulis beberapa perbandingan dari antara perbandingan-perbandingan
tersebut, supaya para pembaca dapat mengambil faedah darinya, dan
perbandingan-perbandingan tersebut adalah sebagai berikut.
KHABAR-KHABAR GAIB DARI TAURAT
DAN KITAB-KITAB WAHYU TUHAN LAINNYA
BERKENAAN DENGAN NABI-NABI PALSU
Tertulis di dalam Taurat
bahwa, “Apabila di tengah-tengah kamu
muncul seorang nabi atau seorang
pemimpi, dan ia memberitahukan kepada kamu suatru tanda atau mukjizat, dan
apabila mukjizat atau tanda yang dikatakannya kepada kamu itu terjadi dan ia
membujuk: Mari kita mengikuti tuhan lain, yang tidak kau kenal, dan mari kita berbakti kepadanya, maka janganlah
engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu, sebab Tuhan Allah kamu
mencoba kamu untuk mengetahui apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Allah
kamu dengan segenap hati kamu dan dengan segenap jiwa kamu. Tuhan Allah kamu
harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada
perintahNya, suaraNya harus kamu dengarkan, kepadaNya kamu harus berbakti dan
berpaut. Nabi atau pemimpi itu harus dihukum mati karena ia telah mengajak
murtad terhadap Tuhan Allah kamu….. “
Perhatikanlah
semua itu pada Taurat istisna (Kitab Ulangan) bab 13
ayat 1 sampai 5. Penjelasan kabar gaib
itu ialah bahwa “seorang nabi yang hendak
memalingkan kamu dari jalan Allah dan membawa kepada jalan lain yang bukan dari
Allah maka ia akan dibinasakan.”
Ingatlah
di dalam Taurat tidak terdapat
kata-kata: “Nabi palsu baru akan
terbunuh apabila ajarannya telah disampaikan”, yakni “sembahlah selain Allah yang patut disembah” atau “jadilah
hamba ghairullāh”, melainkan inilah bunyi kata-katanya, “Ajarkanlah ikutan ghairullah, yakni
suruhlah mengamalkan ajaran yang berlawanan dengan Taurat, yang mengandung
ajaran lain bukan ajaran Tauhid Ilahi” barulah Tuhan
akan membinasakannya, sebab dia
mengajarkan ajaran yang berlawanan dengan maksud dan tujuan Tuhan.
Kemudian
tertulis pula kalimat-kalimat di dalam Taurat
sebagai berikut: “Tetapi nabi yang
berbuat dosa, yakni yang berkata-kata atas namaKu yang Aku tidak
memerintahkannya untuk mengatakannya maka nabi seperti itu akan terbunuh.”
Di dalam ayat ini dengan jelas Tuhan berfirman bahwa hukuman bagi pendusta
adalah bahwa Tuhan sendiri yang akan membunuhnya, dan sekali-kali
dia tidak akan selamat. Lihatlah
pula Taurat Istisna (Ulangan) Bab 18
ayat 20.
Kemudian pada kitab Nabi Yehezkiel berkenaan nabi
palsu berbunyi: “Tuhan Yehuwah
berkata: Nabi palsu akan terbunuh dan yang mengikuti ruhnya mereka tidak akan
melihatnya sedikitpun. Dia berkata setelah menipu bahwa, “Tuhan berkata
walaupun Tuhan tidak mengutusnya. Tuhan berkata walaupun aku tidak berkata”,
karena itu Tuhan Yehuwah berkata begini, “Kamu berbohong!” Dan Tuhan Yehuwah
berkata, “Aku adalah musuhmu, dan
tanganKu akan bekerja di atas nabi-nabi palsu yang menipu”, yakni
yang tidak ada kasyaf kesucian, dan yang
meyakinkan diri bahwa ini adalah kalam Tuhan, padahal itu bukanlah kalam
Tuhan. Ketahuilah bahwa hanya sebab
meyakini tidaklah memenuhi, akan tetapi yang berbuat dusta akan dibinasakan
karena ia berbuat dosa. Karena itu wahai
nabi palsu, Aku akan menghancurkan dinding pagar yang telah kamu poles dan akan Aku runtuhkan (ratakan)
sama dengan tanah hingga nampak pondasinya. Ia akan runtuh dan engkau akan
terjepit mati di tengah-tengahnya”. Hal ini adalat dilihat pada kitab Yehezkiel Bab 13 ayat 3-14.
Kemudian
pada Yesaya pun mendukungnya, seperti berikut: “Tuhan akan memotong kepala dan ekor serta
cabang Bani Israil pada suatu hari. Dan seorang nabi yang mengajarkan kedustaan itulah yang dimaksud ekor.” Lihatlah pada
kitab Yesaya Bab 9 ayat 5.
Demikian
pula di dalam kitab Nabi Yeremia mengenai nabi palsu diterangkan. Mengenai nabi-nabi
palsu Rabbil- Afwāj berfirman begini: “Lihat Aku akan adili mereka dengan perlakuan buruk dan Aku berikan
minum air sanum racun pembunuh. Oleh karena gara-gara para nabi Yerusalem di
semua permukaan bumi tak beragama. Lihatlah satu taufan debu bertiup ke
arahnya, ini adalah akibat dari kemarahan Tuhan. Satu taufan yang mengamuk akan
menimpa orang-orang yang berdusta. Aku tidak mengutus nabi-nabi itu. Mereka
berlari sendiri. Aku tidak memerintahkannya, tetapi mereka menubuatkan sendiri”.
Lihatlah pada kitab Yeremia Bab 23 ayat 5-21.
Begitu
pula pada kitab Nabi Zakaria
mengenai nabi-nabi palsu
menerangkan: “Aku akan mengeluarkan
nabi-nabi palsu dan ruh-ruh kotor dari dunia. Dan akan terjadi apabila ada yang
menubuatkan diri maka ibu bapaknya akan berkata kepadanya, “Engkau tidak akan
hidup sebab engkau berdusta atas nama Tuhan” – yang disebabkan Tuhan akan membinasakan nabi-nabi palsu,
karena itu ibu bapak pendusta itu sangat
takut bahwa kini mereka dusta –
“Ibu bapak yang dari mereka itu ia telah
lahir, di saat ia akan mengumumkan kabar gaib maka kedua orang tuanya itu akan
menasihatinya” – yakni berkata: Apakah engkau ingin mati mengumumkan kabar
gaib palsu? – “pada hari itu akan
terjadi bahwa di antara nabi-nabi, satu persatu di saat menyatakan akan mendapat malu sendiri akibat dari
rukyanya itu. Jangan sekali-kali memakai pakaian terbuat dari bulu dengan maksud ingin menipu.
Bahkan satu persatu akan berkata: “Aku bukanlah nabi melainkan sekedar petani”.
Lihat pada kitab Zakariya bab 13
ayat 2-3.
Di dalam
Injil ‘Amal pun mengenai nabi palsu terdapat keterangan: “Hai lakio-laki Bani Israil! Ketahuilah apa
yang kamu inginkan dengan orang-orang itu. Sebab di hari depanTheyidas sedikit
berkata: Aku -- yakni pendakwa nubuatan palsu -- “dan bertemu dengan 400 orang Tehmina, dia dipukuli. Dan seberapa banyaknya
pengikutnya kebingungan dan bubar berantakan, setelah itu Yehuda bangkit di
hari-hari jaleli ismunawesi – yakni ia mendakwakan nubuwatan palsu – banyak
sekali orang-orang yang tertarik kepadanya maka ia pun binasa dan semua
pengikutnya bubar berantakan. Sekarang aku katakan kepadamu: Jauhilah orang,
biarlah mereka pergi, sebab jika rencana ini atau pekerjaan ini datangnya dari
manusia maka pasti akan sia-sia. Tetapi
jika datangnya dari Tuhan maka kamu tidak dapat menyia-nyiakannya. Jangan
sampai kamu pun jadi penentang Tuhan.” Lihat kitab ‘Amal Bab 5
ayat 35-40.
Juga di
dalam kitab Nabiullah Daud a.s, di
dalam Zabur banyak disebut-sebut
tentang dibinasakannya nabi-nabi palsu,
dan juga di dalam kitab-kitab lainnya dari Injil. Tetapi aku kira menulis
sekedarnya juga cukup, sebab masalah ini tidak baik, yaitu bahwa pendusta adalah musuh nubuatan Tuhan,
dan pendusta berkeinginan
mencampurbaurkan kegelapan dengan cahaya, dan dengan sengaja menjerumuskan orang-orang ke dalam
kebinasaan.
Oleh
sebab itu Tuhan adalah musuhnya.
Allah Ta’ala dengan hikmah dan rahmat-Nya lebih
mudah mencabut nyawanya daripada mematikan
ribuan orang. Jadi sebagaimana hukuman
Tuhan kepada orang-orang yang jahat adalah maut (kematian) demikian juga balasan
bagi pendusta. Tetapi keselamatan
orang-orang yang benar Allah menjaganya.
Dan untuk menjaga jiwa serta kehormatannya
diperlihatkan-Nya Tanda-tanda langit, dan Dia adalah Pelindung orang-orang baik. Orang-orang shidiq (benar) terpelihara di Pangkuan-Nya, bagai seekor anak singa di bawah lindungan
induknya.
Itulah
sebabnya, jika bersumpah dengan mengatakan nabi
palsu, pendusta, dajjal, tak beriman, padahal pendakwa itu dari Tuhan dan benar, dan sebenarnya yang mendustakannya itulah yang salah dan meminta keputusan Tuhan bahwa, “Jika orang ini benar maka aku akan mati lebih dulu, tetapi seandainya dia pendusta maka ia akan mati di masa kehidupanku”, maka
pasti Allah Ta’ala akan membinasakan si
pendusta yang bersumpah minta
keputusan Tuhan itu.
ami
sudah menuliskannya bahwa pada waktu
perang Badar doa inilah yang dipanjatkan oleh Abu Jahal. Dengan menyebut nama Rasulullah saw. bahwa, “Di antara kami berdua yang berdusta akan
terbunuh di medan perang ini.” Maka setelah doa itu dia sendiri yang
mati terbunuh.
Inilah doa
yang dipanjatkan Maulvi Ismail Aligarh
dan Maulvi Ghulam Dastegir Kasuri
terhadap diriku, yang atasnya ribuan manusia menjadi saksi, kemudian mereka
berdua yang telah mati. Kepada Nazir
Hussain Dehlewi yang dikenal sebagai muhaddits
telah kuminta dengan serius agar dia membuat
keputusan dengan doa itu tetapi dia
ketakutan dan lari menghindar[3]. Barangkali waktu di mesjid kerajaan Delhi berkumpul sekitar
7000 orang ketika dia menolak perkara
ini oleh sebab itulah dia hingga kini masih hidup.
Kami
cukupkan dulu risalah ini hingga di
sini, dan kami menunggu balasannya
dari Tuan Hafiz Muhammad Yusuf dan
kawan-kawannya.
PENGUMUMAN
Aku telah
menyempurnakan keinginanku, bahwa 40
selebaran risalah “Arba’in” akan
aku sebarkan secara terpisah-pisah. Dulu aku berpikir bahwa selebaran ini akan
aku terbitkan hanya satu halaman satu halaman atau kadang-kadang satu setengah
halaman atau hingga dua-dua halaman atau mungkin tiga empat halaman. Akan
tetapi muncul pendapat lain yang
kenyataannya berbeda dengan rencana
semula. Seperti pada risalah nomor 2, 3 dan 4. Dan begitulah
akhirnya risalah ini hingga mencapai 70
halaman, dan dengan demikian pada
hakikatnya sempurnalah sudah apa yang aku inginkan. Oleh sebab itu aku selesaikan ini hingga nomr 4, dan
seterusnya tidak akan dilanjutkan, cukup sampai nomor 4.
Sebagaimana
Tuhan Yang Maha Gagah pada mulanya
mewajibkan kita mula-mula 50 kali waktu mendirikan shalat, kemudian
dikuranginya menjadi 5 waktu saja, seperti itu pulalah aku berbuat di atas Sunnatullah Rabbul Karim. Kepada para pembaca, setelah
kupersingkat dari 40 maka aku
tetapkan sampai nomor 4, dan aku akhiri tulisanku ini dengan beberapa
nasihat untuk anggota Jemaatku.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Mei 2017
[1] “Jika Nabi ini
(Muhammad saw.) berdusta atas Kami maka
Kami akan azab dia dalam masa kehidupan
dan masa kematian” Maksudnya dia akan diazab dengan pedih hingga binasa.”
[2] Oleh karena di
dalam wahyu yang aku terima mengandung perintah dan larangan serta menyegarkan
hukum-hukum yang penting karena itu
Tuhan memberi nama fulka yakni “bahtera/perahu” kepada “ajaranku” dan kepada wahyu yang turun kepadaku. Seperti satu
ilham yang turun kepadaku:
وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا
(Dan buatlah bahtera di hadapan Kami dan wahyu Kami)
اِنَّ الَّذِیۡنَ
یُبَایِعُوۡنَکَ اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ
اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ فَوۡقَ اَیۡدِیۡہِمۡ
(sesungguhnya orang-orang baiat
kepada engkau, sesungguhnya mereka baiat kepada Allah, Tangan Allah ada di atas
tangan mereka).
Yakni, “bahtera ajaran dan pembaharuan ini terciptanya dari wahyu Kami
dan di depan mata Kami. Barangsiapa baiat kepada engkau berarti dia baiat di
Tangan Tuhan, Tangan Tuhan berada di atas tangan mereka.” Coba perhatikan,
Tuhan telah menyatakan wahyuku, ajaranku, baiatku, sebagai “Bahtera Nuh” dan telah menjadikannya
sarana keselamatan untuk semua umat manusia, yang terhadapnya Mta-Nya menyaksikan dan Telinga-Nya mendengarkan. (Pen).
[3] Perkara ini
hampir 9 tahun berlalu ketika aku mengunjungi kota Delhi. Tuan Mian Nazir
Hussain kami undang, hingga setelah mengetahui tiap tindak-tanduknya, ucapan
dan caci-makiannya maka inilah keputusannya
yang diambil, bahwa dia bersumpah
atas kebenaran itikadnya, kemudian
setelah dapat hidup selama satu tahun di masa kehidupanku maka aku akan bakar
semua kitabku, dan, na’udzubillâh, aku anggap dia yang benar, tetapi dia lari menghindar, karena berkat menghindar inilah dia hingga kini masih hidup. (Pen).